India dan China juga mulai memasuki kompetisi di ranah space technology. Bahkan sejarah teknologi antariksa India sudah dimulai pada tahun 1963 dimana untuk kali pertama mereka mampu meluncurkan roket dari Thumba, tidak jauh dari Kerala.
Sebagai informasi, India memiliki lembaga ruang angkasa seperti NASA di Amerika Serikat yang bernama India Space Research Organisation atau ISRO. India sudah beberapa kali meluncurkan roket dari negeri mereka.
Kini mereka sudah bersiap untuk ambil bagian dalam misi ke Bulan. Tanggal 15 Juli 2019 nanti, nampaknya bakal menjadi salah satu milestone misi ruang angkasa India. Roket Chandrayaan-2 akan diluncurkan untuk mengeksplorasi Bulan. Misi tersebut akan mengirimkan orbiter, lander dan rover yang akan menjelajah kutub selatan Bulan. (Space.com dan BBC.com)
Pada bulan Januari 2019 lalu, China berhasil mendaratkan wahana nirawak Chang'e 4 di permukaan kutub selatan Bulan. Sementara Chang'e 5 sudah dijadwalkan akan menuju Bulan akhir tahun ini. Misi yang namanya diambil dari nama Dewi Bulan dalam mitologi China itu dilakukan oleh lembaga khusus eksplorasi Bulan China yaitu China's Lunar Exploration Program (CLEP). Mereka bahkan sudah membuat semacam grand design kolonisasi di Bulan pada tahun 2036, yang artinya hanya sekira 16 tahun lagi. (TheDiplomat.com)
Infrastruktur teknologi komunikasi dan informasi di ruang angkasa pun memiliki perkembangannya sendiri. Teknologi ini tidak menyasar untuk komunikasi di Bumi saja, melainkan Bumi - selestial atau selestial - Bumi. Sebuah rencana besar era komunikasi interstellar ini sedang dalam pembahasan di kalangan para ilmuwan dan akan mendukung komunikasi internet di ruang angkasa. (T3.com)
Evolusinya ke depan akan membuat komunikasi antar manusia di Bulan atau Mars atau pun planet lain semudah menghubungi anggota keluarga kita yang hidup merantau di luar kota atau luar pulau. Hal yang nampaknya mencengangkan di masa kini tetapi akan menjadi biasa di masa depan.
Sementara itu, kita di Indonesia nampaknya masih berkutat dengan kesibukan-kesibukan yang tidak esensial. Bahkan kita juga nampaknya terbiasa dengan karut-marut yang tidak membawa kita kemana-mana. Ibaratnya kita bercita-cita tinggi tetapi dalam angan belaka, karena kita memilih untuk pasif atau diam, atau sibuk dengan hal-hal yang tidak relevan tanpa tahu bagaimana mewujudkan cita-cita.
Bahkan sebagian dari kita mungkin masih sempit pikir. Kita terbuai kehidupan di dalam tempurung betapapun pahitnya, sementara manusia di luar sana sudah evolve, sudah memiliki mindset yang sama sekali berbeda dengan masa lalu.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan keputusan kita untuk berlama-lama menikmati kehidupan di dalam tempurung bersama katak (kalimat satir, terinspirasi oleh ungkapan "seperti katak dalam tempurung").
Tetapi bila di luar sana orang-orang sudah meng-upgrade diri begitu pesatnya, pahit rasanya melihat kenyataan bahwa kita secara perlahan sedang men-downgrade diri. Kita seakan berkubang dalam lumpur yang sama, alih-alih menatap lautan luas di tepi kubangan lumpur.
Kita tidak menyangka kalau Vietnam, yang tidak begitu jauh dari negeri kita, kini mulai berkembang pesat. Begitu pula Myanmar dan Kamboja. Padahal kita tahu bahwa masyarakat ketiga negeri itu pernah hidup dalam tekanan batin selama bertahun-tahun lamanya karena situasi politik yang labil.