Sulit bagi Fadli Zon untuk membantah jika kata "kau" pada puisi "Doa yang Tertukar" tidak ditujukan kepada Kyai Maimun Zubair atau yang lebih dikenal dengan Mbah Moen.
Ini adlh puisi sy terbaru dgn judul "Doa Yang Ditukar" #doayangditukar pic.twitter.com/5TagFd5QO8--- Fadli Zon (@fadlizon) February 3, 2019
Sulit bagi Fadli Zon untuk membantah jika kata "kau" pada puisi "Doa yang Tertukar" tidak ditujukan kepada Kyai Maimun Zubair atau yang lebih dikenal dengan Mbah Moen.
Ini adlh puisi sy terbaru dgn judul "Doa Yang Ditukar" #doayangditukar pic.twitter.com/5TagFd5QO8— Fadli Zon (@fadlizon) February 3, 2019
Sebagaimana yang ditulis dalam artikel "Menunggu Tindakan Prabowo pada Fadli Zon yang Hina Mbah Moen"
"... doa sakral
kenapa kau tukar
direvisi sang bandar
dibisiki kacung makelar
skenario berantakan bubar
pertunjukan dagelan vulgar ..."
Siapa yang dibisiki kacung makelar?
"Kau" dalam puisi Fadli dapat ditelusuri lewat kronologi peristiwa yang melatarbelakanginya. Peristiwa ini berlangsung saat Jokowi yang didampingi Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy mengunjungi kediaman Mbah Moen di Ponpes Al-Anwar, Sarang, Rembang pada 1 Februari 2019.
Kemudian, sebagaimana biasanya, Mbah Moen memanjatkan doa. Namun kali ini Mbah Moen salah menyebut nama. Dalam doanya itu, Mbah Moen menyebut "Prabowo", bukan "Jokowi".
Atas kesalahan tersebut, Romy kemudian memberanian diri membisikan kesalahan yang baru saja dilakukan Mbah Moen dalam doanya.
Maka jelas, karena yang berbisik kepada Mbah Moen adalah Romy, maka yang dimaksud "makelar" dalam "Doa yang Tertukar" adalah Romy.
Karena sosok yang dibisiki Romy adalah Mbah Moen, maka jelas "kau" dalam "Doa yang Tertukar" adalah Mbah Moen atau Kyai Maimun Zubair.
Karuan saja, hinaan Fadli ini menimbulkan reaksi keras, khususnya dari Nahdlatul Ulama (NU). Sejumlah aksi unjuk rasa pun kemudian digelar sebagai reaksi atas penghinaan yang dilakukan Fadli terhadap Mbah Moen.
Tetapi, kenapa Prabowo Subianto masih saja bungkam? Belum keluar sepatah kata pun dari Prabowo soal penghinaan Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon terhadap Mbah Moen. Bukan hanya diam seribu kata, Prabowo pun menunjukkan sikap yang berbeda antara penghinaan Fadli terhadap Mbah Moen dengan curhat Ratna Sarumpaet yang mengaku dianiaya dan divonis bersalahnya Ahmad Dhani.
Dalam kasus Ratna, tak lama setelah mendengar curhat Ratna yang mengaku dianiaya, Prabowo langsung menggelar konferensi press. Bukan hanya itu Prabowo pun mengutuk perbuatan yang dilakukan terhadap perempuan berusia 70 tahun itu sebagai tindakan represif dan pengecut.
Demikian pula terhadap Dhani, beberapa hari setelah Dhani divonis bersalah dan dipenjarakan pada 31 Januari 2019, Prabowo diberitakan akan menjenguk musisi berkepala plontos tersebut. Prabowo memang belum menjenguk Dhani, tetapi capres nomor urut 2 tersebut sudah menemui istri Dhani, Mulan Jameela dan merencanakan akan bersama-sama menjenguk Dhani.
Ada apa dengan Prabowo?
Ada sejumlah alasan yang mungkin melatarbelakangi bungkamnya Prabowo. Mungkin Prabowo masih menunggu momen yang tepat untuk menyampaikan pernyataannya terkait puisi anak buahnya yang jelas-jela menghina Mbah Moen. Mungkin juga Prabowo lebih memprioritaskan persiapan debat kedua Pilpres 2019 yang rencananya berlangsung pada 17 Februari 2019.
Kemungkinan lain Prabowo masih belum dapat menemukan isi pidato yang tepat. Jika salah, ujung-ujungnya justru bisa membuahkan blunder yang justru merugikan upaya pemenangannya.
Tetapi, tidak menutup kemungkinan jika Prabowo masih meninbang-nimbang dampak yang akan ditimbulkan "Doa yang Tertukar" terhadap tingkat elektabilitasnya. Karena bisa saja puisi karya Fadli Zon justru meningkatkan soliditas para pendukung Prabowo yang berasal dari kelompok-kelompok anti-NU.
Sebagaimana yang diketahui, sejak Pilpres 2014 kelompok-kelompok anti-NU memberikan dukugannya pada Prabowo. Bahkan bisa dibilang, kelompok-kelompok ini jauh lebih militan dari kader Gerindra sendiri. Karenanya, Prabowo pastinya tidak mau kehilangan pendukung setia serta militannya.
Selain itu, kelompok-kelompok anti-NU ini dibutuhkan Prabowo untuk menguatkan "Propaganda Rusia" bahwa pemerintah Jokowi anti-Islam. Sebagaimana diketahui, kelompok-kelompok anti-NU inilah yang menjadi ujung tombak atau corong propaganda penyebarluasan narasi Jokowi anti-Islam.
Kelompok-kelompok anti-NU yang memiliki jutaan jamaah ini bukan hanya bermain di ranah media sosial, melainkan juga turun langsung menemui calon pemilih di berbagai forum yang dikedoki acara keagamaan.
Lewat sejumlah forum, kelompok-kelompok ini menyampaikan narasi tentang adanya berbagai ancaman yang tengah dihadapi umat Islam di era pemerintahan Jokowi.Â
Dalam setiap ceramahnya, kelompok-kelompok ini pun tidak jarang meluapkan kebencian dan kemarahannya terhadap pemerintah Jokowi. Ceramah-ceramah mereka ini pun kemudian diunggah lewat Youtube sehingga menyebar luas. Â
Bagi Prabowo, narasi-narasi yang disampaikan oleh kelompok-kelompok anti-NU ini sangat mendukung strateginya dalam merontokkan tingkat elektabilitasnya Jokowi sekaligus mendongkrak tingkat elektabilitasnya yang masih berada jauh di bawah Jokowi.
Karenanya tidak mengherankan jika Prabowo sampai saat ini belum mengeluarkan pernyataannya terkait puisi "Doa yang Tertukar" yang diunggah Fadli Zon lewat akun Twitternya pada 3 Februari 2019 lalu.
Lewat sikap yang ditunjukkannya, terbaca jika Prabowo lebih mementingkan raihan suara atau kekuasaan tenimbang hubungan baiknya dengan NU.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H