Mohon tunggu...
Muhamad Diky Yulianto
Muhamad Diky Yulianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Semarang.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Desa Banjarsari: Transformasi Dusun Terpisah Menjadi Satu Kesatuan

14 Agustus 2024   22:15 Diperbarui: 14 Agustus 2024   22:15 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu tantangan utama pada awal berdirinya desa Banjarsari adalah sektor pertanian. Alat-alat pertanian yang digunakan masih terbatas dan air untuk irigasi hanya mengandalkan air hujan. Pembuatan saluran irigasi juga menjadi tantangan besar yang akhirnya bisa diselesaikan secara gotong royong oleh masyarakat. Saluran irigasi saat itu belum permanen, hanya disasak dan diberi batu-batu. Komoditas yang ditanam pun masih sebatas jagung, berbeda dengan sekarang yang bisa menanam padi.

Pendidikan di Desa Banjarsari

Pada tahun 1920, saat desa baru didirikan, belum ada sekolah di Desa Banjarsari. Pendidikan baru mulai ada setelah era kemerdekaan dengan adanya Sekolah Rakyat yang kemudian berkembang menjadi Sekolah Dasar. Pada tahun 1950-an, Lurah Sunyoto mendirikan Sekolah Rakyat sebagai bentuk bantuan pendidikan. Namun, karena rusak dan tidak terawat, akhirnya sekolah tersebut di-rebranding menjadi sekolah negeri.

Perubahan Wilayah dan Penggunaan Lahan

Secara wilayah, Desa Banjarsari tetap sama. Namun, fungsi wilayahnya berubah dari era lama ke era baru. Dulu, hampir 100% masyarakatnya adalah petani, sehingga lahan pertanian lebih banyak. Seiring perkembangan zaman, pemukiman bertambah, dan dibangunlah kantor desa, sekolah, serta perumahan. 

Sekarang, masyarakat Banjarsari tidak hanya berfokus pada pertanian. Banyak yang bekerja di luar desa sebagai karyawan kantoran, pabrik, atau pekerjaan lain. Pemuda desa sekarang lebih banyak bekerja di pabrik dibandingkan menjadi petani, berbeda dengan zaman dahulu ketika upah buruh petani diatur oleh desa.

Dwi Gesti Atmoko berharap agar sejarah dan tradisi Desa Banjarsari terus dilestarikan, meskipun desa ini telah mengalami banyak perubahan seiring perkembangan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun