Seperti hari-hari sebelumnya, siang itu Sri Agustina menunggui kios batiknya. Sambil menunggu datangnya pembeli, pengrajin batik berkulit kuning langsat itu menarikan ujung telunjuk tangan kanannya pada layar ponsel pintarnya. Sesekali pandangannya menyapu ke sekeliling kios tempat ia memajang batik dagangannya.
Berhelai-helai batik yang ditawarkan di kiosnya itu diakui Sri sebagai hasil karyanya dan tetangga-tetangganya di Desa Kalitengah, Kecamatan Kalitengah, Kabupaten Cirebon. Warga Desa Kalitengah, sebagaimana warga Trusmi lainnya, memang dikenal sebagai pengrajin batik Cirebon. Berbagai motif batik Cirebon baik itu motif Pesisiran maupun motif Keratonan lahir dari tangan-tangan terampil warga desa tempat Sri tinggal.
Selain dijajakan di kios yang berada di Blok A Pasar Batik Trusmi, Sri pun mencoba peruntungannya dengan memasarkan batik karyanya lewat Facebook dan lapak online. Ada banyak foto dengan aneka motif batik yang dipajang dalam akun Facebook-nya. Sama seperti yang dipajangnya di kios, batik-batik yang dipasarkan Sri lewat dunia maya pun kesemuanya hasil karyanya.
“Lumayan, banyak yang tanya-tanya,” jawab perempuan berhijab itu saat ditanya tentang lapak online-nya. “Ada yang habis tanya langsung beli. Ada juga yang tanya ini tanya itu, tapi tidak nongol lagi,” sambungnya sambil mengulas senyum di wajahnya. Lebih banyak yang tanya, tapi tidak nongol lagi,” tandasnya.
Sayangnya Sri tidak tahu persis besaran konstribusi Facebook dan lapak onlinedalam usaha batiknya. Berbeda dengan Sri, Heri Kismo menilai situs toko batik memiliki peran penting dalam usahanya.
“Konstribusinya sekitar 10 persen,” tegas pemilik toko batik yang berlokasi di Jalan Trusmi ini.
Selarang dengan Heri, Dian Novalia mengungkapkan kalau pemasaran lewat media sosial cukup menjanjikan. Lewat media sosial, khususnya Facebook, Dian yang juga bertetangga dengan Sri ini menjelaskan kalau batik karyanya telah dipasarkan ke sejumlah daerah di Indonesia, seperti Jakarta dan Solo. Tidak jarang melalui rekan-rekannya, perempuan kelahiran 1979 ini mendapat pesanan dari luar negeri, seperti Thailand, Brunai Darusalam, dan beberapa negara lainnya
Daerah Trusmi memang dikenal sebagai sentra batik Cirebon. Di Desa Trusmi Kulon saja, menurur Asmawi, sekitar 80 persen dari 3.118 warganya yang mencari nafkah dari usaha batik, mulai dari pengrajin batik sampai pengeberbatik. Pengeber atau penjaja batik biasanya mengambil batik dari pengrajin untuk dijajakan ke pedagang.
Konon, keahlian membatik warga desa diturunkan oleh Ki Gede Trusmi. Di sela-sela kegiatan dakwahnya, santri Sunan Gunung Jati ini menularkan teknik membatik kepada warga sekitar. Untuk menghargai jasa-jasa Ki Gede Trusmi, setiap tahunnya masyarakat mengadakan upacara Ganti Welit (atap rumput) pada makamnya, dan setiap empat tahun sekali diadakan upacara Ganti Sirap untuk mengganti atap sirap pada makam. Di tangan generasi penerusnya, kain batik dibuat semenarik mungkin tanpa meninggalkan nilai budaya yang dikandungnya.
Saat ini di Trusmi banyak berdiri toko-toko batik. Toko-toko itu menjajakan batik-batik hasil karya pengrajin yang tinggal di sekitar Trusmi. Menurut Asnawi yang menjabat sebagai Kesra Desa Trusmi Kulon, toko batik awalnya dibuka oleh Haji Madmil di tahun 1970-an. Kemudian, lanjutnya, toko-toko batik mulai menjamur setelah tahun 2000-an.