Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Terbongkarnya Korupsi IT KPU dan Tuduhan Kecurangan SBY pada Pilpres 2009

30 Januari 2017   11:09 Diperbarui: 4 April 2017   18:13 8547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bebasnya Antasari Azhar membuahkan banyak spekulasi. Selain spekulasi tentang adanya konspirasi pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, bebasnya mantan ketua KPK ini juga disebut-sebut memiliki informasi terkait dugaan karupsi pengadaan IT KPU untuk Pemilu 2009.

Menariknya, informasi terkait dugaan korupsi pengadaan IT KPU ini dikaitkan dengan terjadinya kecurangan dalam Pemilu 2009, khususnya Pilpres 2009 yang dimenangkan oleh pasangan SBY-Boediono. Spekulasi akan dibongkarnya kecurangan Pemilu 2009 lebih kencang terdengar lagi setelah Antasari menemui Presiden Jokowi di Istana pada 26 Januari 2017. Sebelum pertemuan tersebut, Presiden mengabulkan permohonan grasi yang diajukan oleh Antasari.

Spekulasi akan dibongkarnya kecurangan Pemilu 2009 ini terus menguat pasca kehadiran Antasari pada debat Paslon Gubernur DKI ke pada 27 Januari 2007. Di mana dalam acara debat tersebut Antasari duduk di antara pendukung Ahok. Posisi duduknya Antasari ini bukan saja menunjukkan dukungan Antasari kepada Ahok, tetapi juga perlawanan terhadap mantan Presiden SBY.

Pertanyaannya, benarkah pengungkapan kasus dugaan korupsi pengadaan IT KPU akan berujung pada terbongkarnya kecurangan Pemilu 2009?

Jawabannya sangat sederhana. Korupsi pengadaan IT KPU untuk Pemilu 2009 tidak ada hubungannya dengan sistem elektronik Pemilu 2009. Korupsi pengadaan IT KPU hanyalah mark up atas pembelian perlengkapan IT yang digunakan dalam penyelenggaraan Pemilu 2009 dan tidak ada kaitannya dengan sistem IT pemilu. Karena korupsi pengadaan IT KPU dan sistem IT KPU adalah dua hal yang berbeda. Ibaratnya, korupsi pembelian motor. Apakah korupsi pembelian motor terkait mesin pada motor? Tentu tidak!

Dan, kalau pun korupsi pengadaan IT KPU 2009 terkait dengan sistem IT Pemilu 2009, dalam artian dapat mengubah angka-angka hasil perolehan suara pada Pemilu 2009, maka keterkaitan ini pun tidak bersinggungan dengan kecurangan Pemilu 2009. Dengan kata lain, dugaan korupsi pengadaan IT KPU 2009 tidak ada kaitannya dengan kecurangan Pemilu 2009.

Sejak pemilu pertama digelar sampai pemilu terakhir, perolehan suara para kontestan pemilu didapat secara manual, bukan secara elektronik. Perolehan angka manual tersebut bersumber dari Form C1 yang berasal dari setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) penyelenggara pemilu.

Dalam Form C1 terdapat beberapa kolom, antara lain, jumlah pemilih yang dibagi menjadi pemilih lelaki dan perempuan, jumlah pemilih berdasar Daftar Pemilih Tetap (DPT), pengguna hak suara dari DPT, pengguna hak suara non DPT, perolehan suara, suara tidak sah, dan lainnya. Setiap kolom dalam Form C1 saling kait dengan dengan yang lainnya. Karenanya salah mengisi satu kolom saja merupakan kesalahan total dari Form C1.

Form C1 yang merupakan hasil rekaman penyelenggaraan pemilu dalam bentuk angka-angka ini, bukan hanya ditandatangani oleh semua anggota KPPS, tetapi juga oleh semua saksi kontestan pemilu. Kemudian setiap saksi mendapat satu copy Form C1.

Rekaman manual hasil penyelenggaraan pemilu di setiap TPS dalam bentuk angka yang tercatat dalam Form C1 ini kemudian direkapitulasi di tingkat Kelurahan. Pada saat itu semua saksi menghadiri acara tersebut. Dari kelurahan catatan tersebut dibawa ke tingkat kecamatan dan demikian seterusnya sampai tingkat nasional yang diadakan oleh KPU pusat. Rekaman manual yang merupakan rekapitulasi dari Form C1 inilah yang ditetapkan oleh KPU sebagai hasil pemilu.

Jadi jelas, IT KPU tidak ada kaitannya dengan hasil rekapitulasi yang diperoleh oleh KPU secara manual. Tidak ada hubungannya antara perolehan suara yang diambil secara elektronik dengan perolehan suara yang dicatat ke dalam selembar kertas.

Dengan demikian, sekalipun terjadi korupsi pengadaan IT KPU dan perolehan suara oleh IT KPU tersebut menempatkan SBY-Boediyono sebagai pemenang Pilpres 2009, tetap saja data yang digunakan dan ditetapkan oleh KPU adalah data yang diperoleh secara manual lewat Form C1. Dan pasangan SBY-Boediono ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2009 oleh KPU atas rekapitulasi form C1 dari tingkat TPS sampai tingkat pusat.

Demikian juga dengan berbagai tudingan kecurangan Pilpres 2014 yang dilakukan oleh Jokowi-JK. Terbukti, semua kesaksian dalam sidang gugatan di MK tidak dapat membuktikan adanya tindakan kecurangan pemilu 2014 oleh Jokowi-JK. Dalam gugatan tersebut banyak saksi, yang rerata berasal dari PKS, yang tidak melihat langsung, alias “katanya-katanya”. Ada juga saksi yang tidak memahami pengisian Form C1 sehingga kelimpungan saat dtanya oleh hakim MK.

Ada informasi tentang kecurangan Pilpres 2014 oleh Jokowi-JK yang disebarluaskan oleh pengamat intelijen Umar Abduh, Umar menyampaikan segala bentuk kecurangan itu dalam video yang diunggah ke Youtube. Dalam video itu Umar mengaku mendapat bocoran dari TNI/Polri yang menyatakan Prabowo menang pilpres dengan perolehan 54% suara. Ditambahkan oleh Umar, informasi intelijen yang diperolehnya itu bersifat rahasia dan hanya diberikan kepada Cikeas sebagai usernya. Kata Umar, personel TNI/Polri mendapat hasil perhitungan suara dari hasil pemotretan di TPS. Dan, tidak ada yang berani melarang aktivitas personel TNI/Polri di TPS tersebut. Masih kata Umar, data TNI/Polri lebih lengkap karena memuat data golput.

Jelas informasi yang disebarluaskan oleh Umar ini tidak lebih dari kebohongan yang sangat bodoh. Karena dalam kenyataannya, bukan hanya personel TNI/Polri yang diberi hak memotret aktifitas di TPs, tapi semua anggta masyarakat bisa memotret TPS dari mulai dibuka sampai ditutup. Bahkan, setelah proses pengitungan suara selesai dan angka-angka dicatat dalam satu lembar besar, semua orang boleh memotretnya tanpa ada larangan.

Umar pun berbohong menyebut hanya TNI/Polri yang memiliki data golput. Umar mungkin belum pernah melihat Form C1 di mana di dalamnya tercatat berbagai data, termasuk jumlah golput, jumlah suara tidak sah, jumah kertas suara rusak.

Lebih lucu lagi, dalam videonya itu Umar juga menyebut ditemukannya data yang jomplang pada PPK dan KPU. Mungkin Umar tidak tahu kalau PPK yang merupakan singkatan dari Panitia Pemilihan Kecamatan itu bagian dari KPU. Sementara, data PPK dan KPU juga berasal dari sumber yang sama, yaitu Form C1.

Dan, yang tidak kalah menarik adalah informasi dari Akbar Faisal yang menyebut adanya kecurangan Pilpres 2009 yag dilakukan oleh Jokowi-JK. Menurut politisi Nasdem ini, Jokowi-JK mengubah perolehan suara dengan dengan menggunakan mobil penyedot data yang tidak ternilai harganya. Masih kata kader terbaik Nasdem ini, mobil peyedot suara itu dibeli oleh Luhut Panjaitan dan diparkir dekat dengan kantor KPU.

Pernyataan Akbar yang juga anak buah Surya Paloh ini sama ngawurnya dengan Umar dan yang lainnya. Sama dengan Umar dan penyebar hoax lainnya, politisi Senayan ini tidak paham kalau hasil perolehan suara didapat dari cara manual yang bersumber dari Form C1. Maka, kalaupun mobil penyedot suara seperti yang dikatakan oleh kader terbaik Nasdem itu ada, maka penyedotan suara tidak akan mengubah hasil ketetapan Pilpres 2014.

Belakangan, beredar juga informasi kalau ada sejumlah TPS siluman di sejumlah lokasi di Jakarta oleh timses Ahok. Logikanya, kalau TPS siluman itu ada, maka siasat licik ini akan mudah terbongkar begitu dilakukan rekapitulasi di kelurahan sehari setelah hari pencoblosan. Karena pada saat rekapitulasi, setiap timses akan segera mengetahui adanya TPS yang tidak diumumkan sebelumnya.

Keberadaan setiap TPS pastinya diketahui oleh semua tim sukses. Dari setiap TPS, timses mendapat salinan DPT sebelum pemungutan suara dimulai dan copy Form C1 setelah pengitungan suara selesai. Kalau ada TPS siluman, timses akan bertanya di mana lokasinya, mana DPT-nya, dan mana tanda tangan saksi setiap konstestan.

Curang dalam pemilu sangat mungkin. Banyak sekali celah untuk melakukannya, mulai dari DPT ganda, mobilisasi massa lewat Form C5, mobilisasi massa lewat penggunaan KTP, dan masih banyak lagi. Tetapi, kecurangan pemilu tidak mungkin dilakukan setelah proses penghitugan suara selesai. Karena pada proses tersebut semua data sudah dipublikasikan. Semua orang bisa mencatat atau bahkan memotretnya.

Benar, perolehan suara yang tercatat dalam Form C1 bisa dijualbelikan. Tetapi, tindakan ini harus dilakukan bersama-sama oleh kontestan, timses kontestan, baik si penjual maupun si pembeli suara, dan penyelenggara pemilu. Misalnya, caleg A dari partai X yang memperoleh 5 suara menjual suaranya pada caleg B dari partai X atau caleg C dari partai Y. Dan, jual beli suara itu dilakukan dengan mengubah angka-angka pada Form C1.

Pertanyaannya, adakah peristiwa jual beli beli suara pada Pilpres 2009 dan Pilpres 2014? Sampai sekarang tuduhan itu tidak pernah ada yang menyampaikan. Dan, memang sangat tidak mungkin terjadi jual beli suara dalam proses Pilpres, Pilgub, Pilbup, dan Pilwalkot karena jumlah kontestan dalam pemilu tersebut sangat sedikit sehingga sangat mudah dipantau.

Jadi, spekulasi tentang akan terbongkarnya kecurangan Pilpres 2009 oleh SBY-Boediyono setelah ditindaklanjutinya lagi korupsi pengadaan IT KPU hanyalah kampanye hitam yang dilontarkan oleh kubu anti-Cikeas. Disebut kampanye hitam karena spekulasi ini tidak lebih dari hoax yang tidak berlandaskan logika sama sekali, apalagi fakta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun