Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Sedikit Pertanyaan untuk Pendukung Jokowi/Ahok Sebelum Menghujat SBY, FPI, Ulama, dll

6 Februari 2017   10:24 Diperbarui: 4 April 2017   17:54 1580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pernahkah terpikirkan oleh para pendukung Jokowi tentang arah “membalnya" bola jika FPI dan ormas Islam lainnya terus ditekan? Arahnya tidak lain dan tidak bukan selain mencelat ke warga keturunan Tionghoa. Arah mencelatnya bola ini sudah bisa terbaca dari provokasi-provokasi yang menyebar di dunia nyata dan dunia maya. Apakah ini yang dikehendaki oleh Jokowi? Atau oleh lawan politik Jokowi?

Menariknya, tekanan-tekanan kepada FPI CS itu dilakukan secara vulgar hingga mudah diserap oleh orang awam sekalipun. Contohnya adalah
bentrok terbuka antara massa FPI dengan massa GMBI di depan Kapolda Jabar. Apa kepentingan massa GMBI berada di Mapolda Jabar untuk
berhadapan dengan massa FPI? Tidak ada kepentingan sama sekali. Tetapi, kok bisa massa GMBI yang datang dari berbagai daerah di Jabar
berada di Mapolda? Dan parahnya lagi, Kapolda Jabar Irjen. Anton Charliyan diketahui sebagai Dewan Pembina GMBI.

Demikian juga dengan kedatangan TKA ilegal asal China. TKA ilegal asal China sudah ada sejak masa pemerintahan sebelumnya, tetapi baru pada
masa pemerintahan Jokowi persoalan ini membesar, kalau tidak mau dikatakan dibesarkan. TKA ilegal asal China ditangkap di berbagai kota. Kalau dihitung jumlahnya sudah belasa ribu TKA ilegal China yang ditangkap. Diberitakan juga ada TKA ilegal asal China yang menjadi
petani di Bogor. Menariknya, TKA ilegal asal Chna itu memiliki SIM dan NPWP.

Tapi, dari serentetan peristiwa, ada satu pertanyaan, siapa agen penyalur TKA ilegal asal China tersebut. Kok bisa, orang China datang ke Indonesia langsung ditempatkan di sejumlah perusahaan Logikanya, pasti ada agen penyalurnya. Pertanyaannya, kenapa agen penyalur ini tidak pernah diusik? Apakah terkait dengan pemasukan uang yang berjumlah besar?

Dalam kasus e-KTP ganda atau palsu, kenapa sikap Bawaslu DKI sejalan dengan Djarot, sebaliknya bertentangan dengan lawan Djarot? Bukankah
laporan adanya e-KTP ganda itu ditanyakan oleh kubu Agus dan Anies? Kenapa pula Bawaslu DKI mengancam akan memidanakan setiap pelapor
adanya e-KTP palsu atau ganda ini karena dianggap menyebarkan berita hoax?

Dan, masih banyak kejanggalan lainnya yang terlalu vulgar dipertontonkan kepada masyarakat. Salah satunya perlakuan KPK terhadap Ahok. Baru dalam kasus dugaan korupsi RS Sumber Waras, KPK memasukkan unsur adanya niat jahat. KPK lupa korupsi adalah kejahatan kerah putih yang banyak dilakukan oleh orang cerdas. Para koruptor yang cerdas itu pastinya berpikir bagaimana menutupi ulah korupnya. Kalau unsur niat jahat itu diberlakukan, maka KPK hanya bertindak setelah ada laporan hasil penyadapan. Bukankah ini yang terjadi dalam penuntasan korupsi sekarang ini?

Kemudian dalam kasus reklamasi, pada 5 April 2016 KPK mengatakan dengan tegas ada nama tersangka baru yang akan diumumkan. Ketegasan
KPK ini kembali diulang pada 25 April 2016. Nyatanya, sampai 6 Februari 2017 belum satu pun nama tersangka baru yang diumumkan. Belum lagi kasus diskresi, kasus jual beli lahan Cengkareng dan Kedutaan Besar Inggris. Jadi jangan harap KPK di bawah pimpinan Agus Rahardjo ini akan menindaklanjuti kasus-kasus korupsi yang terkait Ahok? Pertanyaannya ada apa di balik enggannya KPK mengusut tuntas kasus-kasus yang membelit Ahok tersebut?

Kemudian yang paling menarik adalah pemeriksaan Sylviana Murni oleh Polri. Sampai sekarang tidak jelas siapa yang melaporkan Sylvi dan kapan kasus ini dilaporkan kepada Polri. Tetapi secara vulgar Polri begitu cekatan memeriksa Sylvi yang juga rival Ahok pada Pilgub DKI 2017. Sebaliknya, dugaan korupsi Bansos senilai 10 triliun yang dilakukan Ahok yang dilaporkan oleh Budgeting Metropolitan Watch sejak 8 Desember 2016 masih didiamkan. Polri seolah tidak menggubris adanya laporan yang menyebut nama Ahok, padahal pelapornya jelas tanggal pelaporannya juga jelas. Perbedaan perlakuan yang sangat vulgar antara Sylvi dengan Ahok ini menimbulkan pertanyaan, ada apa di balik semua ini?

“Ada apa di balik semua ini?” pastinya akan memunculkan banyak jawaban. Apakah Ahok memang dilindungi oleh institusi penegak hukum? Ataukah dijadikan umpan untuk menggembosi Jokowi? Dengan adanya kesan kalau Ahok dilindungi, maka akan memunculkan persepsi adanya ketidakadilan pada masa pemerintahan Jokowi. Dan, di mana-mana, di belahan dunia mana pun, ketidakadilan akan ditebus dengan revolusi atau people power.

Sebagaimana kepada SBY, para pendukung Jokowi selalu memandang para anti-Jokowi sebagai kelompok orang yang tidak punya otak dan berhati.
Saat peristiwa Aksi 212 pada 2 Desember 2016, para pendukung Jokowi menuliskan sebuah skenario kalau pengunjuk rasa akan terdiam jongkok
di tempat begitu militer menodongkan senjatanya. Kalau ada yang bangkit melawan, peluru pun akan menyalak.

Skenario di atas sangat diyakini oleh para pendukung Jokowi/Ahok. Padahal dalam kenyataannya, peope power sangat berbeda dari pemberontakan militer. Pemberontakan militer bisa ditumpas oleh militer pro pemerintah, sedangkan people power tidak. Dalam menghadapi people power, penguasa lebih memilih untuk mundur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun