Euforia Piala Dunia 2018 di Rusia telah berakhir, menampilkan Prancis sebagai juara setelah menang atas Kroasia dengan angka 4-2. Di saat yang bersamaan, final tunggal pria turnamen tenis grand slam paling bergengsi Wimbledon juga digelar di London. Novak Djokovic dari Serbia menang atas Kevin Anderson dari Afrika Selatan.
Minggu lalu juga, kita sempat dikejutkan dengan keberhasilan seorang Lalu Muhammad Zohri yang memenangkan nomor lari 100 meter di kejuaraan dunia atletik IAAF World U20 Championships Tampere 2018 di Finlandia, membuat Indonesia berada di posisi 18 dalam daftar peraih medali. Indonesia sejajar dengan Kanada, Selandia Baru, Italia dan beberapa negara lainnya.
Nonton bareng atau nobar final Piala Dunia 2018 diadakan di banyak tempat. Saya yakin sebagian dari Anda menonton laga final seru itu di kafe, warung kopi, tempat publik, atau mungkin di rumah bersama keluarga. Riuh sorak sorai dan tepuk tangan menggema di sejumlah tempat kala tim favorit mencetak gol.
Sementara itu para penggemar tenis juga pastinya menyaksikan laga puncak Wimbledon untuk tunggal wanita pada Sabtu malam 14 Juli 2018, dimana Angelique Kerber dari Jerman yang menjadi juaranya mengalahkan Serena Williams dari Amerika Serikat, dan tunggal pria Wimbledon pada Minggu malam.
Sebagian masyarakat Indonesia menggemari tayangan olahraga apalagi jika ditayangkan secara langsung lewat televisi publik. Walau kini ada beberapa opsi menonton misalnya dengan ikut nobar atau menonton sendiri di rumah lewat televisi berbayar ataupun internet, menonton tayangan olahraga lewat televisi publik nampaknya lebih disukai oleh masyarakat Indonesia.
Hal ini karena tidak berbayar alias gratis sehingga lebih ekonomis. Nobar di kafe atau warung kopi tentu akan menimbulkan sejumlah "konsekuensi" misalnya adanya pengeluaran ekstra membeli makanan dan minuman di kafe. Menonton lewat televisi berbayar atau live streaming lewat internet juga memerlukan biaya berlangganan yang kurang terjangkau bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Menonton tayangan olahraga lewat televisi publik, walaupun dijejali dengan banyak iklan, pasti menjadi opsi utama apalagi jika ditayangkan secara langsung. Masyarakat bisa menonton setiap pertandingan Piala Dunia 2018 ataupun kejuaraan balap MotoGP. Juga menyaksikan final kejuaraan bulutangkis Thomas Cup dan Uber Cup ataupun All England.
Sebentar lagi, para atlet tanah air berlaga di Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang. Hak siar even olahraga terbesar di Asia itu resmi dipegang oleh sebuah kelompok media yang menaungi sejumlah stasiun televisi yang bakal menayangkannya, yaitu dua televisi nasional, satu televisi lokal dan satu televisi berbayar. Demikian informasi dari Bola.com.
Jika kita amati seluruh pertandingan olahraga yang sering ditayangkan secara langsung lewat televisi publik sudah pasti kita akan mengatakan sepak bola. Kedua mungkin motoGP. Lainnya mungkin bulutangkis dan balap mobil Formula 1. Tetapi apakah semua masyarakat Indonesia suka sepak bola? Apakah semua juga menonton menggemari bulutangkis? Atau balap motor MotoGP? Â Tentu tidak.
Pertandingan tenis bergengsi, termasuk final Wimbledon 2018 yang baru usai tidak tayang di televisi publik tanah air. Padahal ada sebagian masyarakat yang mungkin lebih menggemarinya daripada menonton sepak bola atau bulutangkis misalnya. Tayangan pertandingan tinju juga sepertinya makin jarang tayang. Dulu pernah ditayangkan liga basket NBA yang kini sudah tidak kita temui lagi kecuali mungkin di televisi berbayar.
Sebagian masyarakat Indonesia mungkin sangat menyukai atletik yang sayangnya kejuaraan IAAF World U20 Championships 2018 tidak ditayangkan di televisi publik Indonesia. Momen ketika Lalu Muhammad Zohri menjuarai nomor sprint 100 meter pun terlewat begitu saja. Kita baru mengetahui kabarnya dari sejumlah portal berita online atau mungkin dari media sosial.
Tidak dimungkiri, cabang olahraga sepak bola sangat mendominasi media di tanah air. Itu karena sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai sepak bola, dan oleh karena market-nya sangat besar, maka banyak media memberikan porsi pemberitaan atau tayangan sepak  bola yang lebih dominan di segmen olahraga.Â
Bob Hasan , Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) pada tahun 2016 lalu pernah mengkritisi awak media, "Elu sih nulis terus tentang bola. Kalau atletik boro-boro. Ada (berita atletik) juga beritanya kecil," Â sebagaimana dikutip oleh sebuah media tanah air. Saya kira kritik Bob Hasan masih relevan di tahun 2018 ini karena faktanya memang demikian halnya.
Kembali mengenai tayangan olahraga di televisi, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Diyah Tulipa pada tahun 2004 (sumber) mengungkap bahwa tayangan olahraga berada di urutan delapan dalam hal tingkat kepentingan program acara stasiun televisi. Walaupun saya belum menemukan hasil penelitian serupa yang dilakukan dalam lima tahun terakhir, saya meyakini tayangan olahraga kini naik peringkat.
Hasil riset Nielsen Consumer & Media View pada triwulan kedua tahun 2016 lalu mengungkap data bahwa olahraga merupakan kegiatan yang paling disukai anak-anak yaitu sebanyak 48% dan remaja yaitu sebanyak 44%. Kegiatan berikutnya yang paling disukai adalah menonton televisi, yang dilakukan oleh 38% anak-anak dan 32% remaja. (sumber)
Hasil riset Nielsen tersebut mungkin dapat meraba minat anak muda Indonesia terhadap tayangan olahraga di televisi. Lebih jauh, perlu ada sejumlah riset baik primer ataupun sekunder agar dapat mengetahui persepsi lebih jauh audiens terhadap tayangan olahraga lewat televisi khususnya televisi publik.
Dari ulasan saya di atas, menurut saya sudah saatnya ada satu stasiun televisi publik tanah air yang khusus menayangkan berbagai cabang olahraga. Tidak melulu berkonten internasional, konten nasional atau lokal pun perlu ditayangkan misalnya kejuaraan-kejuaraan level daerah atau nasional, baik secara langsung ataupun siaran tunda.
Saya rasa banyak sisi positif tentang televisi publik khusus olahraga. Salah satunya mengedukasi publik dengan tayangan olahraga lainnya (baca: tidak itu-itu saja), misalnya tayangan kejuaraan atletik dimana Lalu Muhammad Zohri membuat sejarah di sana.Â
Saluran televisi publik dengan konten khusus olahraga juga perlu ada sebagai saluran televisi alternatif yang bermanfaat. Kalau kita amati saat ini hampir semua stasiun televisi cenderung berkonten sama karena mengikuti tren yang terjadi di tengah masyarakat. Â
Selain itu, tayangan stasiun televisi publik berkonten khusus olahraga meski akan cenderung berlawanan dengan arus utama (anti-mainstream), menurut saya akan mampu menggugah minat generasi muda terhadap suatu cabang olahraga yang mungkin saat ini minim regenerasi. Bukan hanya sepak bola, cabang-cabang olahraga lain juga perlu regenerasi, misalnya tenis, golf, anggar, atau panahan. Bukan tidak mungkin di masa depan Zohri-Zohri baru akan muncul di cabang-cabang olahraga lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H