Bila hipotesis itu berhasil dibuktikan, betapa sangat sangat kecilnya kita yang ibaratnya cuma remahan debu semesta. Bayangkan, Tuhan Yang Maha Besar mengelola kumpulan alam semesta yang luar biasa yang rasanya mustahil untuk kita jangkau.
Kecuali mungkin dengan kekuatan sebagaimana yang tercantum dalam Al Quran surat Ar Rahman ayat 33 yang diterjemahkan sebagai berikut: "Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan".
Pertanyaannya, apakah yang dimaksud dengan kekuatan itu? Hmmm... Bisa jadi teknologi roket yang canggih, pesawat antar bintang seperti USS Enterprise di film Star Trek atau Millennium Falcon di film Star Wars. Atau mungkin kemampuan meng-generate wormhole alias lubang cacing atau warp yang membuat kita bisa berkelana ke angkasa dengan lebih singkat.
Mungkin setelah kita mampu memahami angkasa dan menguasai eksosains, suatu saat nanti kita akan bisa melakukan itu. Tidak sekadar teknologi mixed reality, tetapi kita benar-benar menjejakkan kaki di planet lain di galaksi lain atau pun di semesta lain.
Ketika masa itu tiba, mindset dan cara berpikir kita tentu sudah jauh berbeda dengan manusia sekarang. Pada masa itu, komunikasi mungkin dilakukan ala telepati berkat implan semacam chip yang disematkan di balik telinga atau otak, atau bahkan mungkin benar-benar telepatis berkat kemampuan mengolah gelombang otak.
Tidak ada kendala bahasa karena terdapat fitur penterjemah bahasa secara otomatis. Manusia di masa depan akan saling terhubung, baik mereka yang ada di Bumi atau pun yang hidup dalam koloni-koloni di planet lain.
Manusia lain di semesta raya, adakah?
Kita kerap mengklaim sebagai satu-satunya makhluk berakal yang hidup di alam semesta ini. Klaim demikian rasanya menyiratkan kesombongan kita sebagai manusia yang cuma numpang hidup di Bumi.
Dengan bukti-bukti eksistensi planet-planet dan benda angkasa lainnya yang telah ditangkap oleh wahana antariksa, apakah klaim itu akan abadi? Rasanya tidak. Mungkin kita bisa menganalogikan dengan hutan paling terpencil yang menjadi tempat tinggal suku-suku pedalaman yang tidak pernah kita duga sebelumnya bahwa mereka eksis.
Begitu pula semesta yang raya, rasanya bukan alam yang sepi. Pasti ada manusia atau makhluk berakal yang juga hidup di sana seperti manusia Bumi tetapi dengan cara hidup yang berbeda. Mungkin manusia lain di planet atau galaksi lain memiliki peradaban yang jauh lebih maju dari pada manusia Bumi, tetapi mungkin juga ada yang peradabannya di belakang manusia Bumi.
Frank Drake, pakar astronomi dan astrofisika dari Amerika, pada tahun 1961 silam membuat suatu kalkulasi yang disebut dengan "Drake equation" atau persamaan Drake. Persamaan itu dikenal luas di kalangan astronom internasional hingga merambah ke pegiat ufologi yang meyakini adanya makhluk berakal atau alien dari planet lain.