Salah satu tantangan utama pada awal berdirinya desa Banjarsari adalah sektor pertanian. Alat-alat pertanian yang digunakan masih terbatas dan air untuk irigasi hanya mengandalkan air hujan. Pembuatan saluran irigasi juga menjadi tantangan besar yang akhirnya bisa diselesaikan secara gotong royong oleh masyarakat. Saluran irigasi saat itu belum permanen, hanya disasak dan diberi batu-batu. Komoditas yang ditanam pun masih sebatas jagung, berbeda dengan sekarang yang bisa menanam padi.
Pendidikan di Desa Banjarsari
Pada tahun 1920, saat desa baru didirikan, belum ada sekolah di Desa Banjarsari. Pendidikan baru mulai ada setelah era kemerdekaan dengan adanya Sekolah Rakyat yang kemudian berkembang menjadi Sekolah Dasar. Pada tahun 1950-an, Lurah Sunyoto mendirikan Sekolah Rakyat sebagai bentuk bantuan pendidikan. Namun, karena rusak dan tidak terawat, akhirnya sekolah tersebut di-rebranding menjadi sekolah negeri.
Perubahan Wilayah dan Penggunaan Lahan
Secara wilayah, Desa Banjarsari tetap sama. Namun, fungsi wilayahnya berubah dari era lama ke era baru. Dulu, hampir 100% masyarakatnya adalah petani, sehingga lahan pertanian lebih banyak. Seiring perkembangan zaman, pemukiman bertambah, dan dibangunlah kantor desa, sekolah, serta perumahan.Â
Sekarang, masyarakat Banjarsari tidak hanya berfokus pada pertanian. Banyak yang bekerja di luar desa sebagai karyawan kantoran, pabrik, atau pekerjaan lain. Pemuda desa sekarang lebih banyak bekerja di pabrik dibandingkan menjadi petani, berbeda dengan zaman dahulu ketika upah buruh petani diatur oleh desa.
Dwi Gesti Atmoko berharap agar sejarah dan tradisi Desa Banjarsari terus dilestarikan, meskipun desa ini telah mengalami banyak perubahan seiring perkembangan zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H