Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola

SBY, Antasari Azhar, George Weah, dan Angka 14

21 Februari 2017   10:37 Diperbarui: 21 Februari 2017   10:50 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang masih ingat laga AC Milan Vs Hellas Verona pada musim kompetisi 1996/1997 yang digelar 8 September 1996 atau lebih dari 20 tahun yang lalu.?

Hampir sepanjang babak pertama, Verona yang datang ke markas Milan sebagai tim tamu ternyata mampu memanfaatkan permainan Milan yang tampil di bawah performanya tanpa arah. Bahkan, pada menit ke 24, Verona sanggup mencuri gol lewat De Vitis. 0-1 untuk Verona.

Memasuki babak kedua, skuad asuhan Arrigo Sacchi yang bermain di kandangnya sendiri, Stadion San Siro langsung tampil menyerang. Hasilnya, baru saja pertandingan babak kedua berlangsung 1 menit, gelandang Marco Simone berhasil mejebol gawang Verona. Skor manjadi seimbang: 1-1

Milan yang telah menemukan kembali gaya permainannya terus menekan pertahanan Verona. Berkali-kali Edgar Davids berhasil menerobos bertahanan Verona yang dikawal oleh Elvis Brajkovic. Sementara, umpan-umpan matang Zvonimir Boban sesekali mengancam gawang Verona. Dan, pada menit ke 66, Simone kembali mencatatkan namanya di papan skor. 2-1 untuk Milan.

Tetapi, 10 menit jelang peluit panjang ditiupkan, Milan seolah kehilangan tongkat sihirnya. Daerah pertahanan Milan yang dijaga oleh 4 pemain top dunia Franco Baresi, Chritian Panucci, Paolo Maldini, dan Demetrio Albertini berulang kali terkoyak. Keempat pemain belakang dengan kemampuan bermain di atas rerata pesepak bola dunia itu dipaksa kocar-kacir menahan serangan pasukan Verona yang menyerbu lewat segala arah.

Demikian juga dengan gelandang bertahan Milan, Marcel Desailly, yang kehilangan ketangguhannya. Desailly yang diplot di antara pemain belakang dan gelandang serang Milan nyaris tidak berkutik.

Mau tidak mau, serangan bertubi-tubi dari anak-anak Verona itu berhasil memaksa Boban, Simone, dan Davids mengurangi tekanannya. Ketiganya berhasil dipukul mundur di sekitar kotak pinalti Milan dan berjibaku bersama Desailly untuk menghalau serangan-serangan lawan.

Jelang babak kedua berakhir, Milan yang hanya unggul dengan 1 selisih gol harus mempertahankan 3 poin yang sudah di tangannya. Bagi Milan yang bermain di hadapan puluhan ribu pendukungnya sendiri, satu gol saja berhasil dicetakkan lawan, sama artinya dengan kekalahan.

Beberapa menit lagi pertandingan akan memasuki waktu injury time. Milan benar-benar dalam tekanan. Dan pada menit ke 84, pemain Milan yang tertekan terpaksa menghalau bola keluar lapangan di sisi kiri gawangnya. Di menit-menit yang menentukan itu Verona mendapat hadiah sepak pojok. Satu gol lagi bagi Verona, skor akan menjadi imbang 2-2.

Ancaman kehilangan kemenangan membuat Milan terpaksa menumpuk seluruh skuadnya di daerah pertahanan, termasuk George Weah sang ujung tombaknya.

Ketegangan meningkat sesaat setelah bola yang disepak pemain Verona melayang melintasi beberapa pemain Milan. Sekian detik kemudian terjadi kemulut kecil di depan gawang Milan. Bola yang dibuang begitu saja oleh pemain Milan jatuh ke kaki Weah. Menariknya, dalam situasi tertekan, Weah tidak memilih untuk menghalau bola. Ia lebih memilih untuk menggiringnya.

Sebagaimana layaknya pemain internasional dari Benua Hitam Afrika, Weah memiliki kecepatan, kemampuan giring, dan skil gocek bola di atas rerata pemain kelas dunia lainnya. Tidak heran kalau Weah menjadi pemain yang dianugrahi gelar pemain terbaik dunia, Eropa, dan tentu saja Afrika.

Dengan kemampuan individu yang dimilikinya itu, pemain asal Liberia yang kini menjadi politisi di negaranya, Weah membawa bola dengan kecepatan tinggi. Nyaris tanpa hambatan, Weah menggiring bola melewati garis tengah lapangan.

Melewati garis tengah, sejumlah pemain Verona berusaha menjegalnya. Berkali-kali bola lepas dari kaki Weah. Tetapi, Weah sanggup menguasinya lagi dan terus menggiring ke arah gawang Verona. Tiga pemain pemain Verona dilewatinya. Empat pemain lawan dilibasnya. Enam pemain Verona dibuatnya tidak berdaya.

Menyaksikan penampilan ujung tombaknya, sontak ketegangan Milanisti mendadak cair. Tepuk tangan pun bergemuruh seantero San Siro. Rekan satu tim Weah, Boban menyaksikannya peristiwa itu mengungkapan ketidakpercayaannya.

Weah terus menggiring bola mendekati kotak pinalti lawan. Satu pemain lagi yang harus dihadapi Weah: Penjaga gawang Verona, Attilio Gregori

Tapi, hadangan terakhir sanggup dilewati Weah. Dengan sekali sepak, bola melewati sisi kanan Gregori dan terus meluncur ke sudut kanan gawang Verona. Gol pun tercipta. Skor 3-1 untuk Milan.

Satu gol individu terindah yang dipersembahkan Weah kepada dunia. Gol yang kemudian dinobatkan sebagai gol terbaik dari Weah. Gol yang juga sekaligus mengambalikan tongkat sihir Milan yang terlepas. Satu gol yang akhirnya mengangkat mental pemain Milan sekaligus menjatuhkan mental pemain lawan. Sebuah gol yang melengkapi kemenangan Milan setelah Roberto Baggio menyarangkan si kulit bundar di menit ke 90. Skor 4-1 untuk Milan.

Pertandingan antara Milan vs Verona yang terjadi lebih dari 20 tahun itu sedikit banyak mirip dengan kondisi politik di tanah air belakangan ini. Kubu Cikeas yang mengajukan anak sulung SBY, Agus harimurti Yudhoyono, awalnya mampu menarik perhatian calon pemilih. Dari berbagai survei, tingkat elektablitas AHY mampu melewati dua paslon pesaingannya, Ahok dan Anies.

Tapi, jelang hari-hari terakhir waktu pemungutan suara, elektabilitas Agus mengendur. Serangan-serangan lawan, khususnya dari para pendukung Paslon Nomor 2, terus menekan elektabilitas AHY dan pasangannya Sylviana Murni. Sejumlah tipuan pemain Verona berhasil mengelabuhi pemain Milan dan mengancam gawang Milan yang dijaga oleh Sebastiano Rossi. Begitu juga dengan serangan hoax yang dilontarkan oleh kubu pesaing Agus.

Sebagaimana kesebelas pemain Milan yang tertekan di menit-menit akhir pertandingan oleh serangan Verona, demikian juga dengan AHY. Jika Milan terancam sepak pojok yang dieksekusi oleh Verona, maka AHY semakin tertekan oleh pernyataan mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang menuduh Cikeas terlibat dalam kriminalisasi atas kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen.

Pernyataan Antasari pada tanggal 14 Februari 2017 atau sehari jelang hari H pencoblosan tidak mampu dipatahkan oleh kubu Cikeas. Pendukung Cikeas malah asyik menyerang Antasari dengan menggunakan peluru-peluru masa lalu Antasari. Sementara, meski pernyataan Antasari itu belum teruji kebearannya, namun sejumlah situs hoax pendukung Jokowi-Ahok terus menerus mempersepsikan kalau pernyataan Antasari tersebut merupakan sebuah kebenaran yang mutlak.

Tetapi, SBY bukanlah pemain politik kemarin sore yang bisa dikalahkan dengan mudah. Justru dengan pernyataan Antasari tersebut, ia bisa menekan Presiden Jokowi bertanggung jawab sebagai Kepala Pemerintahan untuk menuntaskan kasus kriminalisasi atas Antasari yang sudah berskala nasional tersebut. SBY seharusnya seperti Weah yang tidak melepas bola buangan. Tetapi menggiringnya untuk mengancam lawan. Dengan isu kriminalisasi Antasari ini, SBY bisa memanfaatkannya untuk memojokkan Jokowi.

Ada yang menarik antara SBY, Antasari, dan Weah. Saat baru merumput di San Siro Weah bernomor punggung 14. 14 adalah angka yang menjadi tanggal kematian Nasruddin yang terjadi pada 14 Maret 2009. Dengan alasan angka 14 tersebut, Antasari membantah kalau tuduhannya kepada SBY dikaitkan dengan tanggal pelaksanaan Pilgub DKI 2017 yang jatuh pada 15 Februari 2017.

Setelah setahun bermain dengan nomor punggung 14, Weah mendapat nomor punggung 9. Nomor yang dikeramatkan bagi penyerang dalam kultur sepak bola Italia. Dan, angka 9 ini sangat identik dengan SBY yang lahir pada tanggal 9 bulan 9 tahun 1949. SBY kerap menggunakan angka 9 dalam segala hal, termasuk kebijakan politiknya. Celakanya, bagi kesebelasan Chelsea, angka 9 dianggap sebagai angka sial pembawa kutukan.

Dalam dunia politik nasib Weah berbeda jauh dengan SBY. SBY berhasil memenangi 2 kali Pilpres sebagai capres. Sementara Weah gagal dua kali dalam pemilu yang diikutinya, yang pertama sebaga capres, dan yang kedua sebagai cawapres.

Tapi, ada persamaan lagi antara SBY dengan Weah. SBY tengah mengorbitkan putranya AHY dalam peta politik nasional. Sedangkan, putra Weah, Timothy Weah sudah siap mengikuti jejak sang ayah. Saat ini putra Weah masuk dalam skuad U-17 Paris Saint-Germain. Bahkan sudah mampu menarik perhatian dunia lewat 5 Gol yang disarangkannya ke gawang Sanghai Shenhua dalam ajang Al Kass Internasional 2016.    

    

Dua artikel lainnya yang mengaitkan SBY dengan sepakbola.

SBY Seperti Ruud Gullit yang Paksa Jokowi Lakukan Blunder Keras

Seperti Spanyol vs Nigeria, Begitu Juga Jokowi vs SBY

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun