Mohon tunggu...
Gatot Priyoharto
Gatot Priyoharto Mohon Tunggu... Lainnya - i am good

i am good as well

Selanjutnya

Tutup

Money

Kode Keras Ekspor Komoditas

30 Juni 2021   15:21 Diperbarui: 30 Juni 2021   16:09 1221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harga logam dasar mulia meroket sepanjang tahun 2020, seiring melonjaknya permintaan atas emas yang merupakan investasi yang dianggap aman (safe haven). Kondisi ketidakpastian global, baik perdagangan maupun perekonomian, mengakibatkan banyak pihak melirik emas sebagai pelarian investasinya. Permintaan atas emas tidak hanya didominasi oleh para investor kelas dunia, namun juga melanda masyarakat luas. Kekhawatiran berulangnya situasi krisis ekonomi tahun 1998 yang mengakibatkan turunnya nilai mata uang, membuat masyarakat berbondong-bondong mengalihkan tabungannya (uang) menjadi emas.

Gabungan ekspor produk kelapa sawit nilainya mencapai lebih dari USD16 milar atau menjadi kontributor tertinggi ekspor nasional. Kinerja meyakinkan tersebut tidak lepas dari faktor terbatasnya pasokan produk kelapa sawit global. Negara produsen besar lainnya, seperti Malaysia, produksinya terdampak signifikan oleh pandemi. Alhasil, Indonesia menjadi penyedia terbesar kebutuhan pasokan produk kelapa sawit dunia yang berimbas pada peningkatan harga globalnya.

Ekspor tembaga sempat tersendat pada tahun 2018 dan 2019. Kondisi situs pertambangan tembaga yang sedang mengalami perbaikan, mengakibatkan proses produksi terganggu, sehingga berakibat pada tidak maksimalnya produksi. Pada tahun 2020 perbaikan sudah mencapai tahap akhir, sehingga proses produksi dapat lebih maksimal. Selesainya perbaikan tambang bertepatan dengan tren peningkatan investasi komponen kendaraan listrik. Alhasil, demand pun meningkat disertai dengan membaiknya harga tembaga di pasaran dunia.

 Ibrah dari kinerja komoditas 

Apa yang terjadi dengan kinerja ekspor komoditas di atas sebenarnya ada pesan atau indikasi atas fundamental perekonomian negeri ini. Di satu sisi memang performa tersebut patut disyukuri, namun jangan berhenti di situ saja. Penting untuk dicari tahu kenapa ekspor komoditas primer nasional moncer tahun lalu, dan bagaimana pengaruhnya bagi negara ini.

Hingga saat ini kontributor ekspor didominanasi oleh komoditas maupun olahan (primer) komoditas, yang fluktuatif bahkan cenderung volatil. Tingginya ekspor nasional yang dimotori ekspor komoditas tadi, tentu memberi dorongan positif ke perekonomian terutama kondisi Transaksi Berjalan (current account) relatif aman.

Komoditas besi dan baja dasar yang mencolok kinerjanya menjadi sinyal bahwa negeri ini mampu bersaing pada produk dengan teknologi tinggi. Belum lagi produk kelapa sawit, berupa minyak goreng, yang performanya lebih baik dari CPO. Dinamika yang terjadi di dunia, terutama negara tujuan ekspor utama, harus dapat dimaksimalkan potensinya.

Negeri ini harus segera menggeser produk unggulan ekspornya bila ingin merubah nasib perekonomian nasional. Investasi, terutama Foreign Direct Investment (FDI), yang berbasis teknologi harus dibuka selebar-lebarnya demi menyambut bonus demografi yang kita miliki. Tapi ingat, bonus demografi ada batas efektifnya, jangan sampai bonus itu berbalik menjadi beban.

Perwakilan World Bank untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen menyampaikan pada agenda Indonesia Economic Prospect (IEP) beberapa waktu lalu bahwa Indonesia perlu menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan untuk pekerja kelas menengah (middle class job). Hal itu perlu dilakukan bila Indonesia masih berkeinginan menjadi negara berpenghasilan tinggi di tahun 2045. FDI bidang manufaktur atau industri harus dijaring lebih luas, karena di sektor itulah banyak menyerap tenaga kerja.

Pemerintah pun harus sigap dan siap dengan memnyiapkan strategi peningkatan sumber daya manusia. Hal itu menjadi penting mengingat tenaga kerja sektor industri tidak sama dengan sektor yang pengolahan sumber daya alam. Tenaga kerja di dalam negeri yang mumpuni harus siap, jangan sampai lapangan pekerjaan level menengah tadi diisi oleh ekspatriat. Nah, disinilah peran sinergi pemerintah dan masyarakat, jangan sampai pemerintah sudah membuka lebar investasi, tapi masyarakatnya masih asyik dengan pubg.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun