Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Membedah Hakikat Kekayaan Kalangan OKL dan OKB

21 Juli 2018   10:53 Diperbarui: 21 Juli 2018   11:07 1236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu netizen sempat dikejutkan dengan cerita seorang mantan asisten pribadi salah satu orang super kaya di Indonesia mengenai kehidupan orang-orang jet set. Cerita tersebut sempat viral di media sosial (medsos), membuat sang asisten membagikan cerita tentang seorang super kaya lainnya yang berdomisili di negara tetangga. (sumber)

Saya membaca cerita tersebut dengan seksama dan tidak heran dengan semua sharing-nya. Saya kira cerita itu memang demikian halnya. Dari sejumlah informasi yang saya dengar dan saya baca, sempat menjadi karyawan di beberapa perusahaan milik sejumlah konglomerat, serta kesukaan saya mengamati perilaku manusia, saya kira saya perlu membuat sebuah tulisan (yang tidak begitu penting) tentang Orang Kaya Lama atau old money (OKL) dan para Orang Kaya Baru atau new money (OKB).

Secara ringkas, perbedaan antara OKL dan OKB adalah mindset dalam banyak hal, baik dalam mengelola kekayaan, memenuhi kebutuhan hingga hubungan sosial. Terry Pratchett, seorang penulis dari Inggris, dalam sebuah buku antologi artikelnya yang berjudul "A Slip of the Keyboard" (Doubleday, 2014) menyebutkan ada dua tipe orang makmur yaitu vertically wealthy dan horizontally wealthy.  (sumber)

Orang-orang yang termasuk vertically wealthy digambarkan sebagai orang-orang yang merasa dirinya kaya dan oleh karena itu ia ingin melakukan apa yang orang kaya lakukan. Karakteristik ini mirip dengan OKB.

Sedangkan horizontally wealthy cenderung tidak didikte oleh seleranya seiring dengan pendapatan mereka yang semakin meningkat. Karakteristik kalangan ini sesuai dengan OKL dimana mereka menjalani kehidupan biasa saja seperti orang kebanyakan meskipun mereka bisa membeli apapun dengan uang mereka.

Menurut saya, OKL adalah orang-orang makmur yang mungkin menjadi semakin kaya karena generasi sebelumnya sudah kaya. Mereka memiliki attitude yang terbentuk di keluarganya dari ia kecil hingga dewasa. Berbeda dengan OKB yang baru kaya, proses pembentukan attitude ini belum terjadi atau mungkin enggan terjadi. Bisa jadi faktor kekuatan finansial secara tiba-tiba membuat mereka merasa mampu mengendalikan apapun.

Sebelum mengulas sejumlah aspek yang membedakan OKL dan OKB, saya tekankan bahwa tulisan ini hanyalah hiburan semata, tidak bermaksud memberikan stereotipe antara OKL dan OKB. Tulisan ini berbeda dengan sejumlah tulisan lain bertema sama yang menurut saya alih-alih memberikan pemahaman malah membangun stereotipe antara OKL dan OKB.

Baiklah, untuk mempersingkat waktu mari kita tengok sejumlah hal tentang OKL dan OKB di bawah ini.

Kendaraan (Baca: mobil)

Para OKL kerap bermobil mewah nan mentereng bagi kebanyakan orang. Tetapi jangan salah, mereka menggunakannya hanya untuk mendukung aktivitas hariannya yang sering seabreg mulai pagi hingga malam. Oleh karena itu mobil super nyaman wajar menjadi pilihan mereka untuk mendukung aktivitas mereka yang super padat.

OKL memandang mobil mewah sebagai alat transportasi semata dan bukan untuk gaya-gayaan. Kebetulan mobil-mobil super nyaman adalah mobil-mobil mahal kelas atas dan kebetulan kekayaannya melimpah membuat mereka mampu memilikinya. Tapi ada juga OKL yang memilih memiliki mobil kelas low-end karena mungkin sudah merasa nyaman dengan mobil tersebut.

Kadang mereka memiliki sopir pribadi agar mereka tetap dapat melakukan aktivitas di dalam mobil. Misalnya menghubungi rekan bisnis atau para stafnya, mengirim email atau bahkan mengadakan meeting dengan video call di sepanjang perjalanan. Mereka jarang bermedsos ria karena ada hal lebih penting yang harus mereka lakukan di sepanjang perjalanan.

Sementara OKB membeli mobil tidak semata sebagai alat transportasi. Yang utama adalah mendapatkan pengakuan dari orang lain atau membuat orang lain iri dengan apa yang telah ia raih. Terlebih jika ia mampu membeli sebuah mobil paling mewah atau paling gaya keluaran terbaru dengan harga paling mahal dibandingkan dengan mobil-mobil milik teman-temannya atau tetangganya. OKB cenderung show off mobil yang mereka beli walaupun mungkin baru memiliki satu mobil.

Memang di Indonesia, mobil adalah salah satu lambang kemakmuran seseorang walaupun didapatkan dengan berbagai cara. Ritual mudik tahunan dari perkotaan ke daerah asal adalah salah satu ajang pembuktian para OKB yang telah sukses merantau di kota. Mobil menjadi salah satu bukti nyata kesuksesan para OKB.

Rumah

Lambang kemakmuran lainnya adalah rumah. Bagaimana cara pandang OKL dan OKB tentang rumah mereka?

Rumah para orang kaya kebanyakan besar dan megah, pastinya dengan halaman luas. Perbedaannya, rumah OKL biasanya memiliki pagar tinggi yang kadang tertutup rapat dengan dinding tembok. Ini karena mereka sangat menjaga privasi.

Bagi sebagian besar OKL privasi adalah segalanya. Mereka juga jarang keluar rumah kecuali ada urusan pekerjaan atau aktivitas penting pribadi lainnya. Kelihatannya mereka sombong padahal mereka sedang menjaga privasi mereka.

Sementara itu rumah OKB cenderung kurang mementingkan privasi. Kadang rumah mereka begitu terbuka bagi siapapun yang ingin bertandang ke rumah mereka. OKB belum atau susah melupakan kebiasaan kumpul-kumpul dengan tetangga atau teman. Kalau para OKB ini tiba-tiba menutup diri, bisa-bisa mereka malah dicap sombong karena sudah kaya.

Oh ya, kadang ada OKB yang tinggal di perkampungan padat penduduk. Mereka memiliki mobil, bahkan kadang lebih dari satu. Tetapi karena rumahnya berdiri di lahan yang tidak begitu luas maka tidak tersedia garasi atau car port. Pada akhirnya mobil-mobilnya parkir sembarangan di sepanjang jalan umum.

Penampilan

Mengenai pakaian yang mereka kenakan, para OKL mengutamakan kenyamanan. Mereka ini bukan golongan yang sensitif dengan harga apalagi harga sepotong pakaian. Juga tidak selalu memakai pakaian bermerek atau branded. Baju bermerek atau tidak bukan menjadi soal. Mereka juga tidak alergi mengenakan pakaian lama atau pakaian yang sudah tidak trendy lagi.

Sementara untuk OKB, mereka sangat memperhatikan penampilan dengan mengenakan pakaian yang (sering) bermerek. Persoalan nyaman tidaknya mungkin menjadi nomor kesekian. Saya kira sah-sah saja mereka membelinya karena mereka mampu membelinya. Tidak ada yang salah.

Saya memahami sebagian OKB dulunya adalah orang susah yang karena suatu hal -- seperti kenaikan jabatan, mendapat hadiah utama milyaran rupiah misalnya - membuat taraf ekonominya meningkat dan memiliki daya beli mumpuni.

Mereka bisa membeli apa saja yang diinginkan termasuk urusan pakaian. Jadi ketika ada penawaran fashion atau perhiasan model terbaru, mereka mungkin akan bergegas untuk mendapatkannya. Mungkin juga para OKB ini "membalas dendam" karena dulu ketika belum kaya mereka hanya punya beberapa potong baju atau hanya mampu membelinya setahun sekali.

Dalam mengenakan perhiasan, para OKB senang menampakkannya. Bagi mereka gemerincing gelang emas di tangan atau kilatan cahaya dari kalung-kalung emas yang ia kenakan adalah lambing kesuksesan mereka. Padahal itu perilaku seperti itu berpotensi mengundang kejahatan.

Para OKL juga senang perhiasan tetapi disimpan di rumah saja. Mereka senang tampil sederhana, tak jarang tanpa mengenakan perhiasan. Atau jika mereka ingin mengenakannya, mereka memilih gelang bercorak etnik berbahan batok kelapa atau kalung dari mutiara imitasi misalnya.

Ada satu cerita yang ingin saya bagikan, beberapa tahun lalu saya dan puluhan teman kantor saya pernah menghadiri suatu sesi ramah tamah dengan seorang pengusaha pria kaya raya tanah air yang sangat terkenal. Beliau datang dengan salah satu anggota keluarganya. Pertama kali melihat beliau secara langsung, menurut saya penampilannya jauh dari kata mewah.

Kami semua bertemu di sebuah hall perpustakaan yang berkarpet, membuat kami harus melepas sepatu kami. Kami duduk lesehan di karpet dan ngobrol. Beliau menyampaikan beberapa patah kata yang intinya wejangan dan motivasi positif yang sangat bermanfaat bagi kami semua.

Di belakang saya, saya mendengar kasak-kusuk beberapa teman saya yang ternyata memperhatikan salah satu kaus kaki yang dikenakan pengusaha itu berlubang. Saya meliriknya dan memang benar. Tetapi saya melihat beliau nyaman-nyaman saja dan tidak terlihat rasa malu. Bahkan dengan lugas menyampaikan banyak kata-kata yang berguna.

Padahal untuk sosok sekaya beliau, apa susahnya beli sepasang kaus kaki? Jika perlu, stok kaus kaki satu gudang bisa beliau borong untuk persediaan seumur hidup. Tapi saya melihat beliau mungkin tipe pengguna barang yang akan memakainya sampai barang itu tidak layak pakai atau rusak, baru ia akan menggantinya dengan yang baru.

Siapa yang lebih pembelajar?

Para OKL umumnya adalah pembelajar dan mereka pemuja pengetahuan. Karena mereka sadar bahwa dengan luasnya wawasan mereka dapat mengembangkan bisnis mereka. Untuk itu mereka membeli banyak buku-buku bermutu dan membuat sebuah perpustakaan pribadi di rumahnya atau di kantornya.

Warren Buffet, salah seorang investor ternama dunia dan kerap masuk daftar orang terkaya di dunia. Di sela-sela aktivitasnya hariannya, ia selalu membaca buku di kantornya. Dengan membaca buku, ia bisa melihat banyak hal yang berpengaruh terhadap keputusan-keputusan bisnisnya. Ia berpesan kepada setiap orang untuk membaca buku sebanyak 500 halaman setiap hari agar wawasan makin bertambah.

Sementara OKB cenderung kurang mementingkan nilai penting pengetahuan. Bagi mereka, terlihat menonjol adalah dilihat dari sisi kemakmuran finansial semata. Mereka cenderung menomorsekiankan pengetahuan. Oleh karena itu tak jarang mereka kurang update atau kudet terhadap sesuatu hal.

Eksistensi bagi OKB adalah hal penting. Mungkin saja mereka pergi ke toko buku namun alih-alih mencari bacaan bermutu, ia malah bingung di sana. Alhasil status foto terbarunya mungkin foto-foto selfie dengan dengan latar belakang rak-rak di toko buku atau perpustakaan yang ia kunjungi.

Perilaku terhadap Orang Lain

Baik OKL dan OKB pasti memiliki sejumlah asisten rumah tangga dan sopir pribadi. Namun ada perbedaan sikap diantara keduanya. OKL adalah sosok yang lebih rendah hati. Hal ini karena orang tuanya, yang juga kaya, menanamkan nilai-nilai positif semenjak kecil misalnya menghargai dan menghormati orang lain. Tak jarang mereka memperlakukan para asisten rumah tangga dan sopir pribadi sebagai bagian dari anggota keluarga mereka.

Sementara sebagian OKB mampu berbaur dengan para asisten rumah tangga dan sopirnya, tapi sebagian lainnya justru membangun sekat diantara mereka dan memperlakukan asisten rumah tangga atau sopir pribadi sebagai pesuruh yang harus siap bahkan dalam 24 jam. Ini karena OKB merasa sudah membayar mereka.

Saya pernah mendengar cerita seorang teman di kantor lama bahwa ada seorang petugas keamanan berselisih dengan salah seorang anak customer OKB tentang parkir mobil. Ada larangan parkir untuk kendaraan apapun di sebuah tikungan di dalam wilayah kantor kami. Letaknya tidak jauh dari pintu gerbang kantor.

Anak customer itu bersikeras ingin memarkir mobilnya di tempat itu. Ia juga mengatakan bahwa orang tuanya sudah membayar jadi ia berhak memakainya. Tapi petugas keamanan tersebut tetap teguh melarang anak customer OKB itu seraya mengarahkannya ke tempat lain. Sayangnya anak customer itu malah memaki-makinya disertai umpatan kotor. Syukurlah sang petugas keamanan kantor kami bisa tegas sekaligus sabar menghadapinya.

Tentang attitude antara OKL dan OKB terhadap orang lain, menurut saya OKL lebih menghargai orang lain siapapun itu. Mereka juga punya tata karma menghormati orang yang berusia lebih tua darinya. Menurut pengamatan saya, attitude OKB berbeda dimana mereka cenderung kurang memiliki nilai-nilai tersebut terhadap orang lain.

Tentang attitude OKB terhadap orang lain, saya mau bagikan pengalaman saya lainnya. Sekira dua tahun lalu saya dan istri saya mampir ke sebuah hypermarket di kota Surabaya untuk membeli aneka roti. Ketika sedang memilih roti, datang seorang pembeli lain, seorang pria dan seorang wanita yang nampaknya adalah istrinya. Usia mereka kira-kira awal empat puluh tahun.

Pembeli pria tersebut nampaknya sedang menumpahkan kekesalannya kepada salah seorang staf di area roti. Saya melihat seorang staf toko roti itu bersikap tenang berupaya menjelaskan dengan penuh kesabaran. Namun semakin diberi penjelasan, pembeli pria tersebut malah semakin naik pitam. Sementara wanita yang bersamanya berdiri tanpa ekspresi dan tiada daya upaya menenangkan pembeli pria itu atau menyudahinya.

Mungkin pria itu adalah OKB yang baru pertama kali membeli roti di tempat itu dan merasa sangat tidak puas dengan produk rotinya, atau ada hal lain yang membuat ia tidak puas. Padahal menurut saya semua item roti yang dijual di hypermarket itu enak. Pelayanannya juga bagus. Petugasnya ramah dan selalu sigap membantu pembeli.

Saya memang tidak mengerti duduk permasalahannya tetapi biasanya OKL tidak pernah mengajukan komplain dengan cara seperti yang dilakukan pria tersebut. OKL memiliki attitude yang lebih santun jika memiliki keluhan terhadap suatu produk, biasanya mereka menyampaikan sesuai prosedur misalnya menghubungi bagian layanan pelanggan.

Traveling

OKL mampu melakukan perjalanan wisata kemana saja yang mereka inginkan dan kapan saja mereka mau. Bahkan terkadang bisa pergi mendadak tanpa rencana ke Singapura misalnya. OKB juga sebenarnya mampu bepergian kemanapun.

Para OKB biasanya senang memamerkan foto-foto perjalanan wisatanya di medsos. OKL sebenarnya juga berfoto ria tetapi karena mereka sangat menjaga privasi, mereka tidak membagikannya di medsos. Bagi mereka foto-foto perjalanan wisata yang mereka lakukan, apalagi jika bersama pasangan atau keluarganya adalah untuk mereka sendiri, bukan untuk dipamerkan ke orang lain.

Ketika berada di dalam pesawat, kadang OKB memamerkan fotonya yang duduk di kelas bisnis atau first class di medsos. Ada kepuasan tersendiri ketika postingan fotonya menuai banyak like atau komentar. Bagi OKL, karena hal itu sudah biasa jadi mereka merasa enggan melakukannya. Menurut OKL membagikan foto-foto semacam itu unfaedah. Lagi-lagi karena mereka memiliki privasi yang harus mereka jaga baik-baik.

Oh ya, saya ingat ingin menambahkan sesuatu. Selain ada OKL dan OKB dimana mereka pasti kaum the have, ada satu kelompok lain yang bermimpi ingin hidup seperti mereka. Kelompok ini lazim disebut social climber.

Para social climber ini berusaha mengikuti gaya hidup mewah para OKL atau OKB tetapi sayangnya dengan cara berutang atau kredit konsumtif. Mereka juga kerap masuk ke perkumpulan para kaum kaya dan karena mereka umumnya berkarakter supel maka mereka mampu beradaptasi. Mereka berpenampilan ala orang kaya dengan mengenakan pakaian bermerek. Gadget mereka juga model yang terbaru. Sayangnya kehidupan para social climber ini ibarat gali lubang tutup lubang yang entah kapan akan berhenti.

Saya pernah mendengar cerita dari seorang teman, ada seorang social climber yang gemar berpenampilan mewah. Orang itu tinggal di rumah kos yang tarif bulanannya terbilang mahal. Ternyata oh ternyata kehidupan sehari-harinya sungguh menyedihkan karena setiap hari hanya makan sekali agar ia bisa menabung untuk memenuhi gaya hidupnya yang tinggi. Sepertinya mindset mereka harus cepat-cepat direvolusi sebelum kehidupannya berantakan atau menderita sakit parah karena jarang makan.  

Saya kira demikian gambaran mengenai OKL dan OKB yang ternyata cukup panjang. Sebenarnya masih ada hal lain yang bisa diulas namun karena keterbatasan waktu saya kira saya cukupkan sampai di sini saja. Anda juga bisa membaca sendiri banyak tulisan di internet tentang OKL dan OKB ini.

Sekali lagi tulisan ini hanya hiburan semata dan tidak bertujuan mendiskreditkan kalangan tertentu. Jika ada hal lain atau pengalaman pribadi yang bisa Anda bagikan, jika Anda berkenan Anda bisa menuliskannya di area komentar di bawah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun