Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

"Question Mark (?)" dari Teddy Adhitya, Sebuah Kolase Monolog tentang Cinta

1 Oktober 2019   21:32 Diperbarui: 2 Oktober 2019   15:57 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teddy Adhitya (KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

Penyanyi pria tanah air Teddy Adhitya, baru saja merilis album keduanya yang berjudul "Question Mark (?)" (catatan: tanda tanya berada dalam lingkaran). Album berisi sepuluh lagu ini secara resmi dirilis pada 23 Agustus 2019 lalu di bawah label Ted Records ID, bergenre R&B/soul /neo soul.

Hadirnya album Teddy cukup memberi warna bagi musik Indonesia karena pertama, kita kekurangan solois pria. Kedua, kita kekurangan penyanyi genre R&B/soul. Ketiga, kita kekurangan album musik berkualitas dengan taste internasional.

Nah, album Teddy ini hadir ketika kita bertanya, dimanakah para musisi kita? Karena hampir tidak terdengar album musik baru dari musisi tanah air khususnya solois pria.

Apakah mereka sedang sibuk menyusun komposisi baru? Atau sedang sibuk tur di kota-kota atau daerah? Atau apakah mereka sedang tidak melakukan apa-apa? Sedang berhibernasi?.

Teddy Adhitya (sumber: Style.TribunNews.com)
Teddy Adhitya (sumber: Style.TribunNews.com)
Rasanya banyak juga pertanyaannya. Tetapi, bukankah hidup kita selalu diliputi dengan pertanyaan? Bahkan mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi kita pasti akan bertanya, minimal kepada diri sendiri. Itulah yang menjadi latar belakang mengapa Teddy memberi judul albumnya "Question Mark ((?))" yang artinya tanda tanya.

Pemilihan judul album dengan kalimat sudah tepat karena mendiang XXXTentacion, musisi hip hop / R&B / soul dari Amerika Serikat, juga punya album berjudul "?" yang juga dilafalkan sebagai question mark.

Album ini bukan representasi pertanyaan remeh seperti "sekarang jam berapa?", "nanti makan dimana?", "nanti mau mengerjakan apa?", "baju apa yang akan aku kenakan hari ini?". Tidak, bukan tentang itu.

Album ini tentang memandang diri sendiri, tentang kontemplasi. Tentang cinta, itu pasti. Tema cinta tidak pernah usang untuk digali. Bahkan di tangan Teddy, tema tersebut segar kembali.

Album ini juga tentang apa yang harus dilakukan. Tidak selalu pragmatis, bisa juga berupa angan yang nantinya akan datang dengan sendirinya. Album ini ibarat sebuah refleksi diri, sebuah upaya menyelami letupan emosi menuju ke sebuah arah, yaitu transformasi diri.

Oleh karena itu album ini terasa personal, mengejawantahkan Teddy dan eksplorasi musiknya kepada penikmat musiknya yang tidak datang dari tanah air saja. Karena seluruh lirik lagunya dalam bahasa Inggris, karya musiknya berpeluang didengar oleh penikmat musik global.

Lho, katanya musik adalah bahasa universal yang bisa menyatukan umat manusia berbagai bahasa? Tetapi, bukankah kita juga mendengarkan lirik lagu ketika menikmati musik? Kecuali musik instrumental, biasanya kita menangkap emosi sebuah lagu lewat liriknya.      

***
Tentang Teddy, musisi berdarah Maluku kelahiran Jogjakarta ini adalah seseorang yang meyakini keajaiban pikiran. Beberapa kali ia mengangankan sesuatu yang akhirnya terwujud dengan sendirinya.

Ia bukan sosok yang perencana yang merencanakan hidup harus seperti ini atau seperti itu. Oleh karena itu ia menjalani saja apa yang ada di hadapannya. Tetapi ia tidak melakukannya dengan setengah-setengah.

Makanya ia pernah menjadi atlet sepak bola, juga menekuni olahraga tenis. Ia mencatat sejumlah prestasi di sana. Teddy sempat mengenyam pendidikan tinggi, tetapi panggilan batinnya nampaknya adalah musik. Ia memilih meleburkan diri di dalamnya, ingin total dalam bermusik. Tidak mudah baginya, tetapi ia meyakininya.

Lahir di keluarga yang cinta dengan musik membuatnya musik bukan dunia yang asing nan sepi baginya. Sang ayah dulu pemain musik yang beberapa kali mengiringi artis ibu kota. Pengembaraannya di dunia musik dan kegemarannya melakukan perjalanan di berbagai tempat membuatnya mengenal artis atau musisi berbakat yang nantinya akan terlibat dalam karya musiknya.

Nampaknya pilihan karirnya tidak salah. Album pertamanya "Nothing is Real" yang dirilis tahun 2017 lalu menjadi jembatan baginya menerima penghargaan Anugerah Musik Indonesia (AMI) Awards sebagai Pendatang Baru Terbaik tahun 2017.

Indonesia Choice Awards NET 5.0 juga memasukkannya menjadi salah satu nominasi di kategori Male Singer of The Year. Sebuah pencapaian fantastis bagi seorang solois pria dari jalur indie.

***
Selang dua tahun setelah kesuksesan album pertama, Teddy ingin segera menyambung kisah berikutnya di album kedua. Konsep album "Question... " pun segera dirancang mulai tahun 2017 lalu.

Materi album dikumpulkan tahap demi tahap hingga tahun 2019. Ia dibantu musisi Kenny Gabriel, produser musik jebolan program "The Remix" yang menjadi co-producer di album ini.

Sampul album (sumber: tangkapan layar IG @teddyadhitya)
Sampul album (sumber: tangkapan layar IG @teddyadhitya)
Untuk penulisan lirik lagu, semua lisirik ditulis oleh Teddy. Untuk beberapa tracks, penlisan lirik dibantu oleh Deyna Ganisa, Leona Agustine dan Ben Sihombing. Musisi lain yang mendukung album ini antara lain Rendy Pandugo dan Petra Sihombing yang mengisi gitar dan piano di dua lagu. 

Berbeda dengan album pertama yang didominasi dengan instrumen gitar, di album kedua ini Teddy bereksperimen dengan memasukkan sejumlah elemen yang memperkaya karya musiknya. Kenny membantu Teddy untuk instrumen piano, keyboard dan synthesizer.

Hal yang unik selama proses kreatif produksi album ini adalah pada sesi rekaman. Lagu-lagu tidak direkam di dalam studio konvensional melainkan di alam terbuka di tiga tempat keren yaitu di Singaraja dan Tabanan di Bali, dan Maribaya di Jawa Barat. Lokasi spesifik diungkap dalam video dokumenter "The Making of Question Mark ((?))" yang menyertai album fisik edisi terbatas.

Rekaman di alam terbuka menjadi pengalaman tersendiri buat Teddy. Suara alam terekam dalam track album. Secara keseluruhan hasil rekaman tidak berbeda dengan hasil rekaman di studio musik. Padahal Singaraja dan Tabanan bukan tempat yang sepi.

Ketika sayup-sayup mendengar suara jangkrik di salah satu track, kita bisa menduga sesi rekaman dilakukan di kala malam. Tidak hanya jangkrik, ada track yang mengandung suara hujan atau gerimis, seakan memberi pencerahan bahwa kontemplasi atau pun refleksi atau pun renungan terhadap diri sendiri berjalan dengan baik ketika dilakukan di alam terbuka.

Seperti sebuah perusahaan yang membawa stafnya ke luar kota untuk berwisata biasa atau pun outbound yang lebih memberi manfaat lebih luas. Pada umumnya kegiatan tersebut dilakukan di alam terbuka. Harapannya agar para staf dapat refreshed, tingkat stres menurun dan tingkat kebahagian bertambah.

Ide yang mampet berpotensi memicu stres, dan Teddy paham akan hal itu. Berkarya di alam terbuka akan membentuk semacam keseimbangan batin yang bisa mendorongnya membuat lagu bagus untuk dituangkan ke dalam album.

Sebagaimana musiknya yang eksperimental, produksi musiknya juga perlu bereksperimen. Teddy tidak ingin terpaku pada sebuah studio musik permanen karena menurutnya musik bisa diproduksi di mana saja.

Menggarap musik di alam terbuka yang banyak pepohonan juga membuatnya tenang dalam menuangkan ide kreatifnya. Sebenarnya repot juga memboyong perlengkapan studio kesana kemari, tetapi sepertinya Teddy puas dengan album terbarunya ini.

Musik Teddy dipengaruhi oleh sejumlah musisi R&B, soul dan jazz seperti Marvin Gaye, Prince, Aretha Franklin dan Michael Jackson. Vokal Teddy sepintas mirip solois Indonesia lainnya, Teza Sumendra yang juga mengusung genre yang sama.

Tetapi karakter vokal Teddy lebih soft dibandingkan vokal Teza yang lebih husky. Karakter vokal Teddy juga rasanya mengandung vibe Anderson. Paak, musisi R&B/soul/funk /hip hop dari Amerika Serikat.

Beberapa hari sebelum perilisan album "Question...", tepatnya pada 20 Agustus lalu, Teddy mengadakan even private hearing di kafe Earhouse di wilayah Pamulang, Tangerang Selatan, Banten.

Kafe milik duo Endah n Rhesa itu menjadi semacam serambi yang ramah bagi penggemar musik dan kuliner. Sebelum Teddy tampil membawakan beberapa lagu terbarunya, Endah n Rhesa tampil sebagai pembuka.

Sampul albumnya menarik. Menampilkan seseorang (Teddy?) yang sedang berada di dalam laut, menatap ke atas, ke arah sang surya yang sinarnya begitu terang menembus laut. Bisa jadi itu bermakna sebagai sebuah jawaban atas pertanyaan, sebuah harapan atas apa yang diangankan.

Yours Truly dan Bernardinus Bismo Aryo W. menggarap artwork, sementara Satria Lingga, fotografer dari Jakarta, sebagai colorist. Hasilnya, sebuah sampul album yang menarik dan keren.

***
Album "Question..." pada dasarnya berkisah tentang pasang surut hubungan cinta yang tidak saja selalu mengandung kisah senang tetapi juga sedih hingga berakhir dengan perpisahan. Album ini ibarat sebuah dongeng kisah dua insan yang pada suatu fase terkait dengan kuatnya, tetapi di fase lainnya harus terpisah

Album dibuka dengan track "Thinking, Thinking", sebuah lagu empat menitan yang dominan dengan piano dan synth dengan intro yang lembut sebelum vokal Teddy masuk, menceritakan tentang kegalauannya tentang cinta yang berlatar London, Inggris. Sebuah ungkapan rindu akan seseorang sekaligus niatan ingin merajut kembali kisah cinta itu walau tak mungkin lagi berbagi kasih.

"Sweetly Silly" menyusul sebagai track kedua. Dengan synth bass bertempo sedang dengan sound R&B tahun 1980an, lagu ini bercerita tentang pertemuan dengan seseorang yang mengubah hidup. Seseorang yang apa adanya, bertingkah apa adanya, yang walau nampak bodoh namun tampak manis. Vokal Teddy teruji menjelang penghujung lagu. Track yang menarik.

Komposisi berikutnya, "Really", segera menyambar dengan intro gitar yang lembut. Tidak lama vokal Teddy muncul dengan nada rendah dan iringan piano, sebelum akhirnya lagu didominasi oleh synth dan synth bass di bagian reffrain.

Pola lagu berulang sekali lagi, kali ini reffrain muncul lebih lama sebelum ditutup dengan outro yang sama dengan intro, yaitu permainan gitar. Lagu ini bercerita tentang ekspresi cinta yang nyata terhadap seseorang.

Track keempat adalah "Turn Me", sebuah lagu cinta lainnya yang terasa intim. Lagu diawali dengan efek vokal lo-fi dengan instrumen keyboard. Vokal lo-fi juga menjadi elemen background lagu. Kata-kata "turn me" mendominasi hampir semua bagian lagu.

"Turn me into your sun / Turn me into your water / Turn me into your universe...", bukankah itu sangat intim? Sebuah permohonan dari seorang yang sangat mencintai seseorang lainnya. Di akhir lagu kita dapat mendengarkan elemen suara alam yang terekam. Sebuah suara kesunyian.

"Just You" menyusul sebagai lagu kelima yang dibuka dengan manis dengan intro gitar. Lagu bertempo lambat ini begitu menghanyutkan suasana, mengingatkan kita dengan nuansa lagu "Times of Your Life" versi Joanna Wang (versi aslinya dibawakan oleh Paul Anka).

Lagu ini tentang memuja seseorang yang muncul ketika sedang dalam kesendirian. Seseorang yang tiba-tiba saja tertambat di relung hati dan jiwa. Sebuah lagu yang sangat menarik, menenteramkan telinga.

Lagu berikutnya "2 am" terasa sekali noise (atau suara hujan?) di latar belakang oleh karena direkam di alam terbuka. Lagu singkat sepanjang hampir dua menit ini seakan-akan menjadi interlude album. Tetapi tidak, lagu ini justru punya cerita. Tentang kesendirian yang membuatnya susah terlelap dalam tidur malam oleh karena rasa rindu akan seseorang yang pergi karena sebuah pertengkaran.

"What Have We Done" menjadi tembang ketujuh. Lagu ini sepertinya mengandung cerita dari lagu sebelumnya, "2 am". Sebuah ungkapan penyesalan akan sebuah pertengkaran yang membuat hubungan menjadi pelik saja.

Lagu kedelapan adalah "Everything is Everything", yang sangat kuat mengandung sound R&B tahun 1990an. Lagu ini tentang upaya meyakinkan diri bahwa ia adalah sosok terpilih untuk seseorang. Mirip rayuan gombal tetapi dengan kata-kata berkelas. Suara jangkrik sayup-sayup terdengar di kejauhan. Bukan sesuatu yang mengganggu, malah menjadi elemen lagu yang menarik.

"Don't Catch Me" adalah track kesembilan yang berkisah tentang perpisahan. Lagu dibuka dengan petikan gitar yang berulang-ulang hingga satu menitan dengan tempo lambat. Nuansa lagu betul-betul berubah di menit 1:40, dimana elemen synth mengambil alih, lalu kembali lagi ke mode awal dan kemudian kembali lagi. Eksperimen sinematik terjadi di lagu ini, mengingatkan kita pada score film "Interstellar". Sebuah eksperimen yang memesona.

Sebagai penghujung album adalah lagu "The Answer", sebuah track bertempo lambat yang mengandung kesimpulan dari kisah-kisah di lagu-lagu sebelumnya. Lagu bergenre neo soul ini mengungkapkan bahwa pada akhirnya hubungan mereka tak bisa berpadu. Tetapi, siapa tahu?

Jeda kosong di menit 3:50an memberi waktu bagi elemen lo-fi dengan latar suara jangkrik yang memperkuat aura lagu, yang menghilang dalam sunyi hingga menyisakan suara jangkrik yang juga perlahan meredup. Lagu penutup album yang sangat berkesan.

"Question..." sangat menarik untuk disimak. Skor album ini adalah 8,7/10. Setiap lagu dalam album "Question.." punya sound dan elemen tersendiri, membuat betah bagi yang menikmatinya. Notable songs dalam album ini adalah "Just You", "Thinking Thinking" dan "The Answer".

Buat yang sedang di mabuk cinta atau sedang terbebani masalah cinta, album ini menjadi lentera untuk memandu kisahnya. Supaya tidak terlalu gegap gempita menyambut cinta, tetapi juga tidak terhempas lebih dalam karena terluka oleh cinta. Cinta itu ya bagian dari kehidupan saja, kadang datang, kadang pergi, kadang malah menetap hingga entah sampai kapan... Mungkin hingga ajal tiba...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun