Mengapa Cirebon? Bagi orang Jakarta seperti saya, alasannya jelas: (1) alternatif wisata karena sudah terlalu sering ke Bogor dan Bandung, (2) mudah dijangkau. Menjangkau Cirebon hampir semudah menjangkau Bandung. Dengan kendaraan pribadi, jalan tol Cipali tersedia untuk mempercepat perjalanan. Dengan kereta api, lama perjalanannya kurang lebih sama, sekitar tiga jam.
Maka, bermodalkan semangat dan informasi yang sudah saya kumpulkan melalui googling,saya pun menjangkau Cirebon dengan kereta Cirebon Ekspres (atau sering disebut sebagai Cireks). Selain Cireks, kereta Tegal Bahari juga menjangkau Cirebon.
Saya turun di Stasiun Cirebon yang berada di daerah Kejaksan. Langit mendung dengan matahari malu-malu mengintip karena baru saja hujan usai. Bermodalkan informasi dari Google, di sekitar stasiun kita bisa menemui rumah makan empal gentong yang cukup kesohor: Empal Gentong Krucuk. Anda bisa memanggil becak untuk mengantar anda ke sana, tapi sebenarnya dengan berjalan kaki selama 10 menit saja sudah sampai. Bila bingung dengan arah, anda bisa bertanya kepada orang-orang di sekitar, rumah makan Krucuk sudah kesohor sehingga hampir setiap orang di sekitar stasiun mengetahuinya.
Menikmati Empal Gentong, Makanan Khas Cirebon yang Paling Kesohor
Menemukan rumah makan Krucuk ternyata tidak susah, sebab ada papan informasi yang besar sehingga bisa kita lihat dari jauh. Tempat makannya cukup luas. Nampak beberapa orang sedang makan siang sambil bersantai di sana (memang sedang jam makan siang pula). Di sekitar dinding, terdapat testiomonialdari tokoh-tokoh publik yang pernah mengunjungi Krucuk.
Puas dengan empal gentong, saya pun memanggil becak, meminta diantarkan ke Keraton Kasepuhan.
Keraton Kasepuhan, Tertua dan Sarat Nilai Sejarah
Keraton Kasepuhan merupakan keraton tertua dan terbesar di Cirebon. Keraton Kasepuhan merupakan tempat berdiam Sultan, dan sudah berdiri sejak tahun 1430. Silakan beli tiket masuk di loket depan. Anda juga akan ditawarkan jasa pemandu. Mereka tidak mematok tarif khusus, silakan bayar sesuai dengan jasa yang sudah mereka berikan kepada kita.
Tempat yang cukup menarik perhatian adalah Museum Benda Kuno, yang merupakan tempat penyimpanan benda-benda kuno dari Keraton Kasepuhan.Â
Keraton Kacirebonan, Termuda namun Tetap Bernilai
Dari Kasepuhan, kita bisa berjalan kaki sekitar 15 menit ke keraton selanjutnya, yakni Keraton Kacirebonan. Keraton ini merupakan keraton termuda di antara tiga keraton di Cirebon (satu lagi adalah Keraton Kanoman).
Keraton Kacirebonan tidak seluas Kasepuhan, namun isinya tetap menarik. Ada koleksi keris, keramik, guci, hingga benda-benda pusaka keraton.
Tidak jauh di belakang keraton, terdapat tempat berlatih tari topeng. Kita bisa melihat anak-anak sedang berlatih menari di sini, mengembangkan budaya yang sedang tergerus zaman.
Megamendung, Corak Batik Khas Cirebon
Menjelang maghrib, saya menuju desa batik Trusmi yang terletak agak jauh dari keraton. Sebenarnya waktu terbaik untuk ke sini adalah siang hari. Ketika saya tiba, langit sudah gelap. Sebagian besar toko dan pengrajin batik sudah menutup aktivitas mereka. Adapun yang masih buka adalah sebuah department storeyang memiliki nama sama dengan tempat ini "Batik Trusmi". Silakan mampir dan lihat corak-corak batik khas Cirebon yang anda suka. Plus, saya juga membeli beberapa oleh-oleh di sini.
Di daerah sini, kita juga bisa menemukan penjual makanan di sepanjang jalan. Saya pun tertarik untuk mencicipi streetfoodkhas Cirebon.
Docang, Makanan Para Wali
Saya mencoba docang. Sebelumnya, saya belum pernah mencicipi docang, tapi saya sudah pernah mendengar kisahnya. Docang merupakan makanan khas Cirebon yang berkomposisi unik: kombinasi potongan lontong, tauge, daun singkong, dan parutan kelapa disiram dengan kuah oncom yang gurih; lengkap dengan taburan kerupuk khas Pleret, sebuah kampung di Cirebon.
Docang sendiri memiliki nilai sejarah yang perlu kita ketahui. Di zaman kesultanan dulu, ada pangeran yang tidak suka dengan kehadiran para wali. Niat buruk pun muncul. Dalam sebuah kesempatan makan, pangeran sengaja menghidangkan makanan yang berbahan makanan-makanan sisa para pangeran. Tujuannya, agar wali tersebut keracunan makanan. Tapi, alih-alih merasa jijik ataupun keracunan, para wali justru menyukainya, bahkan meminta tambah. Jadilah hidangan dengan komposisi yang unik dan tidak lazim, namun lezat sekali.
Pasar Kanoman, Chinese Town milik Cirebon
Esok harinya, di pagi hari, saya menuju Pasar Kanoman. Salah satu cara untuk menikmati suasana asli dari sebuah tempat adalah dengan mengunjungi pasar, sebab di sinilah kita bisa melihat kehidupan rakyat yang sesungguhnya. Saya mampir di sebuah warung nasi lengko - hidangan berupa nasi dengan irisan tempe goreng, tahu goreng, dan kucai kemudian disiram bumbu kacang - sambil mengobrol dengan warga. Membaur dan mengobrol dengan warga asli seringkali memberikan kita informasi yang mungkin tidak terpublikasi oleh media.
Keraton Kanoman, Dekatnya Kesultanan Cirebon dengan Tiongkok Saat itu
Ya, tak jauh dari Pasar Kanoman, kita bisa menemui Keraton Kanoman. Berbeda dengan Keraton Kasepuhan dan Kacirebonan, untuk masuk kita tak perlu membeli tiket; tapi kita wajib menggunakan jasa pemandu. Di sini saya diajak untuk melihat tempat pelantikan sultan, yang nuansa tradisionalnya masih terasa sekali.
Selanjutnya adalah Gua Sunyaragi, yang jaraknya cukup jauh dari keraton, tapi masih bisa dijangkau dengan angkot. Silakan tanya pada warga sekitar. Berasal dari kata "sunya" (sepi) dan "ragi" (raga), tempat ini merupakan tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon beserta keluarga. Tempat yang menarik menurut saya adalah gua peteng, di mana terdapat kolam air di bawahnya. Sayangnya, Gua Sunyaragi sempat dirusak oleh Belanda pada tahun 1787, sehingga pada tahun 1852 diperbaiki kembali oleh seorang arsitek Tiongkok bernama Tan Sam Cay, atas permintaan Sultan Adiwijaya.
Kurang lengkap rasanya bila mengulas destinasi wisata suatu daerah tanpa membicarakan oleh-oleh khasnya. Kalau menurut saya, camilan wajib yang kita beli bila berkunjung ke Cirebon adalah tape ketannya! Sebenarnya tape ketan bukanlah oleh-oleh produksi Cirebon - melainkan Kuningan, sebuah Kabupaten yang berada tak jauh dari Cirebon. Berbeda dengan tape dari daerah lain, tape ketan di sini dibungkus dengan daun jambu. Rasanya legit dan berair. Nikmat sekali.
Oleh-oleh khas Cirebon yang tak kalah "wajib"-nya adalah kerupuk melarat (kerupuk miskin). Kenapa disebut melarat? Sebab kerupuk ini tidak digoreng dengan minyak, melainkan dengan pasir - sehingga terkesan ekonomis. Meski digoreng dengan pasir, tapi renyahnya tak kalah dengan kerupuk yang digoreng dengan minyak, pun harganya murah-meriah. Beli juga sirup tjampolay khas Cirebon yang diproduksi tanpa pemanis buatan, meski sebenarnya di Jakarta pun sudah bisa kita temukan.
Sebagai pecinta teh, saya juga tak melewatkan membeli teh upet yang pabriknya berada di Cirebon. Teh ini berici khas teh Indonesia: teh hijau melati yang justru berwarna coklat (seperti teh hitam) ketika diseduh. Menurut saya, teh upet merupakan salah satu teh melati Indonesia yang wanginya paling harum. Sajikan dalam poci tanah liat agar makin harum. Beli juga gula batu khas Cirebon untuk melengkapi 'ritual' minum teh anda. Selain teh upet, saya juga membeli teh cap peko, yang tak kalah harumnya. Kedua teh tersebut saya beli ketika sedang mengunjungi Pasar Kanoman.
Nasi Jamblang, Wajib Coba!
Sebelum menuntaskan wisata di Cirebon dan pulang ke tempat asal masing-masing, ada satu kuliner khas yang tak boleh terlewatkan: Nasi Jamblang. Nasi jamblang merupakan makanan khas Cirebon yang tak kalah populer dengan empal gentong. Disebut nasi jamblang karena nasi dibungkus dengan daun jamblang (daun jati). Rumah makan yang paling terkenal dalam menyajikan nasi jamblang adalah RM Bu Nur. Hampir setiap saat tempat ini ramai dikunjungi pembeli, bahkan perlu mengantre bila sedang jam makan siang. Lauknya beragam, namun yang favorit adalah pepes telur asin, sate kentang, dan cumi saus hitam. Saya sendiri mengakui kelezatan nasi jamblang masakan Bu Nur. Cuminya empuk dan gurih.
Indonesia, Jaya!
(Tulisan saya lainnya tentang traveling dapat dibaca di:Â Blog Garvin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H