Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Diserang Isu Basi

7 Januari 2014   20:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:03 2056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seringnya kemunculan Jokowi di media bukanlah faktor penentu tingginya elektabilitas. Karena bila frekuensi kemunculan di media menjadi faktor tingginya elektabilitas sudah sepatutnya bila tingkat elektabilitas Wiranto dan Aburizal Bakrie (ARB) lebih tinggi ketimbang Jokowi. Hal ini mengingat, baik Wiranto maupun ARB didukung jaringan media yang membuat keduanya lebih sering tampil dibanding tokoh lainnya.

Seharusnya ketiga calon presiden itu berpikir, kenapa Jokowi lebih diminati media ketimbang tokoh lainnya. Jawabnya pun sangat sederhana, jika merunut media online, berita terkait Jokowi paling banyak dibaca atau terpopuler. Nah, bila rujukannya sebagai yang paling banyak dibaca, pertanyaannya, mengapa publik menyukai berita tentang Jokowi? Jawabannya pun sederhana, karena Jokowi memiliki sentimen positif dari publik. Sentimen positif publik inilah yang kemudian dikonversikan menjadi simpati publik kepada Jokowi. Pertanyaan lebih menariknya, apakah sentimen positif dan simpati publik itu bisa diciptakan atau direkayasa lewat media? Jawabnya, belum tentu bisa! Kalau pun bisa pastinya elektabilitas ARB dan Wiranto saat ini menduduki posisi teratas.

Kalau pun tingginya elektabilitas Jokowi didukung oleh operasi intelijen semacam Mockingbird di mana media dikendalikan sedemikian rupa untuk membangun sebuah opini, maka kecurigaan ini mudah dipatahkan mengingat media di Indonesia memiliki kepentingannya masing-masing. Sedang dalam operasi Mockingbird media harus dikendalikan oleh satu tangan. Strategi operasi ala Mockingbird ini pernah dilancarkan oleh pemerintah Soeharto pasca tragedi 30 September 1965.

Dengan argumen di atas dimana sentimen positif sulit direkayasa, apalagi di era media sosial seperti sekarang ini (baca: bukan 2004) dan operasi semacam Mockingbird sulit dijalankan, maka bisa dipastikan bila sorotan media terhadap Jokowi berlangsung secara alamiah. Karenanya terlalu naif bila mengaitkan tingkat elektabilitas dengan frekuensi publikasi media.

Lagipula, isu yang mengaitkan fenomena Jokowi dengan keberpihakan media sudah lama dan sudah basi. Sangat lucu bila para calon presiden besutan konvensi Partai Demokrat ini masih saja membicarakannya.

Sumber:

http://nasional.kompas.com/read/2014/01/06/1258204/Hayono.Isman.Jokowi.Didukung.Partai.Media.

http://nasional.kompas.com/read/2014/01/06/1934051/Endriartono.Tak.Punya.Media.Saya.Jual.Gagasan

http://nasional.kompas.com/read/2014/01/07/0816087/Marzuki.Alie.Sindir.Hobi.Blusukan.Jokowi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun