Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jelang Aksi 2511, Proxy War Makin Menggila

17 November 2016   12:37 Diperbarui: 17 November 2016   12:45 2560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bisa dibilang Pilgub DKI 2012 menjadi tonggak baru dalam perang proxy di Indonesia. Sejak saat itu segala macam isu untuk mengadu domba dilontarkan. Tonggak tersebut semakin kuat tertanam begitu memasuki masa Pilpres 2014.

Lepas Pilpres 2014 upaya mengadu domba belum juga mengendur. Semenjak momen itu terjadi berbagai upaya adu domba, Sunni vs Syiah atau Cina vs etnis lainnya. Serangan-serangan berupa ujaran kebencian terhadap penganut Syiah dan keturunan Cina terjadi silih berganti. Seperti roda yang terus diputar. Tetapi upaya ini gagal. Baik penganut Syiah maupun warga keturunan Cina tidak menanggapinya.

Kegagalan merupakan kesuksesan yang tertunda. Begitu kata banyak orang bijak. Kenapa gagal? Begitu pertanyaan yang mengemuka. Dan, jawabannya sangat sederhana: Karena bertepuk sebelah tangan. Maka diciptakanlah “tangan” satunya agar bisa bertepuk, bahkan berbunyi keras. Masalahnya, bagaimana menciptakan “tangan” satunya.

Kedua tangan bisa bertepuk dan menimbulkan bunyi nyaring kalau ukurannya sama. Tidak mungkin terdengar tepukan kalau satu tangan berukuran besar sementara tangan satunya berukuran mini.

Setidaknya sejak pertengahan 2015 tepukan-tepukan kecil mulai terdengar. Saat itu pengumpulan KTP untuk Ahok sudah mulai digalang. Letupan-letupan kecil sudah mulai terjadi menyusul ujaran-ujaran yang dilontarkan oleh pendukung Ahok yang kemudian dikenal dengan nama Ahoker. Dari situlah upaya adu domba mulai menemukan bentuknya. Sedikit demo sedikit pendukung Jokowi sewaktu ditarik untuk membentuk satu “tangan” lainnya. Dan, dua tangan yang sama besar sama kuat sudah terbentuk. Sempurna!

Kemudian provokasi-provokasi dilontarkan lewat tangan-tangan ada di masing-masing kubu. Setiap provokasi yang dilontarkan itu kemudian tanoa sadar disambut dan diteruskan oleh masing-masing “komunitas”. Bummm...!

Selama 2016 lontaran provokasi yang mengadu domba semakin gencar. Pilgub DKI 2017 pun menjadi pintu yang dimanfaatkan secara maksimal. Pintu semakin membuka lebar setelah Ahok mengucapkan kata-kata yang dinilai menistakan Al Quran.  

Provokasi yang dilontarkan tersebut dibungkus dengan generalisasi. Akibatnya, jumlah “komunitas” masing-masing kubu meningkat. Satu pihak menyebut phak seterunya sebagai anti-Islam, komunis, penjajah, hater, dll. Sementara pihak yang disebut sebagai anti-Islam menyebut lawannya sebagai anti-NKRI, anti-Pancasila, radikal, teroris, hater, anti-kebhinekaan, dll.

Kedua kubu menutup mata atas fakta yang sebenarnya. Faktanya, tidak semua yang kelompok yang menuntut penegakan hukum atas Ahok tidak anti-NKRI, anti-Pancasila, radikal, teroris, dll. Ada NU, Muhammadiyah, Majelis Rasulullah, dll. Demikian juga sebaliknya, tidak semua non-muslim dan etnis Cina membela Ahok. Bahkan sejumlah kelompok non-muslim dan etnis Cina ikut turun dalam aksi demo 411.

MUI sebagai lembaga ulama berhimpun tidak luput dari serangan. Bergabai hujatan disarangkan kepada MUI. Mulai dari fitnah korupsi, penghasutan, sampai politisasi. Malah setelah mengeluarkan keputusannya tentang kasus Ahok, MUI pun diopinikan sebagai provokator.

Banyak juga yang menuding keputusan MUI itu keluar akibat desakan. Benar, MUI mengeluarkan pernyataannya akibat desakan. MUI didesak oleh situasi yang semakin memanas. Jika situasi itu tidak diredam, diperkirakan akan menimbulkan aksi-aksi di luar kendali. Dan ini sangat berbahaya.

Lewat keputusan yang dikeluarkan pada 11 Oktober 2016, MUI menyerukan untuk membawa kasus ke ranah hukum. Kalau memperhatikan media sosial, setelah keputusan MUI itu dikeluarkan, netizen sudah tenang. Tetapi, ketenangan tersebut hanya berlangsung selama beberapa jam dan kembali memanas setelah mendengar pernyataan Nusron Wahid di ILC yang ditayangkan oleh TV One.

Aksi unjuk rasa 411 menjadi saluran aspirasi rakyat yang menuntut keadilan ditegakkan. Aksi ini diikuti pendemo yang jumlahnya sangat besar. Jika hitungan ruas jalan yang dipenuhi pendemo itu benar seluas 250 ribu meter persegi, maka minimal ada 1 juta pendemo yang turun saat 411.

Ternyata 411 bukan aksi unras terakhir. Direncanakan akan ada unras berikutnya. Sebagaimana yang dikatakan Emha Ainun Nadjib beberapa hari sebelum 4 November 2016, demo 411 baru rakaat pertama. Emha benar, belakangan ada kelompok yang merencanakan akan menggelar unras pada 25 November 2016 (2511)

Aksi 2511 pastinya berbeda dengan aksi 411 dan 1410 (unras yang digelar pada 14 Oktober 2016. Pada 1410 pendemo murni menyuarakan penegakan hukum yang dinilai berjalan lamban. Demikian juga dengan 411. Hanya saja pada saat 411, sudah mulai terbaca dengan sangat jelas ada penyusup sekaligus provokator yang memanfaatkan aksi tersebut. Setidaknya dua upaya provokasi yang dilancarkan pada siang hari berhasil dijinakkan oleh pendemo. Tetapi, seperti yang diduga sebelumnya, pada malam hari lepas Magrib ketika aparat keamanan sudah lelah bak fisik maupun mentalnya, provokasi kembali dilancarkan. Beruntung pedemo berhasil menahan diri dan membuat dinding pembatas sehingga antara provokator dan pendemo terbentuk jarak.

Pasca-411 upaya adu domba semakin menjadi. Buya Safi’i Maarif yang dinilai membela Ahok dihujat habis-habisan. Dari kubu lainnya melontarkan tuduhan kalau aksi 411 didanai oleh aktor politik. Bahkan ada yang menuduh Habib Rizieq mengutil dana kucuran tersebut untuk membeli sedan mewah Jaguar. Bahkan, Pendeta Gilbert mendesak KPK untuk mengusut aliran dana kepada pendemo.

Gelar perkara kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok terus bergulir di kepolisian. Saat gelar perkara, ada upaya untuk menghadirkan ulama asal Mesir sebagai saksi ahli. Di tengah semakin kencanganya upaya adu domba, tentu saja rencana ini sangat mengkhawatirkan. Peristiwa serupa juga nyaris terjadi saat ada kelompok yang mencoba menghadirkan Syeik Arifi yang dikenal sebagai provokator konlik Suriah. Beruntung MUI bertindak cepat. Ulama Mesir itu pun kembali ke negerinya. Belakangan diketahui kalau ulama Mesir itu tidak mengetahui kalau dirinya akan dihadirkan sebagai saksi ahli. Ia datang ke Indonesia untuk berceramah keagamaan.

Di hari penetapan Ahok sebagai tersangka, kedua belah pihak saling melontarkan ujaran-ujaran provokatif.  Rencana 2511 semakin menggeliat. Seruan rush money berseliweran di jejaring sosial. Melihat dampak buruk yang bisa terjadi jika 2511 dilaksanakan, para ulama mencoba meredam. Habib Rizieq mengambil jarak dengan penggagas aksi 2511. Pemerintah menghimbau aksi 2511 dibatalkan. Sederhananya saat ini semua pihak tengah berupaya meredam aksi 2511.

Para ulama mengucapkan terima kasih kepada kepolisian yang telah menegakkan keadilan sesuai hukum yang berlaku. Para ulama pun melihat Presiden Jokowi tidak mengintervensi dalam kasus ini. Upaya ulama dan berbagai pihak untuk mendinginkan situasi ini mendapat perlawanan dari kedua “tangan” yang sedang bertepuk.

Suara tepukan semakin kencang. Satu pihak mencurigai kalau penetapan Ahok sebagai akal-akalan pemerintah. Pihak di seberangnya justru mengopinikan adanya upaya Jokowi untuk menyelamatkan Ahok. Seruan lewat #PredidenNetral dan #JokowiNetral pun kandas. Kedua pihak sama-sama mengopinikan Jokowi menjadi sumber masalah penegakan hukum di negeri ini.

Kunjungan Jokowi ke berbagai markas militer digaungkan sebagai upaya untuk menakut-nakuti rakyat. Sementara di kelompok lain diserukan kalau kunjungan Jokowi itu dalam rangka konsolidasi guna menghadapi kelompok 411 yang dipersepsikan akan melancarkan makar.

Aksi 2511 pastinya akan lebih sulit dikendalikan mengingat tidak adanya tokoh kharismatik yang memimpinnya. Aksi ini rencananya akan diikuti oleh ribuan buruh, mahasiswa, LSM, dan berbagai elemen masyarakat lainnya. Parade Bhineka Tunggal Ika yang bakal digelar oleh pendukung Ahok akan menguatkan upaya adu domba. Kelompok parade ini diperkirakan akan menstigma peserta akse 411 sebagai musuh negara, musuh kebhinekaan, teroris, dll. Muatan-muatan yang dilontarkan oleh peserta parade ini pastinya akan semakin memanasi situasi.

Jadi semakin jelas kalau Jokowi dirontokkan oleh lawan dan yang mengaku sebagai pendukungnya sendiri. Tidak heran kalau lewat situasi seperti ini, Jokowi semakin tersudutkan. Salang bicara sedikit, bisa menimbulkan dampak yang tidak terkirakan.

Aksi rush money yang menyertai 2511 pastinya bukan aksi tunggal. Tahun 1998 rush money diakibatkan kekhawatiran masyarakat mendapatkan uang cash. Di sisi lain terjadi pemborongan sejumlah barang di sejumlah pasar, mulai dari pasar tradisional sampai modern. Itulah awal kata “penimbunan” berawal. Aksi penimbunan ini menyebabkan kelangkaan sejumlah komoditi. Susu kaleng untuk bayi, misalnya, lenyap dari pasaran. Dan berbagai komodoti yang masih bisa ditemui pun dipatok dengan harga yang lebih tinggi.

Aksi 2511 memang direncanakan untuk menimbulkan kegoncangan.Tidak heran kalau sejumlah ulama yang turun dalam 411 menolak aksi 2511. Kalau dicermati, aksi ini bukan dimotori oleh ulama penggerak 411, tetapi oleh kelompok-kelompok yang selama ini berupaya memecah belah kerukunan anak bangsa lewat berbagai cara, salah satunya merontokkan pemerintahan. Penggerak aksi ini disambut oleh lainnya dengan terus melontarkan hujatan, fitnahan, stigma-stigma negatif, dll. Gayung pun bersambut. Tepuk tangan pengadu domba membahana ke seantero negeri.

Melihat situasi adu domba atau proxy war seperti ini, bangsa ini disodorkan tiga pilihan. Pertama, ikut bertepuk tangan bersama pengadu domba dan bergabung ke ke salah satu “tangan” yang ditepukkan. Kedua, bergerak menjauh dari hiruk pikuk pesta pengadu domba. Ketiga, melawan adu domba, melawan kedua “tangan” yang sedang “bertepuk”.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun