Cabai adalah bahan makanan yang menimbulkan cita rasa pedas pada makanan. Selain menjadi bahan makanan, cabai juga menjadi pendamping makanan selingan atau snack khususnya aneka gorengan, misalnya bala-bala atau ote-ote, tahu isi dan lumpia. Rasa pedasnya membuat gorengan semakin mantap.
Tetapi bagaimana bila cabai pedas disantap mentah-mentah dan... dilombakan? Wahhh, pasti ada keriuhan tersendiri. Â Keriuhan penonton yang menyemangati para peserta ketika mereka memasukkan cabai pedas di mulutnya, juga respon atas ekspresi wajah yang memerah karena rasa pedas yang menyengat lidah. Tidak hanya pedas, tetapi super pedas...
Sejumlah even lomba makan cabai tahunan digelar di sejumlah negara misalnya Inggris, Australia, Belanda dan China. Pemenang kompetisi membuktikan diri sebagai orang paling bernyali di seluruh negeri, bahkan di dunia, yang kuat memakan cabai super pedas.
Salah satu lomba makan cabai yang cukup menghebohkan baru-baru ini diadakan di Inggris pada 14 Juli 2019 lalu. Even itu diadakan untuk meramaikan even balap mobil Formula Satu "The 2019 British Grand Prix" di sirkuit Silverstone, Inggris.
Even kompetisi makan cabai tahunan itu punya nama sendiri yaitu "Chilli Eating Contest Silverstone F1 2019". Kompetisi itu memakai salah satu cabai terpedas di dunia saat ini, Carolina Reaper, yang disediakan untuk peserta yang mampu mencapai babak akhir.
Sejumlah peserta bernyali tinggi dan sehat jasmani duduk di kursi masing-masing di atas panggung. Di depan mereka terdapat meja panjang untuk meletakkan papan nama dan cabai yang harus dimakan dalam lomba.
Di atas meja juga tersedia susu putih dalam gelas plastik. Sebagai informasi, penelitian menunjukkan bahwa segelas susu memiliki daya meredakan rasa pedas. Ini karena kandungan protein dalam susu mengikat zat capsaicin dari cabai. Menurut penelitian, susu putih juga membantu sistem pencernaan yang terganggu karena makan pedas.
Tetapi kebiasaan yang kita lakukan justru meminum air putih khususnya air dingin untuk mengusir rasa pedas. Alih-alih meredakan rasa pedas, air justru menyebarkan zat capsaicin di rongga mulut, membuat rasa pedas tidak kunjung hilang. Ini karena zat capsaicin yang bersifat larut dalam air.
Peraturan dalam lomba makan cabai sangat sederhana. Peserta yang bertahan memakan cabai hingga babak terakhir adalah pemenangnya. Setiap peserta akan melalui babak demi babak dengan memakan cabai yang ditentukan, dimulai dengan cabai yang memiliki tingkat kepedasan paling rendah di babak pertama hingga tingkat kepedasan lebih tinggi dan lebih tinggi lagi sampai babak akhir yaitu cabai terpedas di dunia. Whoaa...
Tingkat kepedasan cabai punya satuan tertentu yang disebut dengan Scoville Heat Units (SHU), atau dalam bahasa Indonesia disebut Skala Scoville. Skala ini pertama kali dibuat oleh Wilbur Scoville, ahli farmasi dari Amerika Serikat, pada tahun 1912. Penentuan SHU ini didasarkan pada tingkat konsentrasi capsaisin dalam cabai.
Lomba dimulai di babak pertama dengan cabai Shishito dengan tingkat SHU 200-500. Setiap peserta harus memakan satu cabai hingga habis. Sebagai pembanding, paprika memiliki tingkat SHU di bawah 100. Oleh karena itu rasanya tidak pedas.
Babak kedua, tingkat kepedasan cabai bertambah. Untuk bisa melaju ke selanjutnya, peserta harus memakan cabai bernama Cherry Bomb dengan tingkat kepedasan 2.500 hingga 5.000 SHU. Nampaknya, semua peserta masih menikmatinya dengan santai.
Babak ketiga pun dimulai. Saatnya peserta memakan cabai Jalapeno hijau. Tingkat kepedasan cabai ini adalah 3.000-5.000 SHU. Sepertinya cabai ini cukup pedas. Dua orang peserta menyerah dan harus pergi meninggalkan tempatnya.
Di babak keempat, giliran cabai Green Shakira harus mereka makan. Cabai ini punya level SHU 5.000 hingga 10.000. Ukuran cabainya juga lebih besar daripada cabai-cabai yang sebelumnya mereka makan.
Pada babak ini, beberapa peserta sudah terlihat kepedasan bahkan ketika baru mengunyah bagian ujung cabai. Suasana makin membahana dengan teriakan penonton yang menyemangati peserta yang mereka jagokan. Satu orang mengibarkan bendera putih di babak ini.
Babak kelima segera menguji peserta yang tersisa dengan cabai yang semakin pedas, yaitu cabai Finger Chilli x 2. Cabai ini memiliki tingkat kepedasan antara 8.000 hingga 10.000 SHU. Mungkin karena tingkat kepedasannya hampir sama dengan cabai Green Shakira, tidak ada peserta yang menyerah di babak ini.
Babak selanjutnya, yaitu babak keenam pasti akan membuat salah satu atau beberapa peserta menyerah. Pada babak ini, tingkat kepedasan cabainya melonjak hingga tiga sampai enam kali lipat.Â
Cabai Aji Amarillo yang disediakan di babak ini punya level SHU 30.000 hingga 50.000 SHU. Yup, cabai ini sukses membuat wajah sebagian peserta memerah. Satu orang peserta tidak kuat lagi dan terpaksa mundur di babak ini.
Suasana semakin panas dan riuh. Enam orang peserta yang tersisa pun semakin gerah. Tetapi masih ada semangat di mata mereka. Kini, babak ketujuh akan mereka tempuh.Â
Cabai yang disediakan di babak ini adalah Orange Cayenne yang tingkat kepedasannya 50.000 hingga 80.000 SHU. Satu orang peserta tidak sanggup lagi bertahan dan mundur.
Babak kedelapan tinggal lima orang peserta. Cabai yang harus mereka makan di babak ini adalah cabai Bird's Eye x 2. Cabai ini memiliki tingkat kepedasan 70.000 sampai 100.000 SHU. Tingkat kepedasannya ini hampir setara dengan cabai rawit yang memiliki level sekitar 100.000 SHU. Tidak ada peserta yang menyerah di babak ini.
Lima orang peserta masih mampu lanjut ke babak kesembilan. Di babak ini, tantangannya adalah cabai Scotch Bonnet dengan tingkat SHU 200.000 hingga 250.000. Tingkat kepedasannya mungkin setara dengan cabai gendot atau cabai gendol yang dibudidayakan di sekitar Dieng, Jawa Tengah. Cabai gendot memiliki level SHU 100.000 hingga 350.000.
Walau cabai itu tergolong sangat pedas, kelima orang peserta sama kuat dan berhak maju ke babak berikutnya. Wajah peserta semakin memerah. Sepertinya sudah ada gejala tersiksa lahir dan batin. Tetapi penonton semakin riuh saja menyemangati jagoannya.
Di babak kesepuluh para peserta memakan cabai yang tergolong super pedas, Ghost Pepper! Tingkat kepedasan cabai tersebut empat hingga kali lipat daripada cabai Scotch Bonnet di babak kesembilan, yaitu 800.000 hingga 1 juta SHU.
Beberapa peserta terlihat gusar dan mungkin dalam hati bertanya, 'apakah aku mampu lanjut atau berhenti sampai di sini?' Dua peserta tidak sanggup lagi dan serempak beranjak dari kursi, menyerah di babak ini.
Alhasil, hanya tiga peserta yang berhak maju ke babak kesebelas. Di babak ini tantangan semakin menguji nyali peserta yang tersisa. Mereka harus memakan cabai yang lebih pedas lagi, yaitu Chocolate Scorpion, yang level pedasnya 1,2 juta SHU! Itu luar biasa pedas, bahkan bagi orang Indonesia yang doyan pedas sekalipun. Satu orang pun menyerah di babak ini.
Babak ke-12 ibarat babak final karena menyisakan dua orang pria yang sama-sama kuat nyali, kuat lidah dan mulut dan kuat organ pencernaan. Salah satu dari mereka bakal menjadi pemenang. Tetapi untuk menjadi pemenang sejati, mereka harus melewati tantangan berat, yaitu memakan cabai super duper pedas, Carolina Reaper...
Tingkat kepedasan cabai ini tidak main-main, 1,6 juta SHU! Bahkan ada yang mencatat tingkat kepedasannya 2,2 juta SHU. Cabai ini tercatat sebagai cabai paling pedas di dunia versi Guinness World Records tahun 2013. Wah, mungkin saya bisa pingsan ketika mengigit bagian ujungnya saja.
Kedua peserta itu dengan gagah berani menyantapnya. Bahkan salah satu peserta menggigitnya sekaligus dan mengunyahnya. Gurat wajah mereka menunjukkan ekspresi kepedasan yang teramat dalam. Mereka dianugerahi organ pencernaan yang luar biasa. Keduanya juga masih memiliki tekad kuat untuk maju ke babak berikutnya. Cabai apa yang akan mereka makan di babak berikutnya? Cabai yang pasti punya rasa pedas yang jauh lebih edan dari Carolina Reaper.
Tunggu, memang masih ada ya cabai yang pedasnya melebihi Carolina Reaper. Ada dong...Dan mereka harus memakannya di babak ke-13. Cabai yang disediakan di babak ini rasa pedasnya super duper edan, nama cabai itu disebut sebagai The Intimidator!
Belum diketahui nama latin cabai yang berukuran sebesar buah mentimun itu. Tingkat kepedasannya juga belum terukur. Tetapi pastinya rasa pedasnya melebihi rasa pedas cabai terpedas di dunia yang disajikan di babak sebelumnya, Carolina Reaper. Byuhhhh...
Ternyata dua orang peserta itu mampu menghabiskan satu buah cabai tersebut. Karena ini adalah babak puncak, pemenangnya ditentukan berdasarkan pemakan cabai paling cepat dan yang lebih dulu menelan habis cabai dari dalam mulut. Pria bernama Jonny Hollyman akhirnya ditentukan sebagai pemenang kompetisi tersebut.Â
Berikut tayangan video kompetisi tersebut.
Cabai yang dipakai di setiap kompetisi tidak sama, tetapi harus pedas
Di setiap even lomba makan cabai, cabai yang dipakai untuk lomba tidak selalu sama. Persamaannya, cabainya harus pedas. Babak pertama selalu diawali dengan cabai dengan tingkat SHU paling rendah, yang semakin meningkat di babak-babak berikutnya. Pemenang yang terakhir bertahan ditentukan sebagai pemenangnya,
Misalnya lomba makan cabai di Reading Chili Festival di Reading, Inggris yang diadakan bulan Juni 2019 lalu. Di babak pertama, cabai yang harus disantap adalah cabai Corno Di Toro yang berlevel 0 hingga 200 SHU. Lebih rendah daripada cabai Shishito yang dipakai di babak pertama lomba di Silverstone. Cabai Shishito baru disajikan di babak kedua di Reading.
Dalam kompetisi tahunan tersebut, dua orang peserta wanita bernama Shahina Waseem dan Sid Barber ditetapkan sebagai pemenang bersama setelah sama-sama kuat di babak ke-17.Â
Di babak itu mereka memakan habis cabai Carolina Reaper hingga tak bersisa di mulut mereka. Sid Barber sudah keempat kalinya memenangkan kompetisi tersebut. Sedangkan Shahina Waseem adalah Ratu Cabai Inggris yang kerap memenangkan kontes makan cabai. Ia memenangkan lebih dari 20 kompetisi makan cabai.
Di China, tepatnya di propinsi Hunan, ada sebuah festival cabai tahunan yang juga menggelar kompetisi makan cabai. Kompetisi di tahun 2019 baru saja diadakan di awal Juli lalu.
Bedanya, kompetisi tersebut tidak menggunakan sistem babak seperti kompetisi serupa di Inggris. Kompetisi itu juga hanya memakai satu jenis cabai, yaitu cabai Tabasco. Cabai Tabasco memiliki tingkat kepedasan 30.000 hingga 50.000 SHU. Lumayan pedas.
Meski hanya memakai satu jenis cabai, peserta tidak lantas memakan satu buah cabai saja. Untuk menjadi pemenang kompetisi, mereka harus memakan 50 buah cabai. Peserta yang tercepat memakan habis 50 buah cabai itu ditetapkan menjadi pemenang.
Peserta harus menceburkan diri di sebuah kolam yang dipenuhi cabai merah Tabasco yang mengapung di permukaan air. Penggunaan kolam air ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak iritasi kulit para peserta. Para peserta juga diawasi oleh sejumlah dokter untuk berjaga-jaga bila ada peserta yang mengalami masalah.
Kompetisi tersebut dimenangkan oleh Tang Shuaihui, warga Hunan. Ia memakan 50 buah cabai dengan kecepatan yang luar biasa. Selain cepat, Tang juga mampu bertahan dari rasa pedas yang menyengat kuat. Walau cabai Tabasco bukan cabai terpedas di dunia, tetapi dengan jumlah sebanyak itu pasti menyiksa peserta.
Isu kesehatan membayangi kompetisi makan cabai
Kompetisi memakan cabai memang menarik dan seru, tetapi di sisi lain ada bayang-bayang isu terkait kesehatan para peserta. Hadiah yang disediakan mungkin menggoda, tetapi apakah hadiah itu sepadan dengan pengorbanan fisik mereka?
Memang, peserta yang mengikuti kompetisi ini harus bernyali tinggi, sehat jasmani dan yang pasti penyuka pedas. Karena cabai yang dilombakan punya tingkat kepedasan sangat tinggi, potensi gangguan kesehatan pasti membayangi peserta.
Bahkan peserta yang terlatih memakan cabai super pedas mentah-mentah pun tidak menjamin ia aman dari gangguan kesehatan. Tantangan memakan cabai yang luar biasa pedas itu sangat berat, bahkan Dilan pun belum tentu kuat...
Sebagai informasi, pernah terjadi sebuah kasus berkaitan dengan lomba makan cabai ini. Di tahun 2016 lalu, seorang pria harus dirawat di rumah sakit beberapa saat setelah mengikuti sebuah lomba makan cabai di negara bagian New York, Amerika Serikat. Ia mengalami sakit kepala yang sangat menyakitkan yang disebut "thunderclap headaches" setelah memakan cabai Carolina Reaper.
Hasil CT scan terhadap pria berusia 34 tahun itu menunjukkan bahwa beberapa bagian arteri di otak pria tersebut mengalami penyempitan. Ini adalah kasus pertama yang disebabkan karena memakan cabai. Kasus itu didokumentasikan di jurnal kedokteran British Medical Journal atau BMJ (sumber)
Di tahun 2018 lalu, seorang pria peserta kompetisi makan cabai juga harus dilarikan ke rumah sakit Royal Sussex County Hospital, Inggris, setelah memakan cabai super pedas yang tingkat kepedasannya lebih dari satu juta SHU. Ia menderita pening, disorientasi dan berkeringat.
Penderitaan ketika mengikuti lomba makan cabai juga diutarakan oleh Shahina. Meski menyandang sebutan Ratu Cabai Inggris, sebetulnya ia juga merasa tersiksa ketika mengikuti kompetisi tersebut. Rasa pedas yang luar biasa membuatnya seakan "sekarat" selama lomba, tetapi biasanya rasa sakit itu tidak bertahan lama. Kira-kira satu atau dua jam setelah kompetisi biasanya rasa sakit itu hilang.
Walau dibayangi dengan isu kesehatan oleh karena memakan cabai yang luar biasa pedas, kompetisi memakan cabai nampaknya masih menarik banyak orang. Terbukti kompetisi ini tidak pernah sepi dari orang yang ingin menjadi peserta atau sekadar ingin menontonnya.
Bacaan:
Chili grower defends world's hottest pepper after man who ate one was hospitalized - FOX NewsÂ
How Hot is That Pepper? How Scientists Measure Spiciness - SmithsonianÂ
Man collapses after eating a red-hot GHOST CHILLI during a chilli-eating contest - The SunÂ
Red hot chilli eater downs 50 peppers in barely a minute at contest in spice-loving Hunan, China - South China Morning PostÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H