Kegagalan Italia langsung ditimpakan kepada Baggio. Jasa-jasa Baggio yang membawa Italia lolos dari babak kualifikasi sampai memasuki partai puncak Piala Dunia 94 seolah lenyap begitu saja. Begitu juga dengan catatan 5 gol yang dibukukannya. Dan 17 Juli 1994 terpahat sebagai hari terburuk sepanjang karir sepak bola Baggio.
Sepulangnya dari gelaran ajang Piala Dunia 1994 USA, masa keemasan Baggio memudar. Baggio tidak lagi dipuja sebagaimana sebelumnya. Dengan cepat namanya pun tersingkir dari deretan bintang pesepakbola Italia dan dunia. Gelar maestro sepak bola seolah tercerabut dari dirinya. Dan, nama Baggio pun tenggelam.
Seiring dengan daya magisnya yang meredup, Baggio berpindah-pindah klub. Dari Juventus ke AC Milan. Meski Baggio berhasil membantu Milan merebut gelar scudeto tahun 1995, namun pada tahun itu juga dengan alasan yang tidak jelas ia dijual ke Bologna.Â
Penyerang kelahiran Coldogna itu kian terpuruk setelah Arrigo Sacchi tidak menuliskan namanya pada daftar skuad tim Azzura untuk Euro 1996. Kata media dan pengamat, Baggio sudah habis!Â
Tetapi, media dan pengamat salah duga. Justru di klub medioker itulah nama Baggio kembali merangkak naik. Malah, pada musim 1997-1998, 22 gol berhasil dicetaknya.Â
Baggio masih mampu menunjukkan kelincahan gocekannya saat melewati hadangan pemain lawan. Asis-asisnya dikonversi menjadi gol oleh rekan-rekan satu timnya. Sepakannya melahirkan sejumlah gol. Kebangkitan Baggio inilah yang membuat pelatih timnas Italia, Casare Maldini meliriknya untuk Piala Dunia 1998.
Di Perancis, nomor punggungnya pun bukan lagi 10 yang dikenal sebagai nomor jimat. Baggio tampil dengan nomor punggung 18, sesuai dengan tanggal kelahirannya 18 Februari 1966.
Dari nomor punggungnya sudah menjelaskan jika Baggio bukanlah tulang punggung tim. Baggio hanya pemain cadangan. Ketika Italia berhadapan dengan tuan rumah Perancis di perempat final, Baggio baru memasuki lapangan pada menit ke 62. Pemain kelahiran 1967 ini menggantikan rekan sejawat, Alexandro Del Piero.Â
Saat Baggio memasuki lapangan hijau, kedudukan masih imbang 0-0. Skor kacamata ini tidak berubah sampai peluit panjang waktu normal dan perpanjangan waktu ditiupkan.Â
Baggio dipilih sebagai eksekutor pertama bagi tim Italia. Menjadi penendang pertama dalam sebuah drama yang menentukan pastinya bukanlah pekerjaan mudah. Keberhasilan atau kegagalan penendang pertama akan sangat mempengaruhi mental algojo-algojo berikutnya. Apalagi bagi Baggio yang pada empat tahun sebelumnya mengalami kegagalan di saat-saat yang paling penentukan.
Lewat layar televisi dan layar lebar yang ditempatkan di sejumlah sudut Stadion Stade de France, masyarakat dunia menyaksikan trauma empat tahun itu masih menghantui Baggio. Terlebih sebelumnya, kapten tim Perancis, Zinedine Zidane berhasil membobol gawang tim Italia yang dijaga oleh Gianluca Pabliuca. Ketegangan begitu nampak menyelimuti wajahnya.Â