Jika kita menganalogikannya dengan masa sekarang, maka ada sekian banyak pekerjaan berat. Kuli pasar atau kuli ekspedisi mungkin, atau porter kereta api? Mereka juga sama-sama memikul barang di tubuh mereka. Ada yang berusia muda, setengah baya, bahkan ada pula yang sudah lanjut usia tapi masih kuat memikul barang.
Sadar bahwa ada banyak kebutuhan yang harus dicukupi, mereka bekerja apa saja tidak masalah bahkan bila harus menjadi kuli angkut. Paling penting adalah melakukan pekerjaan yang halal, maka rezeki tidak akan kemana.
Dipetik dari laman NU Jatim yang sama, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Jumu'ah ayat 10 (QS 62:10):
"Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung."
Dalam surat ini, Allah SWT memerintahkan kaum muslim untuk bekerja dimanapun tempatnya di muka Bumi untuk mencari karunia-Nya. Kaum muslim bisa bekerja mulai bekerja di rumah (wirausaha) hingga bekerja di luar negeri.
Ketika bekerja, hendaknya kaum muslim selalu mengingat Allah sebanyak-banyaknya seraya menanamkan niat bahwa bekerja adalah bagian dari ibadah, mencari karunia Allah Sang Maha Pemberi Rezeki. Setiap sebelum memulai kerja minimal mengucap basmalah dan ketika pulang bekerja mengucap hamdalah agar pekerjaan yang kita lakukan bermanfaat, mendapatkan berkah dan amanah.
Bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga
Etos kerja ketiga menyatakan bahwa bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Seorang laki-laki yang telah berkeluarga otomatis menjadi kepala keluarga yang memiliki tanggung jawab menafkahi keluarganya.
Meskipun mungkin istrinya juga bekerja, seorang suami atau kepala keluarga tetap punya kewajiban mencari nafkah yang halal. Ia bekerja sesuai dengan kemampuan dan keahlian/keterampilan yang dimiliki.
Dipetik dari laman NU.or.id, Rasulullah SAW pernah bersabda, yang terjemahannya sebagai berikut:
"Nafkah yang diberikan seorang kepala rumah tangga kepada keluarganya bernilai sedekah. Sungguh, seseorang diberi ganjaran karena meski sesuap nasi yang dia masukkan ke dalam mulut keluarganya." (HR Muttafaq alaih).