Kalau kita rajin mengikuti informasi dunia, kita bakal mengetahui bahwa dunia kini sedang bergerak menuju masa depan. Dinamika dunia dikabarkan setiap hari, termasuk perkembangan sains dan teknologi.
Globalisasi sudah menjadi kenyataan yang tidak bisa kita tolak, bahkan bagaimana kuatnya paham politik suatu negara. Pada satu sisi kita memaknai globalisasi dengan tindak kuasa barat terhadap timur, atau bangsa satu terhadap bangsa lainnya.Â
Globalisasi dimaknai sama dengan imperialisme. Pandangan tersebut dilatarbelakangi sejarah imperialisme di masa lalu yang menimbulkan trauma mendalam, termasuk Indonesia.Â
Seiring berjalannya waktu, dunia dan orang-orang di dalamnya enggan hidup dalam mode statis belaka. Manusia adalah makhluk yang ditakdirkan untuk evolve atau berevolusi dalam hal mindset (pola pikir) dan behavior (cara hidup).
Seiring perjalanan waktu, manusia juga semakin cerdas. Manusia juga semakin mobile (bergerak). Pergerakannya tidak dalam lingkup lokal tetapi juga regional dan global. Di daratan, lautan bahkan di angkasa!
Manusia masa lalu menemukan sesuatu, manusia masa kini mengembangkan temuan-temuan itu, yang ternyata meletupkan terobosan-terobosan dalam kehidupan. Pada akhirnya, manusia masa kini pun sudah akrab dengan teknologi.
Globalisasi membuat kita tahu apa yang sedang menjadi perbincangan hangat di benua Eropa. Informasi teknologi terbaru juga bisa diketahui selang beberapa saat setelah diinformasikan. Tayangan pertandingan olah raga secara live pun kini dapat dinikmati lewat gawai pribadi di mana saja. Semuanya berkat kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi.
Saat ini pada umumnya kita sudah menggunakan perangkat yang mampu mengakses teknologi seluler 4G dan 3G. Teknologi 5G sudah di ambang pintu dan mungkin akan meluncur tidak lama lagi. Sementara itu, tersiar kabar terbaru bahwa China kini sedang ambil ancang-ancang untuk meneliti teknologi 6G yang pastinya lebih canggih daripada 5G.
Saat ini kita juga sudah memasuki era Revolusi Industri 4.0 dimana Artificial Intelligence dan Machine Learning sudah mulai diaplikasikan di seluruh dunia. Terlepas dari kekhawatiran akan hilangnya sumber daya manusia, nyatanya banyak korporasi mempertimbangkan untuk mengarah ke sana.
Bahkan menurut analis AI yang dikutip oleh Venture Beat, investasi AI pada tahun 2018 lalu sudah mencapai USD 7,35 milyar atau kira-kira 105 trilyun rupiah. Tahun 2019 nilainya pasti akan berlipat. (VentureBeat.com)
Persaingan di bidang teknologi pun menyasar ke level yang lebih tinggi, teknologi ruang angkasa. Amerika Serikat sudah mempersiapkan diri menuju Bulan lagi paling cepat pada tahun 2020 atau 2021 nanti. Bahkan rencana untuk ke planet Mars sudah dalam penggodogan. Mereka berharap di tahun 2030an nanti, manusia bakal menjejak tanah Mars untuk pertama kalinya.
India dan China juga mulai memasuki kompetisi di ranah space technology. Bahkan sejarah teknologi antariksa India sudah dimulai pada tahun 1963 dimana untuk kali pertama mereka mampu meluncurkan roket dari Thumba, tidak jauh dari Kerala.
Sebagai informasi, India memiliki lembaga ruang angkasa seperti NASA di Amerika Serikat yang bernama India Space Research Organisation atau ISRO. India sudah beberapa kali meluncurkan roket dari negeri mereka.
Kini mereka sudah bersiap untuk ambil bagian dalam misi ke Bulan. Tanggal 15 Juli 2019 nanti, nampaknya bakal menjadi salah satu milestone misi ruang angkasa India. Roket Chandrayaan-2 akan diluncurkan untuk mengeksplorasi Bulan. Misi tersebut akan mengirimkan orbiter, lander dan rover yang akan menjelajah kutub selatan Bulan. (Space.com dan BBC.com)
Pada bulan Januari 2019 lalu, China berhasil mendaratkan wahana nirawak Chang'e 4 di permukaan kutub selatan Bulan. Sementara Chang'e 5 sudah dijadwalkan akan menuju Bulan akhir tahun ini. Misi yang namanya diambil dari nama Dewi Bulan dalam mitologi China itu dilakukan oleh lembaga khusus eksplorasi Bulan China yaitu China's Lunar Exploration Program (CLEP). Mereka bahkan sudah membuat semacam grand design kolonisasi di Bulan pada tahun 2036, yang artinya hanya sekira 16 tahun lagi. (TheDiplomat.com)
Infrastruktur teknologi komunikasi dan informasi di ruang angkasa pun memiliki perkembangannya sendiri. Teknologi ini tidak menyasar untuk komunikasi di Bumi saja, melainkan Bumi - selestial atau selestial - Bumi. Sebuah rencana besar era komunikasi interstellar ini sedang dalam pembahasan di kalangan para ilmuwan dan akan mendukung komunikasi internet di ruang angkasa. (T3.com)
Evolusinya ke depan akan membuat komunikasi antar manusia di Bulan atau Mars atau pun planet lain semudah menghubungi anggota keluarga kita yang hidup merantau di luar kota atau luar pulau. Hal yang nampaknya mencengangkan di masa kini tetapi akan menjadi biasa di masa depan.
Sementara itu, kita di Indonesia nampaknya masih berkutat dengan kesibukan-kesibukan yang tidak esensial. Bahkan kita juga nampaknya terbiasa dengan karut-marut yang tidak membawa kita kemana-mana. Ibaratnya kita bercita-cita tinggi tetapi dalam angan belaka, karena kita memilih untuk pasif atau diam, atau sibuk dengan hal-hal yang tidak relevan tanpa tahu bagaimana mewujudkan cita-cita.
Bahkan sebagian dari kita mungkin masih sempit pikir. Kita terbuai kehidupan di dalam tempurung betapapun pahitnya, sementara manusia di luar sana sudah evolve, sudah memiliki mindset yang sama sekali berbeda dengan masa lalu.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan keputusan kita untuk berlama-lama menikmati kehidupan di dalam tempurung bersama katak (kalimat satir, terinspirasi oleh ungkapan "seperti katak dalam tempurung").
Tetapi bila di luar sana orang-orang sudah meng-upgrade diri begitu pesatnya, pahit rasanya melihat kenyataan bahwa kita secara perlahan sedang men-downgrade diri. Kita seakan berkubang dalam lumpur yang sama, alih-alih menatap lautan luas di tepi kubangan lumpur.
Kita tidak menyangka kalau Vietnam, yang tidak begitu jauh dari negeri kita, kini mulai berkembang pesat. Begitu pula Myanmar dan Kamboja. Padahal kita tahu bahwa masyarakat ketiga negeri itu pernah hidup dalam tekanan batin selama bertahun-tahun lamanya karena situasi politik yang labil.
Kehidupan warganya yang lebih baik juga baru saja mereka rasakan. Bisa dikatakan ketiga negara tersebut saat ini dalam periode transisi. Kemauan yang kuat menatap masa depan membuat ketiga negara tersebut diramalkan menjadi kekuatan baru di ASEAN dan Asia.
Dari tiga negara itu, Vietnam yang paling menjadi sorotan. Warga di negeri yang punya julukan negeri Mawar itu kini sangat sibuk. Jangan kaget bila ada ada yang meramalkan bahwa dalam 10 tahun mendatang Vietnam akan mampu menyalip Singapura, bahkan bisa menjadi the next China.
Dalam lingkup Asia, Anda mungkin akan tercengang dengan Bangladesh yang bergerak mengubah dirinya. Negeri tetangga India itu baru-baru ini diulas oleh The Asset sebagai satu dari tiga negara Asia, bersama Vietnam dan Myanmar, yang akan memiliki masa depan yang cerah.
Kepemimpinan Bangladesh punya cita-cita mentransformasikan negerinya setara dengan Jepang. Bangladesh punya "Delta Plan 2100" untuk membawa Bangladesh menuju kemajuan. Guna mencapai itu, ada sejumlah misi yaitu "Agenda 2030", "Vision 2041" dan "Vision 2071". Â (DhakaTribune.com)
Di Afrika, negeri Ethiopia dulu kerap diberitakan sebagai negeri yang miskin. Banyak penduduknya mengalami kekeringan dan kelaparan. Konflik politik membuat situasi negeri tersebut pernah runyam. Tetapi Ethiopia mentransformasikan diri menjadi salah satu negara di benua Afrika yang berkembang pesat. Lihatlah ibukota Addis Ababa yang kini menjelma menjadi kota metropolitan megah.
Di Amerika Selatan, Bolivia nampaknya segera bersiap mentransformasikan diri. Kekayaan garam lithium yang dimiliki negeri itu akan menjadi the next big thing dalam teknologi kendaraan listrik global yang akan datang tidak lama lagi. National Geographic pernah mengulas secara komprehensif tentang hal ini.
Kembali lagi ke Indonesia, kita bersyukur negeri kita dilimpahi kekayaan yang luar biasa. Tidak hanya kekayaan alam atau keragaman hayati, keragaman sosial budaya masyarakat Indonesia juga menjadi kekayaan tersendiri yang belum tentu dimiliki negara lain.
Tetapi sayangnya, alih-alih mengelolanya dengan baik, lebih memilih berjalan di tempat. Kita enggan berpikir konstruktif yang membuat kita tidak lekas bertransformasi. Akibatnya, ketika melihat orang lain yang tumbuh dengan pola pikir yang berbeda, kita gampang menentangnya atas dasar egosentrisme atau egoisme semata.
Atas dasar egosentrisme dan egosime pula kita memandang orang lain lebih rendah, lebih tercela, lebih hina, lebih nista. Di satu sisi kita mengagungkan diri kita, merasa lebih superior dari manusia lainnya, tetapi di sisi lain kita lupa bahwa kehidupan setiap manusia juga tidak lepas dari lumuran dosa.
Karena tenggelam dalam prinsip keakuan yang sangat lama dan malahan bersahabat dengannya, membuat kita sedikit demi sedikit menggerus makna kemanusiaan. Padahal kita adalah manusia yang seharusnya mengagungkan dan menghargai kemanusiaan.
Bila kita bicara tentang kemanusiaan, tidak melulu tentang manusia yang dianiaya manusia lainnya. Praktik korupsi yang masih terjadi sebenarnya menentang prinsip-prinsip kemanusiaan. Bila terjadi secara masif, bisa mendegradasi kemanusiaan ke titik terendah. Persoalan ini belum jua selesai, malah nampaknya berjalan selaras dengan pembangunan. Ironis.
Kita juga cenderung meluruhkan kemampuan kognitif yang membuat kita memaksakan diri untuk menikmati kehidupan ala televisi jaman dulu, hitam putih saja. Padahal kemampuan kognitif yang mumpuni adalah salah satu kunci kehidupan manusia dapat evolve, dapat berkembang, melompat lebih jauh dari yang manusia bayangkan.
Kita bisa menganalogikan negeri kita secara sederhana, yaitu sebuah rumah besar, yang jauh lebih besar dari Rumah Gadang. Banyak orang yang tinggal di dalamnya. Bila kita selalu menutup semua pintu dan jendela, bukankah kita akan merasakan kegelapan, kepengapan, keterbatasan? Mungkin kulit kita menjadi putih tetapi kita menjadi sakit akibat tiadanya paparan sinar matahari dan udara dari luar, misalnya.
Sehari-hari hidup dalam keadaan serba terkungkung di dalam rumah yang serba tertutup, berebut makanan menjadi kebiasaan oleh karena terbatasnya sumber daya. Karena hanya ada sedikit ayam, sedikit sapi dan sedikit tanaman pangan di lahan sempit sekitar rumah untuk menghidupi setiap anggota keluarga. Karena itu, bertahan hidup menjadi satu-satunya bahasa yang berlaku di rumah itu. Â
Lain halnya bila kita membuka jendela, bagaimana rasanya? Kita bisa menikmati hangatnya matahari, desir angin yang melingkupi setiap ruangan, atau suara gemericik air dari sungai tidak jauh dari rumah. Bila kita membuka pintu rumah kita, artinya kita siap menyambut orang lain dengan suka cita.
Datangnya orang lain itu membawa banyak makna. Tetapi pada dasarnya, bila kita membuka pintu-pintu dan jendela-jendela rumah kita dengan lebar-lebar, ada harapan besar di luar sana yang mungkin akan membuat kehidupan kita lebih baik. Â Â
Kata orang bijak, hidup adalah memilih. Mana yang akan kita pilih untuk masa depan kita, menutup rapat-rapat semua pintu dan jendela rumah kita, atau membukanya lebar-lebar?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H