Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

The Greatest Showman: Sebuah Sejarah Industri Showbiz

4 April 2018   09:49 Diperbarui: 4 April 2018   09:55 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://www.reviewsandroses.nl

Gemerlap dunia showbiz atau show business yang menghias dunia menjadi mimpi bagi sebagian orang. Para pemimpi memimpikan menjadi public figure di ranah pop jaman now dengan meretas jalan ke dunia tarik suara, drama panggung atau pun layar perak. Sekian banyak upaya keras mereka lakukan untuk mencapainya.

Antri sepanjang hari demi mendapatkan tempat di sebuah kontes menyanyi mereka lakukan demi menjadi penyanyi terkenal. Audisi untuk mengisi peran dalam sebuah film pun mereka jalani, bahkan untuk sekedar menjadi figuran pun. Namun tidak semua dari mereka akan meraih mimpi-mimpi mereka di dunia selebritas nan gemerlap. Mereka yang memiliki keistimewaan (baca: keunikan) yang akan menjadi seorang superstar.

Mungkin tidak banyak yang tahu tentang sejarah industri showbiz sendiri yang ternyata dirintis dengan susah payah dan bahkan berdarah-darah oleh sosok yang bernama Phineas Taylor Barnum atau P.T. Barnum. Sosok pionir dunia showbiz yang multi talenta ini diangkat dalam sebuah flm berjudul "The Greatest Showman" yang tayang di Indonesia akhir tahun 2017 lalu. 

Film ini masuk dalam genre film drama musikal, menghadirkan lagu-lagu yang digubah secara khusus untuk film ini.  Meski lagu-lagu tersebut berjejalan di sepanjang 105 menit durasi film, alur kisah film mengalir baik dan rapi. Di menit-menit awal film yang berlatar tahun 1800an ini, kita diajak melihat masa kecil P.T. Barnum (Hugh Jackman) yang hidup miskin.

Ayahnya adalah seorang penjahit baju yang bekerja untuk keluarga Hallet yang kaya raya. Suatu waktu ia diajak ayahnya ke rumah majikannya yang membuatnya bertemu dengan Charity (Michelle Williams), putri keluarga Hallet yang cantik. Sejak itu mereka menjalin ikatan persabatan hingga akhirnya ketika dewasa mereka menikah. Mereka bahagian, walaupun orang tua Charity tidak merestui hubungan mereka. Kebahagian mereka berlipat ganda dengan kehadiran dua putri mereka, Caroline dan Helen.

P.T. Barnum bekerja di sebuah perusahaan pelayaran hingga suatu ketika perusahaan mengumumkan bangkrut sehingga perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap semua karyawan, termasuk dirinya. Nampaknya hal ini menjadi titik balik kehidupan P.T. Barnum. Ia sempat merasa bimbang atas masa depan keluarganya. Namun Charity adalah wanita yang berhati besar walau kehidupan mereka mungkin bakal susah. 

Hingga suatu ketika terbersit ide di kepala P.T. Barnum untuk membuat sebuah pertunjukan komersil di New York City - yang kelak bernama Barnum's Circus. Ia merekrut sejumlah "orang-orang aneh" sebagai para penampil, seperti Anne Wheeler (Zendaya) - seorang artis trapeze, lalu Lettie Lutz (Keala Settle) - seorang wanita berjanggut, General Tom Thumb (Sam Humphrey) - seorang pria cebol, dan sejumlah "orang-orang aneh" lainnya.

Walau terasa berat di hari-hari pertamanya -- yang divisualkan dengan apik dengan durasi singkat, lambat laun hiburan yang ia tawarkan menuai sukses besar, apalagi setelah ia bekerjasama dengan sorang pria bangsawan bernama Phillip Carlyle (Zac Efron) yang membuat pertunjukannya bisa menyasar kalangan atas. Segera keluarga P.T. Barnum dapat hidup makmur dan berkelimpahan harta. 

Gaung sukses Barnum's Circus ternyata terdengar hingga ke daratan Inggris. Ratu Victoria kala itu mengundang mereka untuk datang ke Inggris. Sebuah pesta yang diadakan oleh kerajaan membuat P.T. Barnum berkenalan dengan seorang penyanyi Swedia terkenal, Jenny Lind. P.T. Barnum sungguh terpesona meihat aura keartisan Jenny Lind yang membuatnya berniat memboyong Jenny Lind ke Amerika untuk tampil di sana.

Pada akhirnya Jenny Lind menerima tawaran tersebut dan ternyata konser Jenny Lind di sejumlah kota di Amerika menuai sukses besar, mengiringi sukses Barnum's Circus yang tetap berjalan di bawah kepemimpinan Phillip. Mungkin inilah awal mula bisnis konser musik dimana orang rela merogoh uangnya untuk menikmati penampilan seorang penyanyi tampil di atas panggung secara live. 

Namun, sukses besar bukan berarti bebas dari berbagai cobaan. Suatu ketika sekelompok haters atau pembenci meluluhlantakkan aset Barnum's Circus, membuat seluruh personilnya hampir kehilangan semangat. Namun, para artis sirkus merasa bahwa P.T. Barnum telah mengangkat kehidupan mereka yang sebelumnya hidup terpinggirkan. Rupanya, bekerja sebagai artis di Barnum's Circus memunculkan ikatan kekeluargaan diantara mereka, membuat mereka bersatu untuk bangkit dari keterpurukan. Semetara itu, di sisi lain, kehidupan pribadi P.T. Barnum juga runyam ketika media membuat gosip antara P.T. Barnum dan Jenny Lind. Namun, ia percaya bahwa cinta akan mempertautkan mereka kembali. 

Sebuah adegan dalam film. P.T. Barnum dan keluarga kecilnya. Sumber: http://i.dailymail.co.uk
Sebuah adegan dalam film. P.T. Barnum dan keluarga kecilnya. Sumber: http://i.dailymail.co.uk
Film ini memiliki sejumah kekuatan terutama dalam hal film editing, sinematografi dan efek visual, selain juga akting apik para aktornya. Deretan agu-lagu yang digubah dalam genre pop menjadi salah satu daya tarik film ini, alih-alih memberikan lagu klasik jaman old. Lagu-lagu dalam film ini dijadikan album original motion picture soundtrack berjudul sama.

Dalam film ini Hugh Jackman yang selama ini kita kenal lewat sosok Wolverine, tampil berbeda dan bahkan ia menyanyikan sejumlah lagu seperti "The Greatest Show", "A Million Dreams" bersama Michelle Williams, "The Other Side" bersama Zac Efron, dan "From Now On". Lagu apik lainnya yang disuguhkan antara lain "This is Me" yang dibawakan Keala Settle, "Rewrite the Stars", sebuah duet apik Zendaya dan Zac Efron, dan"Never Enough" yang dibawakan Loren Allred.

Pesan moral dalam film ini bertebaran di sepanjang film. Namun menurut saya pesan terkuat dalam film ini adalah adanya perbedaan diantara manusia, baik kondisi fisik ataupun kepercayaan dan pandangannya, bukan menjadi penghalang untuk saling mengisi di dunia yang indah ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun