Sebagai seorang pecinta buku, Nair berpendapat sebuah ruangan bukanlah ruangan bila tidak terdapat buku. Nah, berkat buku pula ia bertemu dengan sang belahan jiwa. Ketika sedang menggarap film "Mississippi Masala" (1991), salah satu buku yang menjadi referensi film tersebut yang berjudul "From Citizen to Refugee: Uganda Asians Come to Britain" (Frances Pinter, 1973) membawanya bertemu dengan sang penulis buku tersebut, Mahmood Mamdani.
Entah mengapa kala membaca buku tersebut, ia merasa telah mengenal Mamdani. Pertemuan pertama dalam rangka riset filmnya tersebut nampaknya merupakan cinta pada pandangan pertama, hingga akhirnya berlanjut ke ikatan janji sebagai pasangan suami-istri sampai kini.
Sekadar informasi, Nair dulu pernah diminta untuk menyutradarai film "Harry Potter and the Order of the Phoenix", tetapi ia lebih memilih menggarap film "The Namesake" (2006) yang didasarkan pada novel karya Jhumpa Lahiri berjudul sama (Mariner Books, 2004). David Yates yang akhirnya terpilih menjadi sutradara film kelima seri Harry Potter tersebut.
 "The Namesake" menjadi salah satu film terbaik Nair. Film itu menerima sejumlah nominasi di sejumlah even penghargaan film dan masuk dalam sepuluh besar film terbaik tahun 2007 antara lain versi USA Today dan The Christian Science Monitor.
Sejumlah film Nair biasanya didasarkan pada sejumlah buku yang ia baca. Ketika melakukan riset untuk proyek filmya, ia tentu harus membaca lebih banyak buku. Jika kita menengok sejumlah koleksi bukunya, ada banyak buku-buku puisi di sana. Berikut daftar sebagian koleksi buku-bukunya:
1. A Suitable Boy - Vikram Seth
2. Collected Poems - Dylan Thomas
3. Eveing Ragas - Derry Moore
4. From Citizen to Refugee: Uganda Asians Come to Britain - Mahmood Mamdani
5. Geoffrey Bawa: The Complete Works - David Robson
6. Good Muslim, Bad Muslim: America, the Cold War, and the Roots of Terror - Mahmood Mamdani
7. Guru Dutt: A Life in Cinema - Nasreen Munni Kabir
8. Henri Cartier-Bresson in India - Henri Cartier-Bresson
9. Henri Cartier-Bresson: Photoportraits - Henri Cartier-Bresson; Andre Pieyre De Mandiargues (Editor)
10. I Write what I Like - Steve Biko
11. Light on Yoga - B.K.S. Iyengar
12. Midnight's Children - Salman Rushdie
13. One Hundred Years of Solitude - Gabriel Garcia Marquez
14. Parsis: The Zoroastrians of India - Sooni Taraporevala
15. Poems by Faiz - Faiz Ahmed Faiz, diterjemahkan dari Bahasa Urdu ke Bahasa Inggris oleh Victor G. Kiernan
16. Privacy - Dayanita Singh
17. River of Colour: The India of Raghubir Singh - Raghubir Singh
18. Sea of Poppies - Amitav Ghosh
19. Shah of Shahs - Ryszard Kapuscinski
20. Swami on Rye - Maira Kalman
21. The Americans - Robert Frank
22. The Democratic Forest - William Eggleston
23. The Namesake - Jhumpa Lahiri
24. The Peacock's Egg - W.S. Merwin & J. Moussaieff Masson
25. The Reluctant Fundamentalist - Mohsin Hamid
26. Things I didn't Know I Loved - Nazim Hikmet
Miranda July, berkarya dengan iringan buku-buku yang ia baca
Artis Miranda July mungkin satu diantara segelintir selebritas yang punya segudang kesibukan. Ia sutradara film, sutradara video musik, penulis skenario film, penyanyi, bintang film, penulis dan seniman. Semua pekerjaannya ia jalani dan nikmati saja.
Meyakini dirinya sebagai artis, July kerap kembali pada semangat seniman Laszlo Moholy-Gany dalam buku Moholy-Nagy yang ditulis Richard Kostelanetz. Moholy-Gany mengatakan bahwa kita semua adalah artis dan melakukan spesialisasi pada satu bidang keartisan adalah sebuah jebakan. July membuktikan bahwa ia bisa melakukannya. Dengan bakatnya yang luas, tak heran karya yang ia hasilkan sangat banyak.
Semasa kecil ia membaca buku bergambar "The North Star Man" (Watts, 1970) karya Kota Taniuchi yang kisahnya begitu melekat di hatinya. Â Ketika dewasa, July membaca buku-buku yang mengandung letupan-letupan guna menyemangatinya.Â