Pagi ini saya melihat tayangan berita dari salah satu stasiun televisi, mengabarkan tentang insiden atap gedung Sekolah Dasar Negeri Gentong di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, yang ambruk pada Selasa pagi (05/11/19). Sebagian siswa dan guru yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas tertimpa atap yang roboh itu.
Yang menyedihkan, ada korban jiwa dalam insiden tersebut, yaitu seorang pelajar dan petugas perpustakaan (sumber lain mengatakan guru pengganti / guru honorer). Sementara sekira 11 pelajar lainnya menderita luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit.
Prihatin melihat tayangan tersebut. Kabarnya pelajar yang telah tiada itu adalah siswa berprestasi di sekolahnya. Kedua orang tuanya tak dapat menahan tangis karena kehilangan anak tercintanya, bahkan sempat jatuh pingsan menuju pemakaman. Turut belasungkawa atas insiden ini.
Kejadian rubuhnya atap bangunan itu berlangsung sangat cepat dan tidak dapat diantisipasi. Pada saat itu juga tidak terjadi hujan badai. Bangunan gedung nampak bagus, kabarnya baru direnovasi sekira dua tahun lalu. Baja ringan yang berjatuhan dan bengkok juga terlihat masih bagus, nampak tidak berkarat. Genteng berserakan di ruangan kelas.
Gedung sekolah ambruk, sudah kesekian kalinya terjadi
Insiden ambruknya atap gedung SDN Gentong di Pasuruan ini menarik perhatian banyak orang, pemerhati pendidikan termasuk para warganet. Di media sosial, ada yang mengatakan terjadi kekeliruan material dimana seharusnya gedung dengan rangka baja ringan tidak dipasang genteng beton atau keramik.
Akun lain menimpali bahwa pemakaian genteng beton atau keramik tidak masalah sepanjang memperhatikan jarak pemasangan baja ringan. Saya menangkap maksudnya bahwa bila jarak antar baja ringan terlalu lebar maka tingkat kekuatannya akan semakin berkurang. Ada lagi pendapat lainya bahwa kemungkinan material baja ringan yang dipasang tidak sesuai spesifikasi.
Beragam pendapat lain dilontarkan di media sosial. Namun ada baiknya kita lihat kembali peraturan yang berlaku yang berkaitan dengan pembangunan gedung sekolah, yang menjadi standar dalam pembangunan gedung sekolah. Ini agar tidak terjadi simpang siur pendapat yang tidak berdasar.
Sebelumnya, saya perlu mengingatkan bahwa insiden ambruknya gedung sekolah di Pasuruan adalah insiden kesekian kalinya. Sepertinya kita sering menerima kabar ini dan selalu saja ada korban baik guru dan siswa. Kegiatan belajar mengajar pasti terganggu. Beberapa mungkin menggunakan ruang kelas darurat agar kegiatan tersebut tetap berjalan.
Kabar berikut masih cukup hangat, masih di sekitar Jawa Timur, tepatnya di Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto. Dua bangunan kelas SDN Jatirowo 2 ambruk. Kejadiannya sekitar Maret 2019 lalu tetapi baru diberitakan Agustus 2019 lalu. Kegiatan belajar mengajar dipindahkan ke ruang lain misalnya mushola dan ruang UKS bahkan di ruang terbuka. (sumber: BeritaJatim.com)
Masih di Kabupaten Mojokerto, gedung sekolah SDN Mojoroto yang ambruk dua tahun lalu membuat kegiatan belajar mengajar harus dilakukan dalam kondisi darurat. iNews pada 25 Juli 2019 lalu mengabarkan bahwa kegiatan belajar mengajar siswa dilakukan di gudang sempit dan bekas rumah dinas kepala sekolah. Entah apakah saat ini mereka sudah mendapatkan gedung barunya lagi atau belum, belum ada informasi berikutnya.
Pada 3 September 2019 lalu, Kompas.com memberitakan sebuah gedung sekolah Madrasah Ibtidaiyah Nahdatul Wathan (NW) di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat roboh dan menimpa puluhan siswa. Kejadiannya pagi hari pada saat jam pertama kegiatan belajar mengajar. Terdapat korban luka-luka yang segera dilarikan ke puskesmas terdekat.
Setahun yang lalu, tepatnya pada 17 November 2018, plafon gedung SMP Negeri 1 Terpadu Unggulan di Kecamatan Sesayap, Tana Tidung, Kalimantan Utara ambruk. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut. (sumber: KoranKaltara.com)
Itu adalah beberapa contoh insiden robohnya gedung sekolah yang saya telusur melalui Google dalam satu tahun terakhir. Mungkin saja ada insiden lain yang tidak terangkat di media. Belum termasuk insiden serupa yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Tentang perbaikan gedung SDN Gentong, ada sejumlah opsi misalnya dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota atau Dana Alokasi Khusus (DAK). Atau mungkin melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar yang memiliki program bantuan renovasi sekolah dasar.
Kabarnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim telah mengirimkan tim investigasi ke Pasuruan. Usai investigasi selesai dilakukan, pasti akan ada upaya perbaikan gedung sekolah tersebut yang akan diputuskan oleh pihak sekolah bersama pihak terkait lainnya.
Bagaimana instrumen peraturan tentang gedung sekolah?
Setelah menelusuri sejumlah referensi, sebetulnya instrumen berkaitan dengan pembangunan gedung, Â khususnya gedung sekolah sudah sangat lengkap. Kita juga telah memiliki Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) yang bekerja sama secara erat dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal standar sarana dan prasarana sekolah.
Peraturan utama adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 24 tahun 2007 yang secara lengkap mengatur spesifikasi kebutuhan ruang sekolah termasuk dari sisi keselamatannya. Peraturan tersebut juga memiliki tautan ke sejumlah peraturan lainnya, misalnya berkaitan dengan pencemaran air, pencemaran udara dan kebisingan.
Mengenai kualitas gedung, peraturan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005Â tentang Standar Nasional Pendidikan khususnya pada Pasal 45, dan standar PU (Pekerjaan Umum).
Bila kita melihat PP No.19/2005, pasal 45 ayat 3 berbunyi sebagai berikut "Standar kualitas bangunan minimal pada satuan pendidikan dasar dan menengah adalah Kelas B." Apakah bangunan kelas B itu? Saya tidak dapat menemukan informasi mengenai hal ini di internet, kecuali informasi dari sebuah blog ilmu konstruksi yang menjelaskan bangunan yang termasuk kelas B adalah perumahan bertingkat, asrama, sekolah dan tempat Ibadah.
Bila mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007Â tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara (gedung sekolah dasar negeri termasuk dalam gedung negara), kerusakan SDN Gentong termasuk kerusakan sedang dimana kerusakan pada sebagian komponen non struktural, dan atau komponen struktural seperti struktur atap, lantai, dll. Tingkat kerusakannya kira-kira 30 persen.
Dari sejumlah foto dan tayangan video, bangunan sekolah masih berdiri dimana sebagian rangka atap nampak patah. Pastinya sebagian dinding, kusen pintu atau jendela juga rusak. Plafon ruang ikut roboh dan sepertinya sebagian besar instalasi listrik rusak. Dengan kondisi tersebut, maka tingkat kelayakan bangunan tidak aman, tidak dapat dipakai untuk kegiatan belajar mengajar.
Lebih detail, kita perlu melihat Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 45/PRT/M/2007, pada Bab 2 tentang Persyaratan Gedung Negara, di bagian E tentang Persyaratan teknis, terdapat spesifikasi teknis mengenai bahan langit-langit dan bahan penutup atap. Deskripsi mengenai spesifikasi gedung tersaji lengkap.
Sejumlah instrumen peraturan tersebut di atas dapat menjadi pedoman dasar dalam pelaksanaan investigasi Kemendikbud di lapangan. Tetapi saya juga meyakini Kemendiknas telah memiliki prosedur investigasi tertentu berkaitan dengan insiden semacam ini.
***
Kalau kita membaca sejumlah peraturan tersebut, dengan melihat foto-foto dan tayangan video tentang robohnya atap SDN Gentong yang beredar di media berita maupun media sosial, kita bisa memperkirakan penyebab terjadinya insiden tersebut. Namun laporan tim investigasi dari Kemendikbud pasti akan memberikan penjelasan yang lebih luas dari segala aspek.
Semoga tim investigasi dari Kemendikbud memberikan laporan hasil investigasi yang terang benderang. Harapan kita semua semoga insiden ini menjadi insiden yang terakhir kalinya. Jangan lagi ada gedung sekolah yang roboh di masa mendatang. Semoga.
Bacaan:
BeritaJatim.com, CNN.com, Detik.com, Kompas.comÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H