Meski demikian, rasa komunitas ini sebenarnya hanyalah semu. Setelah seseorang bergabung ke dalam kelompok sekte, ia akan diminta untuk memutuskan hubungan dengan keluarganya dan hanya diizinkan untuk berinteraksi dengan sesama anggota sekte itu sendiri.
Terisolasi dari Dunia Luar
Setiap anggota sekte harus memutuskan hubungannya (atau setidaknya, meminimalkan hubungannya) dengan dunia luar, termasuk dengan keluarganya sendiri, kecuali bila anggota keluarganya juga tergabung di dalam sekte. Aturan ini merupakan strategi dari pemimpin sekte untuk membuat anggota-anggotanya tidak dapat lepas dari sekte, sebab keluarganya sendiri pun tidak dapat menyadarkannya.
Selain itu, mengisolasi anggotanya dari dunia luar juga bertujuan untuk memunculkan tekanan kepada anggotanya. Setelah bertahun-tahun terisolasi dari lingkungan di luar sekte, anggota akan berpikir berkali-kali sebelum mengajukan diri untuk keluar dari sekte, sebab mereka tidak memiliki siapa-siapa lagi selain komunitas di dalam sektenya sendiri. Kita tahu bahwa manusia sangat takut dengan kesepian dan sangat terpengaruh oleh dorongan sosial. Penelitian yang dilakukan pada mantan pengikut kelompok sekte / kultus menemukan bahwa para mantan anggota mengalami permasalahan sosial setelah meninggalkan sektenya (Coates, 2010), hal ini karena mereka canggung untuk bergabung kembali dengan dunia luar setelah putus hubungan bertahun-tahun lamanya.
Karena tidak memiliki siapa-siapa lagi selain komunitas sektenya sendiri, anggota kemudian akan sangat patuh terhadap sektenya, baik itu untuk instruksi yang masuk akal hingga yang tidak masuk akal sekalipun. Ketidakpatuhan terhadap instruksi pemimpin sekte akan menyebabkan hukuman dikucilkan di dalam komunitas, dan karena individu tidak memiliki siapa-siapa lagi selain komunitas sekte, maka hukuman pengucilan terasa sangat menakutkan. Belum lagi faktor konformitas, yakni kecenderungan seseorang untuk patuh dan mengikuti hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya. Tidak heran, penggunaan obat-obatan terlarang, hubungan seksual yang berisiko, hingga tindakan menyakiti diri menjadi lumrah di dalam sekte.
Inilah yang terjadi pada kasus sekte Heaven's Gate itu, sehingga mereka dapat melakukan bunuh diri massal dengan iming-iming kehidupan yang lebih indah setelah ini, sekalipun ide ini mungkin terdengar absurd bagi kita.
Melindungi Orang Terdekat Kita
Pertanyaan yang muncul di kepala kita barangkali adalah, "Bagaimana cara melindungi orang-orang terdekat kita agar tidak bergabung dengan sekte sesat?"
Rousselet dan rekan-rekannya (2017) menemukan bahwa keluarga dan dukungan sosial merupakan faktor pelindung seseorang untuk tidak bergabung dengan kelompok-kelompok sekte. Sekitar 23% (hampir seperempat) dari anggota sekte melaporkan bahwa mereka memiliki masalah serius di dalam keluarganya sebelum bergabung dengan sekte.
Mari kita bayangkan sejenak, salah seorang teman atau saudara kita sedang mengalami permasalahan hidup, kemudian tidak ada satupun baik dari keluarga, lingkungan kerja, atau lingkungan tempat ibadahnya yang peduli kepadanya. Kemudian di tengah kekalutan perasaannya atas kehidupan, muncullah seseorang yang sangat peduli, yang sering datang untuk menanyakan kabar dan mengajak untuk berdoa bersama. Setelah muncul rasa nyaman, barulah teman atau saudara itu diajak ikut ke sebuah perkumpulan, yang ternyata adalah sebuah sekte.
Apakah teman atau saudara kita itu akan bergabung?