Stop meributkan ulah preman Iwan Bonyok di TPS 27 Palmerah saat Pilgub
DKI 2017 yang digelar pada 15 Februari 2017 kemarin. Karena ada
persoalan lain yang justru lebih penting dari ngamuknya pendukung
Paslon Ahok-Djarot tersebut.
Ngamuknya pendukung Ahok-Djarot yang bernama asli Fredy Tuhenay ini,
menurut informasi yang diberitakan media, dimulai dari ditolaknya
calon pemilih oleh petugas KPPS. Petugas KPPS menolak karena si calon
pemilih hanya menunjukkan fotocopy KTP dan surat dari kelurahan (tidak
jelas surat yang dimaksud). Padahal jelas, menurut aturannya, pemilih
harus menunjukkan KTP asli atau identitas lainnya.
Karena ditolak, si calon pemilih menelepon Iwan. Kemudian datanglah
Iwan dan kawan-kawannya sesama pendukung Ahok, yang menurut informasi
menggunakan 15 sepeda motor. Jadi, minimal ada 15 orang yang datang
menggerudug TPS.
Iwan kemudian memaksa petugas KPPS untuk fleksibel atas aturan.
Sementara petugas KPPS bersikukuh untuk menegakkan aturan. Tetapi,
karena petugas KPPS membaca situasi yang bakal membawa petaka lebih
buruk lagi, akhirnya terpaksa melanggar aturan. Dan, akhirnya si
pemilih dengan fotocopy KTP itu diperbolahkan mencoblos.
Jadi, intimidasi Iwan Bopeng tersebut sudah menimbulkan satu
pelanggaran yang dilakukan oleh petugas KPPS. Di mana petugas KPPS
memperbolehkan  pemilih menggunakan hak suaranya tanpa menunjukkan
indentitas asli. Tapi, dengan alasan keamanan dan keberlangsungan
pelaksanaan pemilu di TPS tersebut, pastinya pelanggaran tersebut
masih bisa diterima.
Kalau diperhatikan, pemilih yang juga teman Iwan itu menggunakan
fotocopy KTP dan surat keterangan dari kelurahan (tidak disebutkan
juga dari kelurahan mana). Fotocopy KTP pastinya membuat petugas KPPS
tidak dapat mengetahui keaslian KTP aslinya. Demikian juga dengan
surat keterangan, petugas KPPS pastinya tidak akan mampu mengetahui
keotentikannya.
Masalahnya, intimidasi yang akhirnya melahirkan pelanggaran di TPS 27
itu diketahui karena adanya video keributan yang memviral.
Pertanyaannya, apakah intimidasi juga terjadi di TPS-TPS lainnya? Ada
berapa TPS yang mengalami intimidasi serupa yang akhirnya memaksa
petugas KPPS melakukan pelanggaran?
Kasus ngamuknya Iwan Bopeng ini sebaiknya diselidiki lebih dalam lagi.
Sebab tidak menutup kemungkinan pelanggaran serupa pun terjadi di
banyak TPS lainnya. Masalahnya, sebagaimana yang terjadi di TPS 27
Palmerah, saksi tidak membuat Berita Acara. Seharusnya, saksi dari
Paslon Agus-Sylvi dan saksi Paslon Anies-Sandy membuat Berita Acara.
Bisa jadi, kasus serupa juga terjadi di sejumlah TPS lainnya, tetapi
tidak diberitacarakan oleh saksi.
Masalah kedua, gegara Iwan Bopeng alias Iwan Kotak-kotak alias Iwan
Bonyok muncul Bang Japer (Kebangkitan Jawara dan Pengacara). Bang
Japer ini digalang oleh Forum Indonesia yang dimotori oleh Senator
Fahira Idris.
Bang Japer yang dibentuk untuk melawan aksi premanisme para pendukung
Ahok pada putaran kedua nanti. Rencananya, Bang Japer juga akan
mengawasi pelaksanaan pemilu TPS-TPS. Gagasan Fahira ini bagus. Dan
patut dihargai. Sebab ada sejumlah informasi yang memviral dalam
bentuk video yang menggambarkan terjadinya intimidasi terhadap petugas
KPPS.
Tetapi, karena pembentukannya dimaksudkan untuk melawan intimidasi
yang dilakukan oleh Paslon Ahok-Djarot, maka Bang Japer akan memihak
ke Paslon Anies-Sandy. Dan, tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan
bentrok fisik antara Bang Japer dengan pendukung Ahok-Djarot.
Lebih dari itu, munculnya kelompok macam Iwan Bopeng dan Bang Japer
malah berpotensi mengintimidasi pemilih dan saksi yang ada di TPS
tempat kelompok ini mendominasi. Misalnya, Di TPS X kelompok macam
Iwan Bopeng mendominasi, maka pemilih dan saksi akan terintimidasi
dengan keberadaan mereka. Demikian juga sebaliknya, di mana Bang Japer
mendominasi di TPS Y, pemilih dan saksi di TPS tersebut akan
terintimidasi oleh kehadiran Bang Japer.
Masalahnya, dalam pelaksanaan pemilu, tidak ada satu pun aturan yang
melarang keterlibatan kelompok macam Iwan Bopeng dan Bang Japer.
Apalagi, sebenarnya keterlibatan masyarakat dibutuhkan dalam
pelaksanaan pemilu. Hanya saja, bagaimana caranya agar atmosfer
intimidasi itu dapat diminimalisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H