Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara merdeka yang mempunyai eksistensi tinggi. Sejak proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 oleh dua putra terbaik bangsa yaitu Ir. Soekarno dan Moh. Hatta, Indonesia telah dikenal luas di kancah internasional. Berbagai peran penting pada dunia internasional telah dijalani selama kurang lebih 78 tahun. Meski dalam perjalanannya untuk meraih pengakuan sebagai negara yang berdaulat baik secara de jure maupun de facto Indonesia harus berjuang sampai titik darah penghabisan.
Kawula muda tahu gak sih? Negara yang kita cintai ini merupakan negara terluas ke 14 di dunia loh. Wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan terdiri dari berbagai gugusan pulau besar dan kecil seluas 1.904.569 km² dengan perbandingan antara wilayah daratan dan perairan yaitu 2:3. Kendati negara kita sudah diakui sebagai negara yang berdakari namun sampai saat ini masih ada saja pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia terkait dengan wilayah kekuasan. Terutama wilayah perairan yang tidak memiliki garis batas nyata yang dapat dipandang dengan mata telanjang.
Wilayah perbatasan laut biasanya menjadi isu strategis yang dapat memperkeruh hubungan internasional beberapa negara. Penegakan hukum batas laut antar wilayah negara menjadi persoalan yang serius dan sulit untuk ditegakkan. Negara +62 seringkali harus berhadapan dengan negara lain terkait kedaulatan wilayah perairan terutama di Laut China Selatan. Di Kawasan perairan ini banyak mengandung sumber daya alam berupa gas bumi, minyak bumi dan mineral. Hal tersebut yang membuat beberapa negara seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam dan China saling klaim kekuasaan atas wilayah tersebut.
Konflik di wilayah laut China Selatan telah terjadi sejak tahun 1970 dan terus berlangsung sampai saat ini. Konflik yang berawal dari saling klaim wilayah kekuasaan di perairan tersebut merambah ke bidang ekonomi. Potensi Laut China Selatan yang menghubungkan Asia Timur dengan daratan Asia Barat, Eropa dan Afrika membuat jalur ini menjadi jalur pelayaran perdagangan industri terpadat di dunia. Permasalahan ini kian memanas ketika Amerika Serikat turut andil dalam konflik ini.
Jika konflik ini tidak menemukan solusi terbaik, maka konflik tersebut berpotensi menjadi lebih agresif. Perang bersenjata antar-negara yang memiliki kepentingan diperkirakan akan terjadi di titik wilayah tersebut.
Lalu, apa sih dampaknya bagi Indonesia ketika Laut China Selatan terus menjadi Kawasan yang bergejolak?
- Bidang Ekonomi
Jika ditelusur hubungan dagang antara Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok bersimbiosis mutualisme. Indonesia dan Tiongkok sama-sama mendapatkan keuntungan ketika kedua negara tersebut dapat berkolaborasi dengan baik. Mengutip dari laman kemlu.go.id kinerja perdagangan Indonesia dengan Tiongkok selama tahun 2021 mencapai US$ 123,34 Miliar. Bahkan pada tahun 2023 kinerja perdagangan Indonesia-Tiongkok menembus angka US$ 120 Miliar.
Jika kerja sama bilateral ini terganggu akibat konflik di Laut China Selatan, maka Indonesia bisa mengalami penurunan kinerja keuangan. Mengapa hal demikian bisa terjadi?
Karena perdagangan internasional dilakukan melewati wilayah perairan, dan perkiraan volume perdagangan yang melintasi Laut China Selatan sejumlah 20%-30%. Sehingga ketika konflik Laut China Selatan terus menjadi wilayah yang tidak “aman” maka hal tersebut memicu potensi terjadinya krisis ekonomi. Karena barang yang dikirimkan melalui laut akan mengalami kendala pengiriman.
- Bidang Sosial
Kepulauan Natuna yang merupakan garda terdepan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi salah satu wilayah yang berpotensi merasakan dampak dari konflik Laut China Selatan. Letaknya yang sangat berdekatan dengan daerah rawan konflik membuat masyarakat yang menempati Kepulauan Natuna merasa terisolasi. Beberapa jurnal memprediksi bahwa penduduk Natuna ikut bergerak terjun dalam konflik Laut China Selatan. Nyawa penduduk Natuna bisa menjadi tumbal dari genjatan senjata yang bisa saja terjadi di Kawasan Laut China Selatan.