“Lo dan tim basket SMP kita mainnya udah bagus kok, tapi emang belum rejeki aja buat menang.”
“Tonnn, gue kecewa enggak bisa jadi juara.”
“Yaudahlah, yang penting lo tetep juara di hati gue.”
Sial. Apa yang saya bicarakan ke dia? Meskipun bercanda, hati saya jadi berdetak lebih cepat. Maksud hati ingin menghibur, tapi malah bicara yang aneh-aneh. Mmmm, untungnya si tomboy menanggapinya dengan bercanda juga. Setidaknya saat itu saya bisa membuat dia tidak murung lagi. Karena bagi saya, persahabatan kami berdua begitu berharga.
“Des, biar lo gak sedih lagi, gue traktir seblak.”
“Apaan tuh Ton?”
Memang dasar itu tomboy tidak kekinian sekali. Seblak saja tidak tahu. Makanan yang lagi kekinian, makanan yang berbahan dasar dari rebusan kerupuk. Seblak yang disantap begitu enak bila masih panas dan pedas. Dan, sepulang dari kompetisi basket itu kami berdua mendatangi warung seblak pinggir jalan.
“Lo mau seblak apa Des?”
“Emang adanya apa?”
“Seblak telor, sosis, bakso, ceker, atau spesial komplit semua?”
“Gue samain aja deh kaya elo.”