Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Islam Jadi Bahan Tertawaan, Apanya?

19 Agustus 2015   13:02 Diperbarui: 19 Agustus 2015   13:14 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jawaban gampangnya, karena mereka membawa-bawa agama dalam persaingan politik dan politik tidak bisa lepas dari noda kotornya. Akibatnya agama pun ikut terkotori. Dalam persaingan pastinya setiap pihak mempunyai lawan. Dan lawan-lawan itu harus dijatuhkan. Sayangnya dalam menjatuhkan lawan itu segala cara dilakukan. Termasuk cara-cara yang dilarang oleh agama.

Masalahnya, ketika pihak yang kerap mengidentitaskan dirinya dengan agama itu berada dalam posisi menyerang, maka ayat-ayat suci pun digunakan untuk menyerang lawan-lawan politiknya. Lawan politik bukan lagi dianggap sebagai lawan bagi partai atau kelompoknya, tetapi juga musuh dari agama dan tuhannya.

Apalagi belakangan ini ada partai Islam yang mengklaim dirinya sebagai partai yang paling islami dengan kader-kadernya yang tersantun, terpelajar, terdidik, terkaffah, tetapi justru partai Islam ini lebih dikenal dengan kader-kader yang  gencar melancarkan kampanye hitam, menghujat, memfitnah, menyebar kebencian, menyebar hoax, menghinadinakan orang lain, dan perilaku “mulia” lainnya.Tidak heran kalau kalau ada yang berpendapat http://www.madinaonline.id/c907-editorial/pks-sukses-menjadikan-islam-bahan-tertawaan/

Logika dari tulisan itu benar karena PKS menglaim dirinya sebagai partai paling islami. Maka PKS sama dengan Islam. Apalagi kader-kader PKS mengangap partainya sebagai representasi dari Islam. Mengritik PKS sama halnya dengan menyerang Islam. Pengritiknya kemudian disebut sebagai musuh Islam, musuh Allah, laknatullah, dan lainnya. Maka, ketika perilaku kader PKS menjadi bahan tertawaan, Islam sebagai agama yang dibawa-bawanya itu ikut kena getahnya.

Gara-gara ulah kader-kader PKS, Islam jadi bahan tertawaan, bahan celaan, bahan olok-olok dan lainnya. Coba lihat apa komentar kader terbaik PKS Ustad Jonru Ginting tentang doa pada penutupan Sidang Paripurna MPR.

Kader terbaik partai dakwah ini menganggap doa yang dipanjatkan KH Khoirul Muna sebagai sindiran untuk Presiden Jokowi yang membuatnya tersentuh sampai merinding.

Tentu saja status Jonru itu langsung jadi bahan tertawaan. Ya, sejak kapan ada orang berdoa sekaligus menyindir musuh politiknya. Mungkin hanya di PKS hal paket doa+nyindir itu berlaku.

Oknum-oknum MUI juga tidak ada bedanya. Lihat saja dengan mudah kita bisa melihat keberpihakan politik mereka. Dan kadang karena keberpihakan politiknya itu para oknum MUI mengeluarkan pernyataan-pernyataan konyol, seperti pilih pemimpin muslim, biarpun dia koruptor.

Makanya, begitu MUI mengeluarkan fatwa BPJS haram (sebelum kemudian diralat) publik sudah menduga arah fatwa itu kemana. Dan, setelah MUI menglarifikasinya, kita malah tertawa mendengarnya. MUI bilang BPJS tidak haram, tapi tidak sesuai syariah. Kalau begitu, bagaimana dengan bank konvensional, apakah bunga yang didapat dari menabung di bank konvensonal tidak haram, hanya tidak sesuai syariah? Bukankah bank konvensional pun tidak susuai syariah.

Belum lagi kemarin, ketika puluhan orang yang mengaku ulama, ustad, habib, dan sejenisnya yang menggelar Parade Tauhid. Dalam parade yang membawa-bawa “tauhid” itu ternyata isinya makian, hujatan, hinaan. Bayangkan bagaimana seorang habib menyebut manusia dengan panggilan kodok. Apakah ini yang diajarka oleh Islam? Atau mungkin gaya hidup itu hanya untuk para muslim yang mengaku kaffah. Jadi, kalau muslim abal-abal seperti saya dilarang menghina orang, dilarang menghujat, dan dilarang lainnya.

Kita juga masih ingat bagaimana kader PKS mengagungkan Ustad Luthfi Hasan Ishaaq yang waktu itu sudah dibui dengan menafsirkan tanggal lahir LHI yang dikaitkan dengan ayat-ayat Al Qur’an. Begitu entengnyakah ayat-ayat Al Quran ditafsirkan demi sekadar membersihkan nama seseorang koruptor terpidana 18 tahun penjara?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun