Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Seperti Spanyol vs Nigeria, Begitu Juga Jokowi vs SBY

14 Februari 2017   11:42 Diperbarui: 14 Februari 2017   13:17 1614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu, 13 Juni 1998, dua kesebelasan bertemu di bakak penyisihan Piala Dunia 98 Perancis. Spanyol melawan Nigeria. Dengan penuh kepercayaan diri yang tinggi kesebelas pemain nasional Spanyol menginjakkan sepasang kakinya di atas rumput hijauh Stade de la Beaujore, Nantes.Sementara lawannya tidak mau kalah, kesebelas pemain asal negara Afrika tersebut mencoba mengimbangi kepercayaan diri para pemain asal tanah Eropa tersebut dengan berbagai cara. Ada yang memasang raut
wajah tegang. Ada yang masuk sambil melebarkan senyumnya. Ada jugayang masuk stadiun sambil menari-nari kecil.

Tepat pukul 14.30 waktu setempat wasit Esfandia Baharmast meniupkan pluit tanda pertandingan dimulai. Fernando Hiero pun mengawali kick off pertandingan kedua di Grup D yang disebut sebagai grup neraka Piala Dunia 98 tersebut. Sontak stadion dengan kapasitas 35.000 penonton itu riuh rendah dengan sorak-sorak.

Sebagaimana yang diperkiraka, pertandingan antara kedua kesebelasan tersebut berlangsung menarik. Saling serang dengan kecematan tinggi nyaris berlangsung di sepanjang pertandingan.Tepat menit ke-20, Hiero berhasil menceploskan gawang Nigeria yang dijaga Andoni Zubizarreta yang juga bertindak sebagai kapten tim.
Namun, kemenangan Spanyol tersebut tidak berlangsung lama. Pada menit ke-24, serangan cepat sebagai balasan Nigeria memaksa penjaga gawang
kesebelasan Spanyol memungut bola yang ditendang Mutiu Adepoju, Skor 1-1 bertahan sampai babak pertama berakhir.

Memasuki babak pertama, serangan cepat skuad Spanyol membuahkan hasil. Tendangan ujung tombak Spanyol Raul Gonzales pada menit ke-46 berhasil mengoyak gawang gawang yang dijaga Peter Rufai. Skor pun berubah 2-1 untuk Spanyol. Setelah ketinggalan 1 gol, kesebelasan Nigeria yang dilatih oleh Bora Milutinovic meningkatkan daya dobraknya. Manager asal Yugoslavia itu memanfaatkan kecepatan dan kelincahan para gelandang Nigereia yang berada di atas para pemain Spanyol.

Keseimbangan permainan pun sedikit demi sedikit bergesen. Nigeria mulai mendominasi permaianan. Tekanan demi tekanan dilancarkan pada pertahanan Spanyol yang dipunggawai oleh Angel Nadal, Albert Ferrer. Ivan Campo, Rafael Alcotra, serta Sergi Luis. Serangan-serangan deras para pemain Nigeria berhasil meningkatkan
tekanan psikologis pada para pemain Spanyol yang diasuh oleh Javer Clemente. Tepat pada menit ke-73 penjaga gawang Spanyol, Andoni Zubizarreta yang juga bertindak sebagai kaptem tim dipaksa memasukkan bola ke gawang yang dijaganya sendiri. Skor pun kembali imbang 2-2.

Dengan strategi yang sama persis, Negeria terus membombardir pertahanan lawan. Aliran bola para pemain Nigeria diarahkan ke wilayah yang dijaga oleh Campo. Setelah melewati Campo, barulah para gelandang Nigeria, seperti Agustine “Jajay” Okocha, Finidi George, Garba Lawal, serta Sunday Oliseh mengirimkannya ke tengah di mana Victor Ikeba menunggu.

Tentu saja Campo tidak sanggup menghadapi kelincahan gelandang-gelandang Nigeria. Sedangkan, Nadal yang bertubuh bongsor pun kalah duel meladeni Jajay. Hasilnya, pada menit ke-77, atau hanya 4 menit setelah blunder Zubizarreta, Oliseh berhasil menggetarkan gawang Spanyol. Skor pun menjadi 2-3 untuk Nigeria.

Ada yang menarik pada duel Spanyol Vs Nigeria ini, pada babak kedua terlihat sangat jelas jika serangan Nigeria masuk lewat sektor kanan pertahanan Spanyol. Di situ Milutinovic membidik kelemahan barisan lawan dengan memanfaatkan kelincahan gerak para pemainnya. Di sisi lain Clemente pun tidak tinggal diam. Berkali-kali ia memberi aba-aba kepada anak asuhannya untuk lebih tenang menghadapi gempuran skuad Elang Besi Nigeria.

Sekalipun Campo berkali-kali gagal mempertahankan wilayah yang menjadi tanggung jawabnya, Clemente tidak mengganti Campo dengan pemain bertahan lainnya. Keputusan Clemante ini membuat Spanyol terdesak. Berbagai blunder dilakukan para pemainnya. Hasilnya, tim asuhan Clemante merasakan kemasukan 2 gol dalam hitungan 4 menit.

Seperti Spanyol Vs Nigeria pada Piala Dunia 98, begitu juga dengan Jokowi Vs SBY. Sebegai Presiden RI yang tengah berkuasa, tentu saja Jokowi memiliki banyak kelebihan.Tetapi, SBY yang pernah berkuasa selama 10 tahun bukanlah sosok yang bisa dianggap enteng.

Sama seperti Milutinovic yang memanfaatkan titik lemah kesebelasan lawannya, SBY pun melakukan hal yang sama. Jika Milutinovic mengarahkan para pemain asuhannya untuk membombardir daerah pertahanan Spanyol yang dijaga oleh Campo, SBY membombardir Jokowi lewat sejumlah kasus yang menyeret Ahok.

Dengan terus menerus memanfaatkan kelemahan Campo, Milutinovic sedikit demi sedikit meningkatkan ball position tim asuhannya. Demikian juga dengan SBY yang terus menerus memanfaatkan isu Ahok untuk terus meningkatkan nilai tawarnya. Menariknya, sama seperti lini yang dijaga Campo, kelemahan-kelemahan
Ahok pun begitu vulgar terlihat. Sehingga orang yang paling awam sekalipun pun mampu menangkap dan menganalisanya.

Mungkin satu hal yang paling ditakuti oleh Milutinovic sepanjang babak kedua adalah ditariknya Campo oleh Clemente. Jika, Campo digantikan oleh pemain lainnya, bisa jadi akan terjadi keseimbangan permainan. Beruntung bagi pelatih berkacamata ini, Clemente tidak juga menarik Campo sampai peluit panjang dibunyikan.

Berbeda dengan SBY, jika Ahok gagal memenangi Cagub DKI 2017 atau hakim memutuskan Ahok bersalah dalam kasus penistaan agama, maka ia harus mencari isu baru yang akan dimanfaatkannya untuk menekan Jokowi. Jadi, sebenarnya Ahok sangat dibutuhkan oleh SBY dan lawan-lawan politik Jokowi. Bagi lawan-lawan politik Jokowi, Pilgub DKI 2017 hanyalah 45 menit babak pertama. Yang terpenting bagaimana memenangi pertandingan selama 90 menit yang akan ditentukan lewat Pilpres 2019.

Tapi, Ahok bukanlah satu-satunya pintu masuk bagi SBY dengan skuad yang diasuhnya. Perilaku buruk para pendukung Jokowi/Ahok serta media provokatifnya pun dapat dijadikan pengganti Ahok. Dalam Pilpres 2014, konten-konten PKSpiyungan den media sejenisnya diincar para pendukung Jokowi sebagai salah cara untuk meningkatkan kampanye negatif pada pasangan Probowo-Hatta.

Para pendukung Jokowi ini, termasuk media abal-abal penyebar hoax dan kebencian ini memiliki banyak perilaku yang dapat dijadikan amunisi bagi lawan-lawan Jokowi. Contohnya, adalah hujatan para pendukung Jokowi saat SBY menyampaikan doa kepada Tuhannya. Hujatan kepada seseorang yang tengah berdoa ini pastinya akan dikapitalisasi oleh para pendukung SBY atau lawan-lawan politik Jokowi sejak sebelum Pilpres 2019.

Demikian juga saat SBY bertanya kepada Presiden dan Kapolri. Para pendukung Jokowi menghina-dinakannya dengan sebegitu nistanya. Dari situ bisa ditarik kesimpulan kalau pendukung Jokowi anti-bertanya. Antibertanya karena tahu segalanya. “All seeing Eyes” begitulah gambaran perilaku para pendukung Jokowi.

Belum lagi perilaku pendukung Jokowi yang kerap menghinadinakan para ulama dengan sebegitu rendah serta nistanya. Tentu saja, dengan perilakunya tersebut para pendukung Jokowi akan diopinikan sebagai antiagama, anti-Islam, dan lain sebagainya.

Belum lagi, ada salah seorang pendukung Jokowi. Ahok yang menghinakan penjuang kemerdekaan RI. Menghina pejuang hanya mungkin dilakukan oleh penjajah atau mereka yang menghamba pada penjajah. Dengan kata lain, perilaku menghina para pejuang adalah cerminan mental penjajah atau antek-anteknya yang berkhianat kepada perjuangan para pejuang NKRI.

Maka, jangan heran kalau SBY terus mencuitkan curhatnya lewat akun Twitternya. Bagi SBY itu sama saja dengan menabuh irama gendang. Sementara, para pendukung Jokowi berasyik masyuk berjoget mengikuti gendang yang ditabuh SBY. Tanpa, disadari para pendukung Jokowi berikut situs-situs pendukungnyam kalau mereka telah memberi sejumlah amunisi yang akan dimanfaatkan untuk merontokkan elektabilitas Jokowi.

Lewat media, SBY tahu persis kalau cuitannya direspon dengan buli oleh para pendukung Jokowi. Tetapi, itulah strategi komunikasi SBY. SBY tidak akan menanggapinya. Dan SBY akan terus men-twitt dengan tidak menghiraukan cibiran, hujatan, makian, cacian, dll yang di alamatkan kepada dirinya dan keluarganya.

Sama seperti Bora Milutinovic, SBY akan memanfaatkan titik lemah Jokowi, sebelum mengandaskannya di 2019. Tentu saja dengan catatan Jokowi dapat bertahan dan nyapres pada Pilpres 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun