Sedangkan empati kognitif mengacu pada kemampuan seseorang  untuk mengidentifikasi dan memahami emosi orang lain dengan melihat dari sudut pandang orang lain. Perasaan orang lain seperti susah, senang, sedih, marah dapat dirasakan melalui empati kognitif.
Seorang dokter yang memahami empati kognitif ini akan berusaha membuat perasaan pasien menjadi tenang. Dokter yang tepat waktu praktik membuat pasien dapat menyingkirkan rasa gelisahnya.
Hal ini berbeda bila dokter terlambat praktik, apalagi bila tidak ada informasi yang jelas tentang keterlambatan dokter. Sebagian pasien merasa gelisah yang berpotensi memicu stres, yang membuat penderitaannya bertambah.
Bila dokter berpraktik tepat pada waktunya, perasaan pasien bermacam-macam. Yang pasti lega karena tidak lama lagi ia akan diperiksa oleh dokter. Kadang malah muncul perasaan sugesti dari pasien yang merasa keluhannya berkurang bahkan sebelum gilirannya masuk ke ruang periksa.
Perasaan gelisah ketika menunggu jam buka praktik dokter luruh tepat ketika dokter membuka pintu ruang praktiknya. Perasaan sugesti semacam ini susah untuk diteliti tetapi terjadi.Â
Contohnya, keponakan saya yang sudah merasa cocok berobat di salah seorang dokter umum. Penderitaannya berkurang bahkan ketika sedang duduk di ruang tunggu pasien. Ternyata bukan keponakan saya saja, ada sejumlah pasien lain yang merasakan sugesti yang sama ketika berobat ke dokter tersebut.
Bila dokter terlambat waktu berpraktik, pasien juga seyogyanya membangun empati kognitif terhadap dokter. Â Dokter juga manusia yang tak lepas dari sejumlah kendala (obstacles). Harap digarisbawahi bahwa maksud dari kendala adalah berkaitan dengan hal non-teknis.
Sedangkan dari sisi teknis, dokter sudah menguasai berbagai prosedur medis dan medikasi oleh karena pendidikan akademis dan pendidikan profesi yang ditempuh bertahun-tahun.
Hal-hal non teknis cenderung tidak dapat diprediksi, misalnya jadwal operasi di rumah sakit yang kadang lama, atau mungkin kemacetan parah yang membuat sang dokter terjebak di tengah kemacetan, atau ban motor/mobil sang dokter kempis atau bocor, atau ada jadwal rapat penting mendadak di rumah sakit, atau ada salah satu anggota keluarga dokter sakit, atau mungkin sang dokter sendiri yang sakit, dan lain-lain.
Bisa jadi dokter terlambat datang karena masih belum selesai berpraktik di lokasi sebelumnya. Perlu diketahui bahwa saat ini dokter umum dan spesialis berpraktik maksimal di tiga tempat. Hal ini berdasarkan Pasal 37 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Bila satu lokasi praktik dokter dengan lokasi praktik lainnya berjarak cukup jauh, dokter memerlukan waktu untuk menempuh perjalanan ke lokasi praktik berikutnya. Bila ia menangani banyak pasien di lokasi praktik sebelumnya, yang membuat waktu praktiknya lebih panjang, ditambah jarak yang cukup jauh untuk menuju ke lokasi praktik berikutnya, maka sang dokter sudah pasti akan terlambat tiba.