Sedangkan manusia yang buruk dipengaruhi pandangan demonic yang akan diganjar dengan dosa, yang bila dipelihara sampai mati akan disambut oleh pintu neraka.
Perilaku manusia yang angelic sehari-hari diantaranya adalah banyak memberi atau beramal, selalu tersenyum kepada orang lain, menghormati orang lain, membantu fakir miskin, berinvestasi kahaan start up (oleh karena itu ada sebutan angel investor atau angel funder) dan sebagainya.Â
Seorang individu dengan pribadi yang angelic akan selalu ingin berada dalam lingkungan orang-orang baik, selalu terinspirasi dengan keberhasilan individu lain, suka menawarkan solusi daripada tenggelam dalam masalah, dan lain-lain.
Tentang karakter manusia yang angelic, mereka adalah manusia yang menghargai dan menghormati kemanusiaan (humanity). Oleh karena itu orang-orang angelic biasanya tidak gampang naik pitam, tidak mudah melaknat orang lain, dan biasanya sangat anti kekerasan.Â
Hal ini karena mereka memahami konsep humanity yang juga tidak lepas dari nilai-nilai religi. Oleh karena itu, manusia angelic menganggap bahwa hubungan antar sesama manusia itu mendapatkan posisi penting dalam implementasi nilai-nilai religi dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan perilaku manusia yang demonic dalam keseharian, misalnya enggan beramal atau berbagi rejeki, enggan tersenyum kepada orang lain, tidak menghormati orang lain, enggan membantu orang lain, suka memfitnah orang lain, iri dengki dan lain-lain.
Pribadi yang demonic akan berada di lingkungan orang-orang yang tidak baik. Kadang senang menciptakan perselisihan dengan orang lain, bahkan bila itu harus menyakiti atau bahkan membunuh orang lain. Ini karena humanity bukan hal penting bagi mereka. Padahal sehari-hari mereka hidup bersama manusia lainnya.
Sebenarnya, bila manusia sudah mencapai titik tertentu dalam perjalanan menuju pencerahannya ini, pasti terjadi perubahan terhadap perilakunya yang berbeda dengan yang sebelumnya. Karena pada prinsipnya religi menjadi semacam lentera agar manusia dapat berperilaku baik, maka religi seharusnya membuat manusia berperilaku angelic.
Dari sini kita dapat memetik tesis bahwa apabila seseorang mentautkan diri dengan religi, perilaku mereka seharusnya menjadi angelic, bukannya demonic. Karena itu sudah tujuan dari religi, apapun namanya, yang menjadi pedoman atau penuntun agar manusia menjadi lebih baik.
Maka, apabila kita melihat seseorang berperilaku demonic atas nama religi, apalagi bila terjadi eksploitasi religi demi memuaskan nafsu demonic, maka ada suatu kesalahan dalam proses pencarian seorang individu dalam upaya mencari pencerahan.
Hal ini menjadi semakin runyam apabila proses pencarian lewat jalan religi itu belum terbebaskan oleh elemen demonic. Seorang individu akan gampang menganggap individu lain salah menurut versi mereka sendiri.