Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) baru saja kita lalui bersama. Hasil Cuick Count atau Hitung Cepat oleh sejumlah lembaga banyak kita baca, meraba siapa yang bakal menjadi jawara. Tentunya hasil paling absah bisa diketahui secara nasional nanti pada 9 Mei 2014. Hasil dari Pileg ini nantinya akan menentukan siapa saja calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang akan dipilih oleh seluruh rakyat Indonesia terdaftar melalui Pemilihan Presiden (Pilpres) pada tanggal 9 Juli 2014. Siapa yang bakal memimpin negeri besar beribu pulau berinsan 240 juta jiwa dengan kekayaan maha melimpah ruah ini?
Semuanya berawal dari 9 April 2014 lalu. Omong-omong, Anda ikut nyoblos tanggal 9 April 2014 lalu? Anda sudah benar mengetahui dan yakin bahwa partai yang Anda pilih adalah partai terbaik menurut Anda, bahwa partai yang Anda pilih nantinya akan membawa perubahan besar bagi bangsa Indonesia yang raya ini? Anda memilih tanpa motivasi apapun termasuk misalnya serangan fajar yang merajalela di pagi buta mencari Anda untuk memandu pilihan Anda? Jika ya, tentunya kita patut syukuri bersama. Jika tidak, saya dan kita layak untuk berduka sekaligus bahagia karena tentu tidak semua dari Anda menjawab tidak. :)
Artikel Kompas pada Jumat (11 April 2014) menurunkan tulisan yang menggelitik hati saya untuk menulis artikel ini, yaitu mengenai hitungan massa partai-partai politik yang turut mempengaruhi hasil Hitung Cepat Pileg lalu yang biasanya juga mencerminkan hasil rekapitulasi surat suara atau Real Count. Rasanya kini jaman telah berubah cepat. Partai Demokrat (PD), sang partai penguasa, harus legawa mengakui keunggulan dua partai senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan tagline “Indonesia Hebat” nya dan Partai Golongan Karya (Golkar) dengan “Suara Golkar Suara Rakyat”, serta satu lagi, partai junior yang kini sedang gencar mempromosikan “Gerindra Menang, Prabowo Presiden”, yaitu Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Sementara partai-partai lainnya kendati telah berjuang sekuat tenaga mengerahkan mesin-mesin partai dan amunisi politik mereka, harus puas dengan perolehan suara di bawah 10%. Sekali lagi itu semua merujuk pada hasil Hitung Cepat yang dilakukan oleh Kompas pada 9 April 2014 lalu.
Artikel di Kompas tersebut mengupas data-data hasil survei longitudinal Kompas yang dilakukan pada Februari 2014 dan 9 April 2014 dengan responden berjumlah 1.569 orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari hasil survei yang merujuk pada angka hasil Hitung Cepat diketahui bahwa massa pemilih loyal PDIP ditasbihkan sebagai yang terbesar yaitu sekira 13,8%. PDIP sebelum Pemilu sesumbar dapat merengkuh target 27% dengan menambang suara dari massa pemilih mengambang atau swing voters. Tetapi tak diduga tak dinyana mereka hanya mampu merebut hati 5,6% massa pemilih mengambang. Angka persentase raihan Pileg lalu ini jauh dari ekspektasi sebelum Pileg yang jika terjadi nyata dapat membuat PDIP bisa langsung menetapkan Jokowi sebagai calon Presiden sesuai amanat UU Pilpres.
Massa loyal terbesar kedua ialah Partai Golkar dimana dari perolehan suara sebanyak 14,9% terdapat 9,9% pemilih loyal yang artinya Golkar masih terbilang kuat bak lambang partai sebuah pohon beringin yang berdiri tegak kokoh berakar menancap kuat di tanah. Lalu Partai Gerindra, sebagai partai yang masih terbilang baru, gebrakannya tidak boleh dipandang sebelah mata. Walaupun gagal merengkuh target sebanyak 20% suara – yang artinya partai tersebut sudah mengantisipasi adanya koalisi – Gerindra punya massa cukup signifikan dari persentase raihannya yang sebanyak 11,7%. Lumbung suara Gerindra diperoleh dari 7% suara dari massa loyalnya. Partai yang cenderung sepi dari berita korupsi ini mampu memikat hati para massa pemilihnya sehingga partai ini menjadi partai papan atas berdasarkan hasil Hitung Cepat Kompas.
Berada setingkat dibawahnya, Partai Demokrat, yang masih disibukkan dengan urusan konvensi calon Presiden hingga Agustus 2014 nanti, harus puas mendulang 9,6% suara dari seluruh suara yang masuk versi Hitung Cepat Kompas. Pukulan bertubi-tubi selama menjadi partai penguasa selama lima tahun terakhir membuat profil Partai Demokrat terlepas dari bayangan massa pemilih mengambang yang memilih partai ini pada Pileg lima tahun lalu. Dengan massa loyal yang hanya 5,5%, PD harus bersyukur mendapat tambahan suara dari massa mengambang sekira 3,9% dan meraih suara sebanyak 9,6%.
Selebihnya, silakan Anda melihat grafik berikut ini yang dipetik dari Kompas.com edisi Jumat, 11 April 2014.
[caption id="attachment_331441" align="aligncenter" width="300" caption="Grafik Massa Pemilih Pileg 2014"][/caption]
Dari data hasil Hitung Cepat Kompas tersebut, dan seiring dengan riuhnya isu koalisi partai-partai menghadapi Pilpres yang akan datang, sebenarnya kita bisa mengira-ngira siapa sosok yang bakal memimpin negeri Republik Indonesia ini. Sekali lagi ini hanya mengira-gira, bukan menyimpulkan sebagaimana terawang peramal digdaya atau tebak-tebak buah manggis ala anak-anak sekolahan. Bahkan para pengamat politik ternama meski mengaku bisa menebak jalan cerita, masih belum bergegas mengunggah pernyataan di arena wicara.
Masih merujuk pada hasil Hitung Cepat Kompas pada Pileg baru-baru ini, yang walaupun tidak valid karena hanya dari satu sumber, kita bisa mengira-ngira siapa calon Presiden dan Wakil Presiden nanti, dari partai apa atau yang diusung oleh partai apa saja. Semuanya berpulang pada data, serta silaturahim yang membara menjelang Pileg dan silaturahim dadakan bak petak umpet dengan para kuli tinta yang dilakukan oleh para tokoh partai politik yang berwacana kerjasama memimpin Indonesia sejak usai Pileg lalu.
Sebagai partai yang unggul dalam hasil Hitung Cepat Pileg Kompas, PDIP kemungkinan akan berkoalisi dengan partai-partai lain yang selama ini dianggap bersahabat baik dari nafas partai maupun keeratan masing-masing pemimpinnya. Wacana koalisi PDIP - Gerindra masih belum jelas di Pilpres mendatang sejak PDIP punya manusia andalan terbaiknya yaitu Jokowi. Keputusan Megawati terhadap Jokowi membuahkan lontaran kata sindir nan nyinyir dari para petinggi Gerindra yang kemungkinan bakal melunturkan duet mesra yang pernah terjadi tahun 2009. PDIP masih membaca data dan masih menimbang asa dengan Gerindra yang jika bisa satu kata, mereka bisa melenggang menentukan sang dewa Indonesia.
Kunjungan Jokowi ke Aburizal Bakrie sempat membuat warga Indonesia yang bertanya-tanya: “Apa iya?” – merujuk pada kiprah politik dua partai sejak masa Orde Baru. Apa yang tidak mungkin? Pernyataan kemudian terkuak, bahwa masing-masing akan melangkah sendiri-sendiri yang sebetulnya masih terbilang nisbi. Dari data hasil Hitung Cepat Pileg lalu membuat Golkar masih punya nilai di mata partai-partai papan tengah atau bawah. Dari data tersebut, kemungkinan Golkar akan membina hubungan dengan Hanura atau mungkin saja Nasdem yang secara personal, ketiga pemimpin partainya pernah terasah di kawah candradimuka yang sama.
Partai Gerindra - mari kita singkirkan peluangnya dengan PDIP - sepertinya punya peluang besar maju dan berkoalisi dengan sejumlah partai. Bisa saja dengan Nasdem atau Hanura atau bahkan dengan PD. Ya, kemungkinan koalisi dengan PD menyusul kunjungan Prabowo ke istana pada Desember 2013 lalu membuat publik berandai-andai adanya koalisi yang sehati. Kedua figurnya sama-sama berlatar belakang militer yang susah untuk dikesampingkan. Data hasil Hitung Cepat Kompas seakan mengijinkan kedua partai tersebut untuk membentuk koalisi yang sempurna bersama dengan paket anggota koalisi PD pada era sebelumnya yang kemungkinan masih akan mendekat.
PD, yang figur andalannya masih akan ditunggu warga, sepertinya tidak terlalu “pede”. Buktinya, PD sudah berkoar akan siap menjadi oposisi setelah sang petinggi partai, SBY, cepat-cepat mengucapkan selamat pada PDIP. Dari sisi data elektabilitas, memang jarang terlihat nama-nama peserta konvensi PD ada di sana. Misalnya survey dari Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG) pada medio Maret 2014 yang tidak menempatkan satu pun peserta konvensi Capres PD di lima figur Capres teratas pilihan masyarakat, walaupun SSSG menempatkan sosok Dahlan Iskan sebagai peserta konvensi PD paling top. PD kemungkinan masih akan membina kerjasama dengan PAN, PKS maupun PPP dan PKB sehingga jika koalisi tersebut nyata, akan menghasilkan kekuatan digdaya. Apalagi jika dengan Gerindra.
Baiklah, siapa sebenarnya Presiden dan Wakil Presiden baru kita yang akan memimpin Indonesia lima tahun ke depan? Mari kita tunggu bersama setelah Pilpres 9 Juli nanti. Bisa saja duga-duga di atas benar adanya atau ada naskah drama lainnya? Semuanya bergantung pada keberpihakan Anda dengan datang ke TPS untuk datang memilih.
Surabaya, 13 April 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H