Si Ibu menjawab, "Dede Yusuf."
Saat kedua jawaban Si Ibu digali, "Kenapa balon Gubernur yang pertama terlintas dalam pikiran Ibu adalah Gatot Swandito, tetapi, yang ibu pilih adalah Dede Yusuf?"
Jawaban Si Ibu, "Ibu lebih memilih Gatot Swandito untuk jadi calon mantu Ibu."
Apakah kejanggalan hasil survei PPS UIN SGD dikarenakan tertukarnya "popularitas" dengan "elektabilitas"?
Baca lagi,"Popularitas Dede Yusuf meningkat dari 15,68 persen menjadi 17,41 persen, Iwa Karniwa meningkat dari 8,99 persen menjadi 13,88 persen, dan Dedi Mulyadi naik dari 10,70 persen menjadi 11,60 persen."
Lanjutkan dengan, "Sedangkan elektabilitas Deddy Mizwar meningkat dari 16,30 persen menjadi 22,38 persen pada survei kedua.
Dede Yusuf dari 11,68 persen meningkat menjadi 12,57 persen. Iwa Karniwa melejit dari 2,55 persen menjadi 10,44 persen. Sedangkan elektabilitas Dedi Mulyadi meningkat dari 6,17 persen menjadi 10,08 persen pada survei kedua."
Perhatikan: (popularitas) Dedi Mulyadi naik dari 10,70 persen menjadi 11,60 persen." Dan "Sedangkan elektabilitas Dedi Mulyadi meningkat dari 6,17 persen menjadi 10,08 persen pada survei kedua"
Popularitas Dedi pada survei kedua adalah 11,60% sedangkan elektabilitasnya 10.06%.
Kalau popularitas dan elektabilitas Dedi tersebut tertukar, maka seharusnya popularitas Dedi 10,06% sedangkan elektabilitasnya 11,60%.
Sederhananya, popularitas Dedi di bawah elektabilitasnya. Jadi,.ada responden yang tidak mengenal Dedi tetapi memilihnya. Dalam sebuah survei, hal ini sangat tidak mungkin.