Toko swalayan seperti minimarket, supermarket dan hipermarket adalah tempat belanja alternatif kebutuhan sehari-hari masyarakat selain di pasar atau toko konvensional. Masing-masing toko swalayan menawarkan berbagai fasilitas dan layanan yang sangat memudahkan konsumen untuk berbelanja.
Berbeda dengan toko konvensional atau pasar, konsumen lebih nyaman dalam berbelanja menyusuri rak demi rak. Keranjang belanja dan troli disediakan untuk membawa barang belanjaan yang dipilih konsumen sebelum menuju kasir. Kadang tersedia fasilitas travelator yang memberi kenyamanan konsumen ketika membawa troli belanjaannya menuju area parkir kendaraan.
Fasilitas AC atau penyejuk udara membuat kegiatan berbelanja lebih nyaman lagi. Berbagai metode pembayaran tersedia baik tunai, uang elektronik, debet maupun kredit. Di sejumlah lokasi toko swalayan kadang tersedia ATM. Sejumlah layanan tersebut sangat memudahkan konsumen dalam bertransaksi.
Belum lagi jika ada layanan add-on, misalnya layanan memasak bahan mentah ikan atau daging. Kadang ada supermarket atau hipermarket yang menyediakan layanan ini. Layanan memasakkan bahan mentah ini sangat membantu kalangan super sibuk yang hampir tidak ada waktu untuk memasak di rumah atau apartemen.
Menyediakan tester produk adalah salah satu layanan add-on favorit konsumen. Umumnya ada di supermarket dan hipermarket. Misalnya untuk produk parfum atau larutan pelembut dan pengharum pakaian, kadang tersedia botol berlabel tester.
Tester ini kadang juga tersedia untuk produk makanan misalnya roti. Biasanya makanan atau roti dipotong kecil-kecil yang ditempatkan dalam wadah kecil ataupun wadah kemasan. Kadang ada tim produsen suatu produk yang melakukan demo masak di tempat dimana hasil masakannya ditawarkan kepada konsumen. Ini membuat konsumen bisa merasakan kebaikan suatu produk sebelum memutuskan untuk membelinya.
Walaupun ketiga tempat belanja tesebut menyediakan kenyamanan berbelanja, ada saja konsumen yang berperilaku kurang terpuji selama berbelanja. Saya bersama keluarga saya cukup sering berbelanja di toko swalayan, terutama minimarket. Ada dua gerai minimarket yang lokasinya tidak jauh dari rumah untuk membeli kebutuhan insidentil. Sementara, untuk belanja bulanan biasanya di supermarket atau hipermarket.
Selama berbelanja, saya kerap mengamati perilaku para manusia yang berbelanja. Sebagian pengunjung ada yang sudah berperilaku baik, tetapi ada sebagian diantara mereka yang perilakunya membuat saya mengelus dada. Bagaimana tidak? Tampang orang berada tetapi perilakunya kok kurang beradab.
Berikut adalah hasil pengamatan sederhana saya selama berbelanja di toko swalayan terutama di supermarket dan hypermarket. Berikut beberapa yang saya ingat ketika menulis tulisan ini.
- Pencicip yang lahap
- Si pembongkar kemasan
- Troli belanja merangkap kereta wisata
- Transaksi pembayaran non tunai yang berlangsung lama
- Tidak jadi membeli tapi item produk diletakkan di sembarang tempat
Â
Pencicip yang lahap
Sudah saya singgung di atas, kadang ada supermarket atau hipermarket yang menyediakan tester makanan. Nah, ada tester kue yang segera tandas padahal stok kue yang ditawarkan di sebuah meja display masih belum berkurang. Artinya ada satu atau sejumlah pengunjung yang mengambil tester tanpa membelinya.
Tentang pencicip yang lahap ini, ada cerita lain ketika kami berbelanja di sebuah supermarket di dalam sebuah mal beberapa waktu silam. Waktu itu ada promo buah durian kupas yang dipajang di dekat area kasir. Daging buah durian itu diletakkan ke dalam wadah styrofoam yang rupanya belum sempat ditutup dengan plastic wrapper oleh staf supermarket.
Di salah satu sisi ternyata ada salah seorang pengunjung berpenampilan necis yang mencomot daging buah durian itu untuk ia cicipi. Beberapa waktu kemudian, ia pergi dari situ. Mungkin hendak berbelanja. Tetapi selang tidak lama ia kembali lagi ke tempat itu dan kembali mencomot durian kupas itu. Kali ini ia cukup lama berada di situ dan nampak menikmatinya. Petugas supermarket tidak ada yang memperhatikan perilakunya karena semua sedang sibuk. Padahal harga durian kupas itu tidaklah murah.
Masih tentang buah-buahan, kadang promo buah-buahan menjadi sasaran pencicip lahap ini. Misalnya promo kelengkeng atau anggur dimana konsumen dapat membungkus sendiri buah-buahan itu untuk kemudian ditimbang dan diberi label harga.
Saya pernah melihat banyak sekali kulit buah kelengkeng berceceran di keranjang display dan lantai. Kadang ada anak-anak yang diberi buah oleh orang tuanya yang sedang sibuk memilih buah. Bisa jadi ada sejumlah konsumen yang memang membeli buah tersebut tetapi berat buah yang ia beli lebih ringan daripada yang ia cicipi di tempat. Hehe.
Si Pembongkar Kemasan
Kadang suatu produk tidak terdapat tester. Hal ini membuat sebagian konsumen yang penasaran yang sekaligus berjiwa nakal untuk membuka kemasan. Padahal biasanya terpasang tulisan yang menyatakan bahwa membuka segel atau kemasan berarti membeli.
Nah, pembeli yang berperilaku semacam ini ada lumayan banyak. Jika mereka memutuskan untuk membeli, maka mereka berperilaku curang dengan mengambil stok item yang masih tersegel rapat sementara stok item yang segelnya mereka buka diletakkan begitu saja di rak.
Lepas dari suatu item produk memiliki segel atau tidak, perilaku semacam ini bisa merugikan konsumen lain. Bisa saja ada konsumen yang mengambil suatu produk dimana volumenya telah berkurang setelah beberapa kali dicoba oleh konsumen nakal.
Oleh karena itu, jika tidak ada tester sebaiknya menghubungi petugas swalayan. Kalau saya pribadi, biasanya saya mengambil stok item yang berada agak ke dalam rak display. Biasanya stok item di posisi itu masih belum dipegang oleh konsumen lain.
 Troli belanja merangkap kereta wisata
Nah, ini biasanya dilakukan para orang tua yang kurang bertanggung jawab dalam menggunakan troli belanja di supermarket atau hipermarket. Bahkan meskipun ada troli khusus anak dengan tambahan space anak berbentuk mobil mini, ada saja orang tua yang menggunakan troli secara tidak semestinya.
Memang dilematis sih. Kadang troli dengan tambahan space untuk anak telah habis saking banyaknya pengunjung toko swalayan. Atau mungkin pihak toko swalayan hanya menyediakan troli biasa tanpa space untuk anak-anak. Ada sejumlah perilaku unik dari sejumlah konsumen yang pernah saya amati berkaitan dengan troli ini.
Kadang suatu keluarga dengan satu atau dua anak berbadan cukup besar diletakkan di dalam troli lengkap dengan sepatu atau sandalnya. Padahal troli itu nantinya dipakai oleh konsumen berikutnya yang mungkin akan berbelanja makanan. Bisa dipastikan troli tersebut menjadi tidak higienis.
Kadang ada keluarga dengan dua anak usia SD namun berbadan bongsor dimana keduanya berada di dalam troli sementara sang orang tua hanya berbelanja beberapa item saja. Bahkan troli tersebut juga diajak keliling mal ibarat baby stroller gratisan.
Jika hal ini terjadi di mal yang menyediakan travelator atau eskalator tanpa penghalang, bisa dipastikan troli belanja tersebut akan tersebar di berbagai sudut mal atau pusat perbelanjaan. Saya pernah melihat sebuah keluarga yang sedang bersantap di food court. Mereka membawa troli suatu hipermarket, yang letaknya beberapa lantai di bawah food court, untuk mengangkut barang belanjaan dan anak balitanya!
Biasanya setelah selesai menggunakan, mereka akan meninggalkannya begitu saja di sudut mal, atau di area parkir kendaraan. Mereka berpikir toh nanti ada petugas yang akan mengumpulkan troli itu dan mengembaikannya ke area hipermarket. Padahal mengumpulkan troli dari berbagai sudut di mal itu pekerjaan yang cukup melelahkan.
Jadi, sebaiknya hindari membawa troli belanja untuk jalan-jalan di mal. Troli belanja tidak berfungsi sebagai baby stroller atau kereta belanja mobile. Penggunaan troli seharusnya sebatas pada area yang telah ditentukan misalnya sampai mulut travelator atau eskalator atau sekitar pintu lobby.
Transaksi pembayaran non tunai yang berlangsung lama
Entah mengapa menurut saya transaksi tunai justru lebih efisien daripada transaksi non tunai. Transaksi non tunai misalnya dengan kartu debit, kartu kredit maupun uang elektronik justru membuat antrian lebih panjang. Apalagi jika terjadi gangguan jaringan.
Khusus untuk bagian ini kesalahan bukan terletak pada konsumen atau pembeli. Entah siapa yang layak ditunjuk tetapi yang jelas saya kerap mengalami hal ini. Transaksi denga menggunakan kartu debit atau kartu kredit yang seharusnya lebih efisien malah membuat antrian di kasir semakin panjang.
Nasihat "cash is king" untuk situasi seperti ini rasanya masih cukup relevan. Karena saya pernah merasakan sendiri ketika berbelanja menggunakan kartu debit atau kartu kredit durasi pelayanan di kasir malah lebih lama daripada ketika menggunakan uang tunai. Hal ini membuat saya merasa tidak enak dengan para konsumen setelah saya yang sedang mengantri di kasir.
Oleh karena itu saya selalu menyiapkan uang tunai ketika berbelanja. Menurut pendapat saya, uang tunai masih diperlukan agar transaksi pembayaran belanja lebih cepat. Selain itu bermanfaat untuk mengontrol kegiatan berbelanja agar tidak kebablasan. Tetapi hal ini tergantung masing-masing individu karena kebiasaan berbalanja masing-masing individu tidaklah sama.
Tidak jadi membeli tapi item produk diletakkan di sembarang tempat
Anda pasti pernah menemui konsumen toko swalayan seperti ini. Misalnya untuk produk buah-buahan atau sayur-sayuran yang sudah diberi label harga. Karena sejumlah alasan, seorang konsumen membatalkan pembelian buah-buahan atau sayuran. Alasannya tidak diketahui tetapi mungkin mereka khawatir buah yang mereka pilih tidak manis. Atau bisa jadi overbudget sehingga harus mengurangi item tertentu.
Jika mereka meletakkan item yang batal dibeli di tempat yang benar rasanya tidak masalah. Tetapi kerap yang terjadi adalah mereka meletakkanya di tempat yang salah atau secara acak. Misalnya produk buah-buahan diletakkan di rak air mineral. Atau coklat di area elektronik, atau daging sapi cincang di rak permen. Kebanyakan mereka malas mengembalikannya apalagi jika areanya jauh atau lupa.
Sebaiknya sebelum memutuskan berbelanja, konsumen harus tahu persis item apa saja yang hendak dibeli dan disesuaikan dengan besar budget atau anggaran belanja. Jika masih ragu apakah suatu item produk akan dibeli atau tidak, sebaiknya konsumen mempertimbangkan kembali apakah item tersebut benar-benar diperlukan dalam waktu dekat? Jika memang harus dikembalikan, sebaiknya dikembalikan di rak yang benar agar memudahkan konsumen lainnya yang memerlukan item produk tersebut.
***
Nah itulah sebagian contoh perilaku negatif konsumen ketika berbelanja di toko-toko swalayan yang selama ini pernah saya amati. Mungkin Anda pernah menjumpai beberapa perilaku negatif lainnya silakan berbagi menggunakan area komentar di bawah atau mungkin menuliskannya dalam bentuk artikel di platform ini.
***
Salam Kompasiana,
Gatot Tri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H