Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Serang Jokowi dengan 3 Tuduhan Ini, BPN Prabowo Blunder dan Permalukan Capresnya

19 Februari 2019   19:36 Diperbarui: 19 Februari 2019   19:49 2122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu, 17 Februari 2019, Jokowi tampil dalam ajang debat kedua Pilpres 2019 dengan lengan kemeja yang tergulung rapih. Dengan dandanan yang menjadi ciri khasnya itu, calon presiden nomor urut 01 bernama lengkap Joko Widodo ini seolah tampil lepas tanpa beban.

Dalam ajang debat yang ditayangkan langsung oleh sejumlah stasiun televisi tersebut, calon presiden petahana ini mampu merangkai kalimat-kalimat yang diucapkannya secara sistematis sehingga dapat diserap oleh khalayak luas

Lebih hebatnya lagi, di atas "ring adu otak" yang dihelat Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat itu, Jokowi bukan hanya mampu menguraikan sederetan keberhasilan yang telah dicapainya dalam bidang energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan juga lingkungan hidup selama hampir lima tahun masa pemerintahannya, tetapi juga menekan penantangnya, Prabowo Subianto.

Atas penampilan Jokowi tersebut, sejumlah pengamat mengakui bila Jokowi menang telak atas Prabowo dalam debat kedua tersebut. Bahkan, terhitung enam kali Prabowo yang nampak tidak menguasai meteri mau tidak mau mengakui sekaligus mengapresiasi kinerja pemerintahan Jokowi.

"Saya menghargai apa yang sudah dilakukan oleh Pak Joko Widodo dibidang infrastruktur beliau telah bekerja keras, namun namanya demokrasi saya menawarkan suatu strategi yang akan lebih cepat membawa kemakmuran dan keadilan bagi rakyat Indonesia," aku Prabowo sebagaimana yang dikutip Detik.com.

Kalah di panggung debat bukan berarti Badan Pemenangan Nasional pasangan Prabowo-Sandiaga Uno beserta sepasukan cyber army-nya menerimanya begitu saja. Dan, seperti biasanya, para pendukung paslon nomor urut 02 ini mengais-ngais "peluru" untuk dapat digunakan menembak Jokowi, sekalipun "peluru" itu bermesiukan hoax.

Setidaknya ada tiga peluru yang ditembakkan ke arah Jokowi pascadebat kedua Pilpres 2019. Tiga di antaranya soal tuduhan Jokowi menggunakan earpiece, tudingan Jokowi menyerang pribadi Prabowo dengan mengungkapkan kepemilikan ratusan ribu hektar lahan yang dikuasai Prabowo, dan opini yang menyebut Jokowi sengaja menggunakan istilah "unicorn" untuk memermalukan Prabowo  

Benarkah saat debat Jokowi menggunakan earpiece?

"Kami tidak ingin ini menjadi isu dan fitnah kepada Pak Jokowi bahwa beliau pakai wireless earphone untuk mendengar jawaban. BPN nggak ingin ini jadi fitnah ke Pak Jokowi. Saya sarankan TKN supaya segera mengklarifikasi ini, supaya tidak jadi fitnah dan isu liar. Masa incumbent pakai contekan," kata Jubir BPN Andre Rosiade kepada wartawan sehari setelah debat kedua berlangsung (Sumber: Detik.com)

Tuduhan ini berawal dari sejumlah netijen yang mengaku dirinya melihat gerakan Jokowi yang menekan pulpen dan memegang telinga padahal tidak ada kertas. Gegara gerakan ini, Jokowi dituding memakai earpiece (alat bantu dengar) saat debat.

Seperti tuduhan, serangan, atau pun fitnah terhadap Jokowi lainnya yang sangat begitu mudah dipatahkan, begitu juga dengan tuduhan berpelurukan earpiece ini.

Pertanyaannya sederhana sekali. Untuk apa Jokowi memencet-mencet pulpen? Dan, apa hubungannya pulpen yang dipencet-pencet Jokowi dengan alat bantu dengar yang seharusnya dikenakan di telingah Jokowi?

Jawabannya juga sangat sederhana. Jika pulpen yang dipegang Jokowi itu dipencet-pencet untuk memberikan kode kepada tim pendukung yang berada di satu ruang tertentu atau bahkan lokasi tertentu, maka cara ini tidak ada manfaatnya sama sekali. Sebab, acara debat bisa ditonton langsung atau disaksikan lewat layar kaca yang membuat tim pendukung dapat secara real time mengikuti acara debat.

Dengan demikian Jokowi hanya membutuhkan alat bantu dengar atau earpiece. Namun, timbul pertanyaan baru, di telinga sebelah mana Jokowi memasangkan alat bantu dengar?

Dari sejumlah video yang merekam acara debat kedua Pilpres 2019, tidak ada satu pun yang memperlihatkan adanya benda mencurigakan yang terpasang di telinga Jokowi, baik itu telinga kanan ataupun telinga kiri. Kecuali bila sekarang ini sudah bisa diciptakan alat bantu dengar yang tidak kasatmata alias tidak dapat terlihat. Faktanya, sampai saat ini belum ada satu pun yang bisa membuat alat bantu dengar yang tidak kasatmata.

Jadi, sangat jelas jika tuduhan bila Jokowi menggunakan alat bantu dengar adalah hoax, sebagaimana yang biasa diterjangkan untuk menghantam Jokowi.

Karena tidak lebih dari sebuah hoax belaka, maka tuduhan BPN Prabowo-Sandi ini berujung pada blunder yang lebih menguatkan persepsi masyarakat bila kubu Prabowo adalah penyebar hoax.

Gunakan Isu Penguasaan Lahan, Jokowi Dituding Serang Pribadi Prabowo

Saat merespon kritik Prabowo tentang pembagian sertifikat tanah kepada rakyat, Jokowi sekaligus juga menyinggung soal kepemilikan ratusan ribu hektare tanah milik Prabowo di Kalimantan Timur dan Aceh Tengah.

Kontan saja pernyataan Jokowi ini menimbulkan reaksi keras BPN Prabowo-Sandi. BPN Prabowo-Sandi pun langsung menyampaikan protes kerasnya kepada KPU. Bukan saja BPN Prabowo-Sandi, pendukung Prabowo-Sandi menamai dirinya Tim Advokat Indonesia Bergerak (TAIB) turut melaporkan, Jokowi atas dugaan melakukan ujaran kebencian dan fitnah di dalam debat capres kedua sehingga melanggar Pasal 280 angka c Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Jika mengikuti pemberitaan media, ratusan ribu hektar lahan yang dikuasai Prabowo berstatus Hak Guna Usaha (HGU). Sesuai 28 ayat (1) UUPA Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 dan aturan turunannya., HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.

Sementara dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah, yang dapat memiliki HGU adalah Warga Negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Singkatnya, HGU adalah tanah milik negara yang "disewakan" kepada WNI atau badan usaha yang berkedudukan di Indonesia.

Jadi, negara memberikan hak kepada Prabowo atau badan usaha yang dimiliki Prabowo untuk mengelola lahan milik negara. Dan, lahan atau tanah tersebut bukan milik Prabowo.

Dengan demikian persoalan ratusan ribu hektar lahan tersebut adalah hubungan antara Prabowo atau badan usaha yang dimiliki oleh Prabowo sebagai pemegang HGU dengan negara selaku pemilik lahan.

Karena masih berstatus milik negara, maka kepemilikan HGU bukan termasuk ranah pribadi Prabowo. Dengan demikian, pernyataan Jokowi dalam debat kedua Pilpres 2019 tidak bisa disebut sebagai serangan terhadap pribadi Prabowo.

Jika BPN menyatakannya sebagai serangan terhadap pribadi Prabowo, itu sama saja BPN mencampuradukkan ranah negara dengan urusan pribadi. Ujung-ujungnya akan menumbuhsuburkan kembali praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Karenanya, menuduh Jokowi menyerang pribadi Prabowo yang dilontarkan oleh BPN Prabowo-Sandi beserta para pendukungnya sama saja dengan menciptakan blunder.

Tuding Jokowi Jebak Prabowo lewat "Unicorn", BPN Permalukan Capresnya Sendiri

Dalam debat capres kedua, Prabowo terlihat gagap saat Jokowi menanyakan soal unicorn. Bukan saja itu, Prabowo pun bahkan sempat bertanya unicorn yang dimaksud oleh Jokowi.

Atas pertanyaan yang diajukan Jokowi tersebut, Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandi, Priyo Budi Santoso menyebutnya sebagai pertanyaan jebakan.

"Ini pertanyaan sebenarnya agak aneh bin ajaib, tendensi jebak," kata Priyo sebagaimana yang dikutip CNNIndonesia.com.

Faktanya, dalam debat tersebut Prabowo sedikitnya tahu tentang unicorn yang ditanyakan Jokowi kepadanya. Hal ini terbukti dengan pertanyaan balik Prabowo kepada Jokowi.

"Yang Bapak maksud unicorn? Maksudnya yang online-online itu, iya, kan?" kata Prabowo.

Bahkan kemudian Prabowo memaparkan komitmennya untuk perkembangan unicorn di Indonesia. Prabowo pun berjanji akan memangkas sejumlah regulasi untuk memperlancar perkembangan unicorn di Indonesia.

Melihat respon Prabowo atas pertanyaan Jokowi tersebut, maka sesungguhnya yang aneh bin ajaib adalah tuduhan BPN itu sendiri. Dengan menuduh Jokowi menggunakan istilah "unicorn" untuk menjebak Prabowo, sama saja dengan mencitrakan bila Prabowo tidak tahu menahu tentang "unicorn". Dan, tanpa disadari, BPN telah melakukan blunder dengan mempermalukan Prabowo.

Jadi jelas sudah, jika tuduhan jika Jokowi mencurangi debat dengan menggunakan perangkat alat bantu dengar, Jokowi menyerang pribadi Prabowo dengan mengungkap data kepemilikan lahan, Jokowi yang menjebak Prabowo dengan menggunakan istilah "unicorn" merupakan sebuah blunder keras yang sulit diterima akal sehat. Apalagi tuduhan BPN tersebut berujung pada mempermalukan Prabowo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun