Penilaian ini terbaca saat adik kandung Prabowo tersebut menjawab pertanyaan salah satu peserta forum soal radikalisme di Indonesia dalam forum USINDO Washington Special Open Forum Luncheon pada 17 Juli 2013.
"Saya beri satu contoh. Di Kementerian Pertanian, yang dikuasai PKS. 73 PNS beragama Kristen sudah dipecat dalam sembilan tahun terakhir dan belum ada penggantinya. Bahkan sekarang ini tidak ada lagi PNS beragama Kristen di Kementerian Pertanian. Itu pasti berarti sesuatu kan? Jika ini dibiarkan. Anda paham maksudnya kan?" kata Hashim yang dalam forum itu juga menegaskan jika Prabowo pro Amerika Serikat (Sumber:Â Merdeka.com).
Gerindra yang dibentuk, dipimpin, serta dibina Prabowo menilai PKS sebagai partai radikal. Ironisnya, sejak Pilpres 2014 sampai detik ini, Prabowo memilih berkoalisi dengan PKS. Kedekatan Prabowo dengan PKS merupakan paradoks Prabowo lainnya.
Kata "paradoks" yang dikaitkan dengan nama Prabowo Subianto menjadi populer sejak Prabowo meluncurkan buku "Paradoks Indonesia" pada awal 2017. Buku yang ditulis oleh Prabowo itu berisikan kejanggalan yang ada di Indonesia.
Negara kita kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Tetapi, dengan kekayaan yang dimilikinya, sampai saat ini masih banyak rakyat Indonesia yang hidup miskin. Begitu kira-kira kejanggalan yang dimaksud dalam buku yang juga diterbitkan dengan huruf braile tersebut.
Buku "Paradoks Indonesia" ini menjadi paradoks bagi penulisnya sendiri lantaran kekayaan sumber daya alam Indonesia, termasuk keluasan tanahnya, hanya dimiliki oleh segelintir orang. Dan dari segelintir orang tersebut, Prabowo termasuk salah seorang yang menguasai HGU seluas ratusan ribu hektar.
Lebih paradoks lagi, buku yang berdatakan tahun 2015 ke bawah tersebut dianggap sebagai kritik terhadap Jokowi yang baru mengawali masa pemerintahannya pada 20 Oktober 2014.
Sebenarnya, masih ada sederetan keparadoksan Prabowo lainnya. Namun keempat paradoks terkait Prabowo di atas sudah cukup untuk menyebut Prabowo sebagai sosok penuh keparadoksan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H