Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Kompetisi Teknologi Layanan "Music Streaming Global", Kini Menikmati Musik Makin Asyik

26 Mei 2018   08:54 Diperbarui: 26 Mei 2018   09:08 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi, sumber: pbrnews.com

Para penyedia layanan music streaming global kini saling berkompetisi menyempurnakan teknologi demi pengalaman pengguna yang lebih baik. Baru-baru ini YouTube Music, platform layanan music streaming dari Google dan YouTube diluncurkan, tepatnya pada 22 Mei 2018 lalu. YouTube Music menawarkan lebih banyak kenyamanan  menikmati musik buat penggunanya berkat kecerdasan buatan Google atau AI  Google yang dipasang ke dalam sistem mereka. 

Sebagai informasi, sebenarnya YouTube Music ini adalah nama baru dari Google Play Music. Guna lebih memaksimalkan layanan dan juga tentunya memperluas potensi pendapatan, langkah strategis diambil dengan  mengintegrasikan layanan YouTube, yang sudah populer sebagai platform berbagi video, dan Google Play Music dengan membentuk platform baru.  Google Play Music sendiri masih akan tersedia hingga tahun 2019 nanti karena proses migrasi ke platform baru akan dilakukan secara bertahap.

Masuknya AI Google di  layanan music streaming YouTube Music merupakan salah satu strategi bisnis mereka setelah paham bahwa teknologi kecerdasan buatan atau AI dan machine learning juga ditanam di sistem para pesaingnya, misalnya Spotify dan Apple Music.

Spotify yang berbasis di Swedia, terlebih dahulu meretas jalan penerapan AI pada sistemnya setelah mengakuisisi Niland, sebuah perusahaan startup di bidang machine learning yang berbasis di Paris, Perancis, pada Mei tahun 2017 lalu. Niland sendiri mengidentifikasi dirinya sebagai perusahaan teknologi di bidang musik yang menyediakan mesin pencarian musik dan penemuan berdasarkan deep learning. Algoritma Niland untuk Spotify akan memberikan konten yang tepat pada pengguna yang kini sudah mencapai 100 juta dan kabarnya memiliki 75 juta anggota premium.

Jika Anda pengguna Spotify, Anda bisa melihat konten musik di halaman Home, terutama pada Release Radar dan Discover Weekly yang terasa lebih personal. Pas dengan preferensi musik kita berkat teknologi machine learning yang mempelajari kebiasaan pencarian dan pemutaran lagu yang pernah kita putar.

Sebelum akuisisi terhadap Niland, Spotify sukses mengakuisisi tiga perusahaan startup yaitu Sonalytic, MightyTV dan Mediachain Labs. Sonalytic, sebuah perusahaan startup yang berbasis di Inggris, memiliki teknologi yang mampu mengidentifikasi suara dan teknologi music streaming playlist yang digenerasikan secara otomatis. MightyTV memiliki teknologi content recommender dan cocok diaplikasikan pada layanan Spotify.

Sedangkan Mediachain Labs adalah startup Blockchain yang teknologinya disinergikan dengan Spotify dalam hal pembayaran royalti bagi setiap karya cipta yang terdapat di dalam database Spotify. Pada tahun 2015 lalu, Spotify mengalami masalah hukum terkait royalti yang belum dibayar. Akuisisi MediaChain ini dimaksudkan untuk membuat semacam manajemen royalti dengan membuat database kepemilikan karya cipta. Database ini dibangun layaknya bitcoin yang memperhatikan aspek data security.

Oya, apakah Anda masih menggunakan SoundCloud? Terbersit berita tahun 2014 lalu bahwa SoundCloud akan diakuisisi oleh Spotify. Namun kesepakatan antara kedua provider itu tak jua menemukan titik temu di tahun 2016. Platform yang lebih fokus ke musik independen ini punya sekira 120 juta lagu di dalam pangkalan datanya. Bahkan layanan berbayarnya, SoundCloud Go+ punya lebih dari itu, 150 juta lagu!

SoundCloud kini juga menerapkan machine learning lewat fitur Upload (sebelumnya Suggestion Tracks) yang akan memberikan masukan lagu-lagu baru yang bisa Anda dengarkan sesuai preferensi musik Anda berdasarkan lagu-lagu yang pernah Anda mainkan sebelumnya. Fitur yang mirip dengan Release Radar-nya Spotify ini tersedia di tab Discover.

Sementara itu, Apple Music meskipun termasuk platform baru layanan music streaming juga mengambil langkah taktis untuk meningkatkan layanan music streaming-nya. Pada Desember 2017 lalu, Apple, Inc mengakuisisi Shazam yang memiliki kemampuan mengenali lagu berkat machine learning. Tidak hanya lagu, tapi juga film, bahkan acara TV serta iklan dan klip audio dengan durasi singkat.

Jika Anda pengguna smartphone Sony, dulu pada setiap unitnya dibenamkan aplikasi TrackID untuk mengidentifikasi lagu yang kita dengarkan di suatu tempat. Dengan hanya mendekatkan gadget ke sumber suara lagu dan menekan tombol perekaman sampel, aplikasi tersebut sigap memberi data suatu lagu yang diminta dengan dukungan data dari Gracenote (sebelumnya bernama Database CD Audio atau CDDB) yang waktu itu punya database lagu paling lengkap. Layanan TrackID itu kini telah ditutup oleh Sony. Nah, Shazam serupa dengan TrackID namun ia punya kemampuan lebih luas.

Tentang akuisisi strategis Apple, Inc. terhadap Shazam yang kabarnya bernilai USD 400 juta atau sekira Rp 5 triliun ini,  Apple Inc. bukannya mengakuisisi tanpa kalkulasi matang, pun bukan karena kinerja Shazam yang makin menurun dalam tiga tahun terakhir. Shazam punya kekuatan 1 milyar pengunduh dengan 30 milyar kali "Shazams" atau jumlah pencarian.  Dengan mengakuisisi Shazam, Apple bakal memiliki tenaga untuk menghadapi Spotify dan YouTube Music.

Namun di sisi lain, akuisisi Shazam oleh Apple, Inc., ternyata masih belum final karena masih dipelajari lebih lanjut oleh Komisi Eropa. Mereka khawatir minimnya opsi layanan music streaming di Kawasan Ekonomi Eropa dimana hal itu akan lebih menguntungkan Apple. Padahal layanan Shazam juga tersedia untuk platform Android. Komisi Eropa juga mengkhawatirkan Apple dapat mengakses data-data sensitif Inggris.

Sebenarnya pada tahun 2011 lalu, Shazam justru awalnya bekerjasama dengan Spotify, yang notabene sama-sama dari Eropa, untuk menyematkan fungsi pencarian lagu bagi pengguna Spotify pada platform iOS dan Android. Namun di tahun 2014, Shazam mulai diintegrasikan dengan Siri, asisten personal cerdas dari Apple. Nampaknya kongsi sinergis Apple dan Shazam mengalami kecocokan. Shazam menilai semangatnya selaras dengan Apple. Ini membuat Apple semakin ingin mengikat hubungan dengan Shazam lebih erat hingga akhirnya Shazam resmi dipinang.

Apple Music sendiri sampai Mei 2018 ini telah memiliki 50 juta pengguna terdaftar. Sebanyak 40 juta diantaranya adalah pengguna yang membayar. Pertumbuhan penggunanya diklaim sebanyak 5% per bulan, melebihi Spotify yang hanya 2% per bulan. Promo free trials merupakan salah satu cara Apple Music menggaet pengguna baru.

Pada akhirnya kompetisi antara penyedia layanan music streaming memberikan keuntungan bagi pengguna karena pengguna dapat menikmati opsi layanan gratis atau pun premium dengan biaya berlangganan yang kompetitif dengan konten jutaan lagu. Yang jelas, kini mendengarkan musik secara legal via layanan music streaming makin asyik saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun