Mohon tunggu...
Galih Setio Utomo
Galih Setio Utomo Mohon Tunggu... Wirausaha -

Selamat menemukan ide (^_^)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Seblak Ceker Ayam Ekstra Pedas

25 Agustus 2015   10:53 Diperbarui: 25 Agustus 2015   10:53 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya harus mengakuinya kalau saya tidak lebih hebat dari anda. Ya, seorang gadis belia yang cerdas. Saya tidak menyangka dapat dikalahkan oleh dia. Tidak hanya soal pelajaran, pun saat bermain bola basket. Saya kalah darinya. Gadis yang multi talent. Rasa persahabatan ini mengubah dengan sendirinya menjadi rasa kagum yang terlalu.

Saya dan dia merupakan sepasang sahabat sedari SMP dulu. Saya si kutu buku dan dia si tomboy. Kami dipersatukan oleh tugas kelompok pelajaran matematika. Si tomboy itu dipasangkan dengan saya oleh guru saya. Kami canggung diawal diskusi, tetapi lama-kelamaan kami berdua membiasakan diri satu sama lainnya.

Setiap hari rabu sehabis pulang sekolah, dia berlatih bola basket. Tidak heran dia menjadi pemain inti tim basket SMP. Saya hanya bisa mendukung saat pertandingan, bersorak-sorai meneriakan yel-yel. Saya tidak pernah absen menonton pertandingan dia. Kadang dengan songongnya dia menyuruh saya mengambil gambar saat dia bertanding.

Hari itu tim basket sekolah kami kalah, padahal sudah masuk final. Kami harus puas menjadi runner up kompetisi tingkat kota. Mau gimana lagi, kami kalah dan kami tidak dapat mewakili kota kami tercinta berlaga di tingkat provinsi. Kalau seperti ini saya harus menghibur si tomboy itu yang sedari tadi wajahnya muram hingga matanya mengeluarkan air.

Si tomboy duduk di kursi pinggir lapangan, saya hendak menghibur dia.

“Hei Des, ini minuman buat lo.”

“Eh, umm, enggak Ton. Buat elo aja. Udah enggak haus gue.”

“Oh yauda deh, bener nih ya gue minum.”

“...”

“Udah dong, jangan sedih gitu.”

“...”

“Lo dan tim basket SMP kita mainnya udah bagus kok, tapi emang belum rejeki aja buat menang.”

“Tonnn, gue kecewa enggak bisa jadi juara.”

“Yaudahlah, yang penting lo tetep juara di hati gue.”

Sial. Apa yang saya bicarakan ke dia? Meskipun bercanda, hati saya jadi berdetak lebih cepat. Maksud hati ingin menghibur, tapi malah bicara yang aneh-aneh. Mmmm, untungnya si tomboy menanggapinya dengan bercanda juga. Setidaknya saat itu saya bisa membuat dia tidak murung lagi. Karena bagi saya, persahabatan kami berdua begitu berharga.

“Des, biar lo gak sedih lagi, gue traktir seblak.”

“Apaan tuh Ton?”

Memang dasar itu tomboy tidak kekinian sekali. Seblak saja tidak tahu. Makanan yang lagi kekinian, makanan yang berbahan dasar dari rebusan kerupuk. Seblak yang disantap begitu enak bila masih panas dan pedas. Dan, sepulang dari kompetisi basket itu kami berdua mendatangi warung seblak pinggir jalan.

“Lo mau seblak apa Des?”

“Emang adanya apa?”

“Seblak telor, sosis, bakso, ceker, atau spesial komplit semua?”

“Gue samain aja deh kaya elo.”

“Elo suka ceker kan Des? Gue pesenin seblak ceker ya.”

“Ceker apa dulu? Kalo ceker ayam gue suka, tapi kalo ceker dinosaurus enggak dah.”

“Hahaha. Bisa aja lo Des.”

Ekstra pedas. Saya menemani pelampiasan kekesalan akibat kekalahan tim basket. Ekstra pedas. Saya tidak begitu suka pedas, tapi gara-gara pinta si tomboy akhirnya kami berdua makan seblak ceker ayam eksra pedas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun