Serangan Antasari yang menusuk langsung ke jantung pertahanan Cikeas gagal diantisipasi. Cikeas pun luluh lantak oleh serangan cepat Antasari. Cikeas seolah kehilangan kemampuan komunikasinya. Para ahli starategi di sekitar Cikeas hanya sanggup melontarkan serangan balasan yang membabi buta. Masa lalu Antasari yang dtembakkan oleh Cikeas sudah menjadi rahasia umum. Sebaliknya, pernyataan Antasari tentang kasus yang menjeratnya sudah lama ditunggu-tunggu publik.
Sementara itu, kicauan Ibas bagaikan api besar yang membakar jantung pertahanan Cikeas. Tidak seorang pun dari kubu Cikeas yang terlihat berupaya memadamkan kobaran api “Wahai Rakyatku ...” Mencoba memadamkannya, sama saja dengan membakar dirinya sendiri.
Sialnya, “Wahai Rakyatku ...” yang dikicaukan Ibas sudah menjadi tato yang merajah dahi Cikeas. Sulit bagi Cikeas untuk menghilangkan tato permanen ini. “Wahai Rakyatku ...” menjadi prasasti dari berakhirnya politik dinasti wangsa Cikeas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H