Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pelaporan Anies Baswedan ke KPK Hanya Awal dari Serangan yang Sesungguhnya

11 Maret 2017   12:00 Diperbarui: 11 Maret 2017   12:30 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Anies Baswedan dilaporkan ke KPK terkait dugaan penyelewengan dana Frankfurt Book Fair 2015. Begitu isu utama yang mewarnai sejumlah media nasional pada Jumat, 10 Maret 2017, kemarin. Media memberitakannya sehari setelah tipikor yang diduga dilakukan oleh Calon Gubernur DKI 2017-2022 ini dilaporkan oleh Direktur Government Against Corruption and Discrimination  (GACD) Andar Situmorang.

Bagi pihak-pihak yang mudah termakan isu, tanpa berpikir panjang dan menengok kanan kiri, isu ini langsung disebarluaskan lewat berbagai media. Tetapi bagi yang memiliki sumbu sedikit saja lebih panjang, isu ini menarik bukan karena dugaan tipikor yang menyangkut salah satu pasangan calon dalam Pilgub DKI 2017, tetapi karena dua kejanggalan ini.

Pertama, isu ini sudah beredar seminggu setelah hari pencoblosan dan Goenawan Muhamad selaku Ketua Komite Nasional untuk pameran tersebut sudah membantah keterlibatan Anies. Dan, selepas klarifikasi dari Goenawan isu ini sudah meredup. Bahkan beberapa situs yang selama ini dikenal sebagai oenyebar hoax bercampur ujaran kebencian sudah menghapus artikel  yang terkait dengan isu ini.

Kedua, serangan dengan isu sensitif terhadap salah satu paslon masih terbilang terlalu dini. Jika mengingat serangan Antasari kepada SBY yang dilakukan hanya sehari jelang hari-H, maka seharusnya isu-isu sensitif baru akan digelontorkan pada hari-hari menjelang hari pencoblosan.

Melihat dua kejanggalan di atas, muncullah sebuah pertanyaan, apa sesungguhnya motif di balik pelaporan atas Anies tersebut? Atau, siapa di balik pelaporan ini? Apakah pelaporan ini hanya bermotifkan sensasi untuk mencari panggung popularitas bagi GACD dan direkturnya saja?

Hanya beberapa jam setelah pemberitaan tentang pelaporan terhadap Anies merebak, sejumlah media langsung mempublikasikan klarifikasi Goenawan. Menurut Goenawan, pelaporan atas Anies salah sasaran. Ditambahkannya juga, dana senilai 146 milyar sudah dianggarkan sebelum Anies menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Bisa dikatakan, laporan atas dugaan penyimpangan dana pameran buku yang dituduhkan kepada Anies ini mirip-mirip dengan laporan Tim Advokasi Anti Kebohongan Surakarta (TANGKIS) ke KPK. TANGKIS mendatangi KPK untuk menanyakan tindak lanjut dugaan korupsi Program Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta yang dilakukan oleh Jokowi semasa masih menjabat Walikota Solo. Sederhananya, laporan GACD ini mengada-ada. Atau, seperti yang dinyatakan Goenawan, laporan ini salah sasaran.

Menariknya, isu yang sudah dibantah tersebut kembali digoreng oleh sejumlah pihak untuk mempersepsikan Anies sebagai pelaku tindak pidana korupsi. Goenawan sendiri menyebut pelaporan atas Anis ini sebagai wujud dari ungkapan kebencian dalam kontestasi Pilkada DKI 2017.

Entah siapa dan entah pihak mana yang pertama kali menghembuskan isu yang bisa dibilang hoax ini. Tetapi, apapun itu, masih berkembangnya isu ini dapat menjadi gambaran bahwa isu yang sudah jelas-jelas hoax, atau setidaknya mengada-ada, pun dapat dimanfaatkan untuk menyerang lawan politik. Dan, lebih menarik lagi terus digoreng tanpa mengindahkan kalau isu tersebut sudah dibantah.

Masalahnya, isu yang menurut Goenawan sebagai wujud dari ungkapan kebencian inilah yang digunakan. Dalam situasi Pilgub DKI di mana antar kelompok bangsa saling berhadap-hadapan, tentu saja ungkapan kebencian dapat membahayakan. Bisa jadi, isu penyimpangan dana Pameran Buku ini hanyalah test the water sebelum isu yang lebih sensitif akan dimainkan jelang hari-H pencoblosan pada 19 April 2017 nanti.

Laporan atas Anies ini sudah barang tentu membumbui perang proxy yang tengah berlangsung secara masif di tanah air. Bagi dalang proxy war, ” Anies Vs Ahok” merupakan pintu masuk yang terbuka lebar untuk mengadu domba sesama anak bangsa. Kedua paslon Gubernur DKI ini memiliki latar belakang yang berbeda baik dari segi agama maupun etnis. Demikian juga dari sejarah panjang yang melatarbelakangi etnis keduanya.

Di sisi lain, keikutsertaan Ketua KPUD DKI Sumarno dalam rapat tertutup yang digelar timses Ahok mau tidak mau telah meningkatkan kecurigaan satu pihak ke pihak lainnya. Benar, pihak KPUD DKI sudah mengklarifikasinya. Tetapi, karena dilangsungkan secara tertutup, apapun klarifikasi KPUD Jakarta sulit diterima kebenarannya. Apalagi, isi dari klarifikasi tersebut bukanlah masalah yang harus dibicarakan secara tertutup.

Jelang puncak Pilkada DKI 2017 yang jatuh pada 19 April 2017, diperkirakan akan ada satu dua peristiwa yang berpotensi memancing kerusuhan. Jika berkaca pada peristiwa yang terjadi pada putaran pertama Pilgub DKI 2017, isu-isu hoax dapat menjadi pintu masuk terjadinya kerusuhan. Salah satunya adalah isu hoax yang disebarkan lewat pemasangan spanduk. Sampai saat ini belum diketahui siapa pemasang spanduk “SBY Provokator, NKRI Harga Mati”.

Spanduk “SBY Provokator, NKRI Harga Mati bisa dipasang oleh siapa saja dan oleh pihak mana saja, termasuk pihak-pihak yang tidak memiliki kepentingan dengan Pilgub DKI 2017. Sama halnya dengan dengan spanduk “Anti-Wayang”. Tetapi, ujaran-ujaran yang disampaikan lewat spanduk yang kemudian memviral lewat media sosial  tersebut berhasil membentuk persepsi buruk terhadap kelompok-kelompok tertentu.

Besar kemungkinan, jelang hari H pencoblosan akan muncul isu yang mirip dengan tuduhan Antasari Azhar kepada SBY. Sekalipu isu yang disampaikan oleh Antasari tersebut termasuk unconfirmed rumor, namun isu tersebut dianggap sebagai sebuah kebenaran sejati.

Jelang 19 April 2017 nanti, isu model Antasari ini bisa dilontarkan oleh pihak mana pun. Bisa oleh pihak Ahok-Djarot untuk menyerang lawannya. Bisa juga dilontarkan oleh pihak Anies-Sandi untuk menjatuhkan pesaingnya. Atau, bisa juga oleh pihak yang tidak terkait kedua paslon yang sedang mengadu nasib tersebut. Tetapi, dari mana dan untuk siapa serangan ala Antasari tersebut, tetap saja berpotensi menimbulkan gangguan keamanan jelang hari pencoblosan.

Menarik untuk ditunggu Antasari-Antasari lain yang akan melancarkan serangan jelang hari H pencoblosan dan dari pihak mana yang melontarkannya. Karena hoax atau tidaknya sebuah informasi yang disebarluaskan, pastilah sanggup mempengaruhi pilihan swing voter pada Pilgub DKI 2017.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun