Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jika Tak Berikan Ini Kepada PKS, Prabowo Bisa Di-Jokowi-kan

4 Maret 2019   12:16 Diperbarui: 4 Maret 2019   12:39 3890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah beberapa bulan kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta yang ditinggalkan Sandiaga Uno belum juga ada yang menduduki. Kursi itu masih kosong lantaran sampai saat ini Gerindra masih belum mau menyerahkan kursi DKI 2 kepada Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Gegara belum juga tercapai kesepakatan antara Gerindra dan PKS, muncul spekulasi bila posisi DKI 2 akan dikembalikan kepada Sandi yang saat ini maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019.

Saat Pilgub DKI 2017, Gerindra dan PKS menjalin koalisi. Keduanya mengusung pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Lewat pertarungan sengit dua putaran melawan pasangan petahana Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, pasangan Anies-Sandi meraih suara 52 persen dan berhak atas kursi DKI 1 dan 2.

Lazimnya, kursi yang ditinggalkan Sandi tersebut jatuh ke tangan PKS sebagai satu-satunya partai yang berkoalisi dengan Gerindra. Di samping itu sejak Pilpres 2014, PKS menjadi satu-satunya partai yang paling loyal kepada Prabowo.

Timbul pertanyaan, kenapa partai pimpinan Prabowo tersebut belum juga mengiklaskan kursi DKI 2 untuk diduduki kader PKS? Apakah lantaran Prabowo sudah memprediksikan kekalahan kedua kalinya melawan Jokowi yang saat ini maju sebagai capres petahana? Mungkinkah karena kurang solidnya dukungan kader dan simpatisan PKS dalam mendukung upaya pemenangan Prabowo? Ataukah karena masih alotnya negoisasi antara Gerindra-PKS dalam menentukan jatah kursi menteri jika Prabowo-Sandi menang dalam Pilpres 2019? Atau mungkinkah ada sebab-sebab lainnya?

Dalam Pilpres 2019, berdasarkan sejumlah rilis survai, tingkat elektabilitas Prabowo masih jauh di bawah Jokowi. Jika, tidak ada tsunami politik, besar kemungkinan Prabowo akan mengalami kekalahan untuk kedua kalinya. Jika Prabowo kalah, sementara Anies bukanlah kader Gerindra dan kursi DKI 2 diberikan kepada PKS, maka sudah barang tentu Prabowo dan partai besutannya akan kehilangan posisi pentingnya di ibu kota.

Sementara, ketidaksolidan kader dan simpatisan PKS dalam mendukung upaya pemenangan Prabowo bukanlah rahasia lagi. Misalnya, Zulkiflimansyah, kader PKS yang kini menjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat yang sejak 2014 secara terang-terangan mendukung Jokowi.

PKS yang telah dikecewakan lantaran Prabowo menolak Salim Assegaf sebagai cawapresnya pastinya menyodorkan permintaan-permintaan baru kepada Prabowo. Ini mirip dengan yang pernah dilakukan PKS pada 2009. Ketika itu PKS meminta jatah 8 kursi menteri karena calon presiden petahana Susilo Bambang Yudhoyono tidak memilih mantan Presiden PKS Hidayat Nurwahid sebagai cawapresnya.

Di luar kemungkinan-kemungkinan seperti yang disebutkan di atas, ada juga kemungkinan lain yang tidak kalah menariknya. Kemungkinan tersebut adalah perbedaan "dunia" antara Gerindra dan PKS.

Lantaran perbedaan dunia ini, rang-orang di sekitar Prabowo sepertinya tidak begitu nyaman berdekatan dengan PKS. Bahkan di mata Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Hashim Djojohadikusumo, PKS pun sudah dinilai sebagai kelompok radikal.

Penilaian ini terbaca saat adik kandung Prabowo tersebut menjawab pertanyaan salah satu peserta forum soal radikalisme di Indonesia dalam forum USINDO Washington Special Open Forum Luncheon pada 17 Juli 2013.

"Saya beri satu contoh. Di Kementerian Pertanian, yang dikuasai PKS. 73 PNS beragama Kristen sudah dipecat dalam sembilan tahun terakhir dan belum ada penggantinya. Bahkan sekarang ini tidak ada lagi PNS beragama Kristen di Kementerian Pertanian. Itu pasti berarti sesuatu kan? Jika ini dibiarkan. Anda paham maksudnya kan?" kata Hashim yang dalam forum itu juga menegaskan jika Prabowo pro Amerika Serikat (Sumber: Merdeka.com).

PKS, menurut Hashim, memecat 73 PNS beragama Kristen. Artinya PKS menomorsatukan agama tenimbang profesionalisme. Dan, jika menyimak percakapan di media sosial, sejumlah akun yang identik sebagai kader dan simpatisan PKS dengan begitu mudahnya mengeluarkan kata "kafir" kepada siapapun yang dianggap berseberangan dengan kepentingan politiknya. Apalagi berbeda dalam hal keagamaan.

Dari pernyataan Hashim juga terbaca jika Gerindra mungkin juga sangat khawatir jika kursi DKI 2 diberikan kepad PKS maka perkembangan radikalisme akan semakin mengkhawatirkan. Inilah kemungkinan lain yang menyebabkan Gerindra belum diberikannya kursi DKI 2 kepada PKS.

Kepentingan politik Prabowo dan PKS pastinya tidak berbeda dalam Pilpres 2019 ini. Keduanya pastinya mengincar kursi RI 1 dan 2 untuk selanjutnya dapat menjalankan agenda-agenda kekuasaannya. Tetapi tidak demikian dengan kepentingan dalam bidang keagamaan?

Sebagai parpol yang berbasis pada massa Islam, PKS memiliki sikap tegas dalam persoalan agama yang dianut pemimpin, apalagi pemimpin suatu negara mayoritas muslim seperti Indonesia. Bagi PKS, Presiden RI haruslah seorang muslim.

Sayangnya, sebagaimana yang menjadi perbincangan publik, sampai saat ini, keyakinan Prabowo masih menjadi misteri. Prabowo hanya diketahui memilih Islam untuk identitas formalnya.

"Pak Prabowo itu sejak dulu Islam, muslim. Sejak lahir muslim Pak Prabowo. Keluarganya muslim dari dulu. Pak Soemitro muslim," kata anggota BPN, Andre Rosiade, kepada wartawan, pada 13 Desember 2018 (Sumber: Detik.com).

Jika, menurut Andre, Prabowo bukan mualaf seperti yang diisukan,.berarti Prabowo sudah diislamkan sejak lahir, Prabowo sudah diadzankan dan diqomatkan ketika baru saja dilahirkan.

Bagi sebagian masyarakat Indonesia, diislamkannya Prabowo sejak lahir sebagaimana yang diungkapkan oleh Andre ini tidak lazim lantaran dalam keluarga besar Soemitro Djojohadikoesoumo, hanya Prabowo satu-satunya putra Soemitro yang diislamkan sejak lahir dan sampai detik ini masih istiqomah dalam keislamannya.

Karenanya muncul pertanyaan, kenapa hanya Prabowo yang sudah diislamkan sejak lahir, kenapa bukan anak-anak Soemitro yang lainnya? Apakah keluarga Soemitro sudah mengetahui jika hanya Prabowo satu-satunya anak yang akan maju sebagai capres di negara mayoritas muslim?

Dari mulai ketidaklaziman agama yang dianut oleh keluarga besar Soemitro  sampai kesimpangsiuran tentang waktu Prabowo mulai memeluk agama Islam atau menjadi mualaf, menimbulkan satu pertanyaan besar, benarkah Prabowo beragama Islam?

Keraguan atas keyakinan Prabowo inilah yang mungkin menyebabkan PKS dengan sangat terpaksa mendukung Prabowo. Keterpaksaan ini terungkap lewat pernyataan anggota mejelis syuro PKS, Aboe Bakar Al Habsy.

"Cuma dua sih calonnya. Coba ada tiga. Kita pilih yang ketiga. Tapi, karena calonnya dua, ya yang terbaik," ungkap Aboe.

Sampai saat ini PKS masih memaksakan diri mendukung Prabowo dengan menutup mata pada keyakinan yang dianut Prabowo. Tetapi, keterpaksaaan PKS pasti memiliki keterbatasan.

Jika keterpaksaan PKS tersebut sudah melampaui batasnya, PKS bukan hanya berbalik arah, tetapi juga akan menyerang Prabowo. Salah satu batasan dari keterpaksaan PKS adalah kursi DKI 2. Kalau selepas Pilpres 2019, posisi DKI 2 tidak diserahkan kepada PKS, bisa diperkirakan koalisi Gerindra-PKS bakal terpecah.

Dan, Prabowo lebih memilih dimusuhi tenimbang memberikan kursi DKI 2 kepada PKS. Selanjutnya, sebagaimana yang dialami Jokowi yang mendapat berbagai serangan fitnah berbau agama, Prabowo pun akan diserang dari sisi keimanannya. Bahkan, serangan kepada Prabowo dengan beramunisikan isu agama akan jauh lebih hebat dari yang pernah dialami Jokowi.

Hubungan Jokowi dengan PKS sebelum putaran kedua Pilgub DKI 2012 berlangsung harmonis. Bahkan, Mantan Presiden PKS Hidayat Nurwahid menjadi juru kampanye Jokowi pada saat Pilwalkot Surakarta 2010.

Ketika putaran pertama Pilgub DKI 2012, nyaris tidak ada satu pun serangan kader dan simpatisan PKS kepada Jokowi. Setelah quick count putaran pertama dirilis, Hidayat dan Jokowi menggelar sejumlah pertemuan, Jokowi memanggil Hidayat dengan sebutan "ustadz".   

Tetapi, kemudian sikap kader dan simpatisan PKS terhadap Jokowi berubah total. Di media sosial, akun-akun yang identik dengan kader dan simpatisan ramai-ramai menyerang Jokowi, termasuk serangan yang berbau SARA.

Belakangan sebagaimana yang diberitkan media, sebelum putaran kedua Pilgub DKI Jakarta 2012 dimulai, PKS meminta mahar Rp 50 M kepada Jokowi. Namun permintaan PKS tersebut ditolak mentah-mentah. Dan, sampai sekarang Jokowi menjadi common enemy bagi PKS.  

Melihat gelagat bila Prabowo tidak akan memberikan kursi DKI 2 kepada PKS, maka Prabowo pun akan di-Jokowi-kan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun