Begitu menggulung laman KOMPAS.COM, di situ tertulis, "Pada survei pertama, tingkat elektabilitas Ridwan Kamil melejit 55,11 persen, tetapi pada survei kedua menurun menjadi 40,40 persen. Sedangkan elektabilitas Deddy Mizwar meningkat dari 16,30 persen menjadi 22,38 persen pada survei kedua.
Dede Yusuf dari 11,68 persen meningkat menjadi 12,57 persen. Iwa Karniwa melejit dari 2,55 persen menjadi 10,44 persen. Sedangkan elektabilitas Dedi Mulyadi meningkat dari 6,17 persen menjadi 10,08 persen pada survei kedua."
Tingkat elektabilitas Ridwan Kamil 40,40%. Sementara Deddy Mizwar 22,38%.
Bagaimana mungkin elektabilitas kedua balon tersebut di atas tingkat popularitasnya?
Dan, kalau tingkat elektabilitas seluruh balon itu dijumlahkan hasilnya di atas 100%.
Bagaimana bisa?
Jangan-jangan KOMPAS.COM coba-coba main plintir hasil survei seperti yang pernah dilakukan oleh Metrotvnews.com (Seperti yang saya tulis di SINI)?
Setelah klik sana-sini, termasuk dari Detik.com. Ternyata, isinya sama seperti yang dipublikasikan KOMPAS.COM.
Syukurlah, KOMPAS.COM dan media online lainnya tidak seperti Metrotvnews.com yang mengubah tingkat popularitas menjadi elektabilitas. Mungkin Metrotvnews.com tidak mengetahui perbedaan antara popularitas dengan elektabilitas. Sama dengan tidak mengetahuinya media ini pada perbedan antara "kata" dengan "karakter".
Kalau begitu, mungkin PPS UIN UGD-lah yang salah.
Logikanya, tingkat popularitas pastinya di atas  atau sama dengan tingkat elektabilitas. Tidak mungkin popularitas lebih kecil atau rendah dari elektabilitas. Sebab, balon yang dikenali oleh responden belum tentu dipilih oleh responden yang bersangkutan.