Kalau kita lihat, ini ada benarnya juga. Misalnya kita hendak membeli sebuah meja, lalu kita mengetik kata "meja" diaplikasi marketplace, akan muncul banyak sekali opsi meja yang hendak kita beli; mulai dari variasi model, variasi ukuran, variasi warna, bahkan variasi ongkos kirim.Â
Mungkin kita akan menghabiskan waktu untuk meng-scroll ponsel kita untuk memutuskan 1 meja yang akan kita beli, termasuk membaca review-review-nya.Â
Oh iya, itu baru dari 1 marketplace saja, sedangkan ada banyak aplikasi marketplace, itu saja kita sudah sebuah pilihan lagi. Jadi, untuk membeli 1 buah meja saja, mungkin kita bisa menghabiskan banyak waktu.
Dan belum tentu setelah menghabiskan banyak waktu, kita bisa langsung mengambil keputusan. Kadangkala justru muncul kebingungan, meja yang mana yang mau saya beli?Â
Yang A modelnya bagus, tapi ongkos kirimnya mahal; sedangkan yang B modelnya biasa saja, tetapi reviewnya bagus; atau yang C ongkos kirimnya murah dan modelnya bagus, tetapi ukurannya kurang sesuai.
Ternyata semakin banyak pilihan belum tentu membuat hidup kita semakin baik. Inilah yang oleh Barry Schwartz, profesor psikologi dari Amerika Serikat, katakan sebagai "tirani kebebasan".Â
Beliau berpendapat bahwa pilihan yang banyak belum tentu lebih baik, justru bisa membuat kehidupan kita semakin buruk.Â
Ada 3 masalah utama yang muncul jika kita memiliki terlalu banyak pilihan:
1. Masalah informasi: kita akan terobsesi untuk mendapatkan semua informasi terkait pilihan-pilihan yang amat banyak itu, tetapi apakah waktu dan energi kita cukup untuk melakukannya?
2. Masalah kesalahan: semakin banyak pilihan, justru semakin besar kemungkinan kita salah mengambil keputusan.
3. Masalah psikologis: terlalu banyak pilihan ternyata membuat kita menjadi cemas, karena kita menjadi terobsesi untuk memilih yang terbaik (atau sangat takut memilih pilihan yang keliru).