Kira-kira dua minggu terakhir ini, saya melihat beberapa video singkat di media sosial yang menayangkan sejumlah orang yang melampiaskan emosi secara berlebihan terkait Pemilu yang hasilnya tidak dapat mereka terima. Ada yang marah-marah, ada yang teriak-teriak, ada yang menghujat dan melaknat, bahkan ada yang merusak suatu properti sebuah forum.
Video tersebut telah beredar luas di media sosial dan mungkin sudah ditonton jutaan orang. Beberapa orang yang terekam dalam video tersebut ada yang melontarkan opini yang menurut saya disampaikan dengan seenaknya sendiri berdasarkan pada sumber yang diragukan keakuratannya.
Ketika melihat tayangan video tersebut, saya menangkap ada dua sinyal yang perlu kita cermati bersama. Pertama, opini tidak berdasar yang disampaikan oleh sejumlah orang dalam beberapa tayangan video singkat ituseakan menjadi sinyal rendahnya literasi informasi.
Pada saat yang bersamaan, ada sinyal rendahnya implementasi nilai-nilai religi dalam kehidupan sehari-hari. Saya merasakan ada fenomena eksploitasi nilai-nilai religi yang semestinya menjadi ranah pribadi.
Saya lebih tertarik mengamati sinyal kedua. Ketika saya melihat beberapa tayangan video singkat tersebut, saya mengamati perilaku emosional mereka muncul ketika mereka mengenakan atribut religi.
Terlepas dari sadar atau tidak, bahwa ketika mereka marah-marah, berteriak, membentak, menghujat, melaknat atau bahkan melakukan tindakan pengrusakan justru menjauhkan mereka dari nilai-nilai religi yang mereka yakini.
Pertama melihat tayangan itu karena tertarik ingin melihatnya. Belakangan saya malah menyesalinya. Saya sangat menyayangkan perilaku sejumlah orang yang surprisingly, dengan tampilan luar yang terkesan saleh / religius tetapi ternyata memendam kesumat yang terlontarkan secara meledak-ledak.
Menurut saya tayangan video tersebut cukup mengkhawatirkan karena bisa berdampak pada perilaku anak-anak yang tidak sengaja melihatnya. Saya khawatir di saat proses berpikir mereka sedang bertumbuh, nilai-nilai kebaikan yang selama ini ditanamkan oleh orang tua, sekolah atau keluarganya akan sirna.
Mereka bisa saja menangkap ide bahwa untuk mengemukakan pendapat orang boleh bebas beropini seenaknya sendiri, boleh marah-marah, bahkan boleh berkelahi, kalau perlu tonjok mukanya. Waduh...
Saya senang mengamati tingkah laku orang lain baik ketika bertemu langsung, mengamati dari kejauhan atau lewat tayangan video. Termasuk mengamati orang-orang dalam tayangan video tersebut.
Melihat mereka membuat saya mengelus dada saking menggemaskannya. Jauh lebih menggemaskan daripada "kucing oren" atau "kocheng oren" (kucing yang bulunya berwarna oranye) yang sekarang ini juga sedang trending di media sosial.