Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Islam Jadi Bahan Tertawaan, Apanya?

19 Agustus 2015   13:02 Diperbarui: 19 Agustus 2015   13:14 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Islam jadi bahan tertawaan! Ciyus?

Masih ingat tulisan yang menyebut kemenangan Foke atas Jokowi sudah ditulis dalam Al Quran 1433 tahun yang lalu. Tulisan itu disebarluaskan lewat selebaran, postingan di sosmed, dan lainnya ketika Pilgub DK putaran dua. Di Kompasiana tulisan yang menyebut janji Allah tentang kemenang Foke dalam Pilgub DKI tersebut diposting di http://politik.kompasiana.com/2012/08/03/kemenangan-foke-telah-tertulis-1433-tahun-lalu/ Sayang artikel yang diposting oleh Riza Gassner ini sudah tidak bisa lagi dibuka. Tetapi lewat Kaskus masih bisa diketahui isinya. http://archive.kaskus.co.id/thread/15791501/940#959

Dan ini salah satu paragrafnya:

Tanamkan kepada semua para pendukung yang terdaftar maupun yang sporadis, bahwasannya : kemenangan itu bukan hanya ada di dunia tetapi di akheratpun ada kemenangan walaupun kemenangan itu dalam konteks yang berbeda, yakni, kemenangan langsung dari Allah SWT yang diperuntukan bagi orang-orang yang beriman.

Berikut adalah janji Allah SWT yang tertulis dalam kitab-Nya yang terpelihara ;

Apa yang terjadi? Foke kalah. Logikanya, Al Quran juga salah. Atau Allah mengingkari janjinya sendiri. Parahnya lagi, Allah mengingkari janjinya sendiri kepada orang-orang yang beriman.

Karuan saja banyak yang tertawa dengan hasil pemilu yang tidak sesuai dengan yang tertulis dalam Al Quran. Termasuk saya sendiri. Bedanya saya tidak menertawakan Al Quran, tetapi orang-orang culun yang berkampanye dengan menjual ayat-ayat suci dengan sedemikian murahnya.

Yap, pada masa Pilgub DKI, pendukung Fauzi Bowo kerap menglaim sebagai orang yang beriman, sekaligus menuding pesaingan sebagai orang kafir, musuh Allah, laknatullah, musuh Islam, antek iblis, dan ini itu lainnya.

Miris memang, tapi itulah salah satu yang menonjol dalam Pilkada DKI tahun 2012 lalu. Lebih miris lagi kampanye dengan membawa-bawa itu dilakukan oleh orang atau kelompok yang dalam kesehariannya menampilkan simbol-simbol keislaman. Orang-orang yang saya sebut itu orang-orang yang menampilkan dirinya sebagai ummat muslim yang paling islami, paling kaffah, dan paling-paling yang berbau kemulian surga lainnya. Orang-orang yang saya maksud itu orangnya itu-itu saja, kelompoknya itu-itu juga...

Kalau mereka tampil sebagai muslim yang kaffah seharusnya mereka jadi panutan, jadi teladan, bukan jadi bahan tertawaan. Tapi, faktanya mereka memang layak untuk ditertawai dengan tampilan islaminya itu.

Kenapa?

Jawaban gampangnya, karena mereka membawa-bawa agama dalam persaingan politik dan politik tidak bisa lepas dari noda kotornya. Akibatnya agama pun ikut terkotori. Dalam persaingan pastinya setiap pihak mempunyai lawan. Dan lawan-lawan itu harus dijatuhkan. Sayangnya dalam menjatuhkan lawan itu segala cara dilakukan. Termasuk cara-cara yang dilarang oleh agama.

Masalahnya, ketika pihak yang kerap mengidentitaskan dirinya dengan agama itu berada dalam posisi menyerang, maka ayat-ayat suci pun digunakan untuk menyerang lawan-lawan politiknya. Lawan politik bukan lagi dianggap sebagai lawan bagi partai atau kelompoknya, tetapi juga musuh dari agama dan tuhannya.

Apalagi belakangan ini ada partai Islam yang mengklaim dirinya sebagai partai yang paling islami dengan kader-kadernya yang tersantun, terpelajar, terdidik, terkaffah, tetapi justru partai Islam ini lebih dikenal dengan kader-kader yang  gencar melancarkan kampanye hitam, menghujat, memfitnah, menyebar kebencian, menyebar hoax, menghinadinakan orang lain, dan perilaku “mulia” lainnya.Tidak heran kalau kalau ada yang berpendapat http://www.madinaonline.id/c907-editorial/pks-sukses-menjadikan-islam-bahan-tertawaan/

Logika dari tulisan itu benar karena PKS menglaim dirinya sebagai partai paling islami. Maka PKS sama dengan Islam. Apalagi kader-kader PKS mengangap partainya sebagai representasi dari Islam. Mengritik PKS sama halnya dengan menyerang Islam. Pengritiknya kemudian disebut sebagai musuh Islam, musuh Allah, laknatullah, dan lainnya. Maka, ketika perilaku kader PKS menjadi bahan tertawaan, Islam sebagai agama yang dibawa-bawanya itu ikut kena getahnya.

Gara-gara ulah kader-kader PKS, Islam jadi bahan tertawaan, bahan celaan, bahan olok-olok dan lainnya. Coba lihat apa komentar kader terbaik PKS Ustad Jonru Ginting tentang doa pada penutupan Sidang Paripurna MPR.

Kader terbaik partai dakwah ini menganggap doa yang dipanjatkan KH Khoirul Muna sebagai sindiran untuk Presiden Jokowi yang membuatnya tersentuh sampai merinding.

Tentu saja status Jonru itu langsung jadi bahan tertawaan. Ya, sejak kapan ada orang berdoa sekaligus menyindir musuh politiknya. Mungkin hanya di PKS hal paket doa+nyindir itu berlaku.

Oknum-oknum MUI juga tidak ada bedanya. Lihat saja dengan mudah kita bisa melihat keberpihakan politik mereka. Dan kadang karena keberpihakan politiknya itu para oknum MUI mengeluarkan pernyataan-pernyataan konyol, seperti pilih pemimpin muslim, biarpun dia koruptor.

Makanya, begitu MUI mengeluarkan fatwa BPJS haram (sebelum kemudian diralat) publik sudah menduga arah fatwa itu kemana. Dan, setelah MUI menglarifikasinya, kita malah tertawa mendengarnya. MUI bilang BPJS tidak haram, tapi tidak sesuai syariah. Kalau begitu, bagaimana dengan bank konvensional, apakah bunga yang didapat dari menabung di bank konvensonal tidak haram, hanya tidak sesuai syariah? Bukankah bank konvensional pun tidak susuai syariah.

Belum lagi kemarin, ketika puluhan orang yang mengaku ulama, ustad, habib, dan sejenisnya yang menggelar Parade Tauhid. Dalam parade yang membawa-bawa “tauhid” itu ternyata isinya makian, hujatan, hinaan. Bayangkan bagaimana seorang habib menyebut manusia dengan panggilan kodok. Apakah ini yang diajarka oleh Islam? Atau mungkin gaya hidup itu hanya untuk para muslim yang mengaku kaffah. Jadi, kalau muslim abal-abal seperti saya dilarang menghina orang, dilarang menghujat, dan dilarang lainnya.

Kita juga masih ingat bagaimana kader PKS mengagungkan Ustad Luthfi Hasan Ishaaq yang waktu itu sudah dibui dengan menafsirkan tanggal lahir LHI yang dikaitkan dengan ayat-ayat Al Qur’an. Begitu entengnyakah ayat-ayat Al Quran ditafsirkan demi sekadar membersihkan nama seseorang koruptor terpidana 18 tahun penjara?

Dan, kita juga masih ingat hanya karena anak Jokowi bilang daging babi yang tidak sengaja dimakannya lebih nikmat dari daging kambing sejumlah situs-situs Islam, langsung mengecamnya dengan menyebut anak Jokowi sebagai penghina Nabi.

Tentu saja kelakuan-kelakuan mereka yang mengaku muslim kaffah ini menjadi bahan tertawaan, termasuk saya. Tapi saya tidak menertawakan agama yang dianut mereka yang katanya kaffah itu, yang saya ketawakan kelakuan sebagian penganutnya. Dan terbayang, bagaimana kalau anak-anak kita mendapat pendidikan agama dari para muslim kaffah seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun