Ibu T sendiri, aktivitasnya cukup padat. Pagi hari sekali beliau sudah sibuk di dapur memasak dan menyiapkan seragam sekolah anak; sedangkan nanti suaminya yang akan mengantar anaknya satu per satu ke sekolah. Usai memasak, Ibu T kemudian pergi ke kebun untuk bercocok tanam. Nantinya sekitar jam 10 pagi Ibu T akan pulang ke rumah untuk menyiapkan makan siang, lalu berangkat ke kebun lagi hingga jam 3 sore.
Saya melihat aktivitas warga di sini cukup menyenangkan, tidak riweuhdan stressfulseperti di Jakarta. Mereka berangkat kerja pagi hari, tetapi letak tempat kerjanya sangat dekat dari rumah, bahkan ada yang bekerja di rumahnya sendiri (misalnya peternak sapi, di mana sapi ternakannya berada di belakang rumah). Sekitar jam 9 atau 10 pagi, mereka akan kembali ke rumah untuk duduk-duduk sambil menyesap kopi., hingga terasa segar kembali lalu lanjut bekerja. Sekitar jam 12 mereka akan makan siang, lalu lanjut bekerja lagi hingga pukul 3 sore.
Pukul 3 sore, pekerjaan selesai. Mereka kemudian menghabiskan waktu dengan bercengkerama bersama warga lainnya sambil duduk santai meminum kopi, teh, serta menyantap camilan. Tidak ada tekanan dari atasan untuk bekerja 8-9 jam per hari, dengan keharusan tiba dan pulang pada jam yang presisi. Mereka masih memiliki waktu untuk bersosialisasi dan menikmati sore dengan santai. Jauh berbeda dengan kehidupan di Jakarta.
Secara materi mungkin keluarga saya menang, namun secara kebahagiaan mungkin keluarga Ibu T lah yang juara. Bahagia dalam sahaja.
Hasil Produksi
Rata-rata warga di sini bercocok tanam dan berternak. Hewan yang diternakkan adalah sapi (untuk diambil susunya) dan kambing (untuk dijual ketika Idul Adha); sedangkan tumbuhan yang ditanam adalah brokoli, tomat, labu siam, sawi, kol, bahkan saya juga pernah melihat alpukat. Sisanya, ada juga saya temui seorang warga desa berprofesi sebagai pengrajin bingkai/pigura dari bahan kayu.
Pagi-pagi pukul 5, peternak sapi harus sudah selesai memerah susu sapi, sebab penadah akan segera datang dan mengangkut. Sayangnya saya tidak sempat mencoba memerah susu sapi dan mencicipi susu sapi segar produksi Kampung Pasir Angling.
Sedangkan untuk sayuran, mungkin karena masih sangat segar, rasanya memang berbeda dengan sayur yang biasa saya beli di pasar di Jakarta. Saya sempat membeli beberapa sayuran sebagai oleh-oleh, esoknya langsung saya masak. Labu siamnya terasa lebih halus. Dan mungkin karena di sini penghasil brokoli, maka hampir setiap makan Ibu T selalu menyuguhkan brokoli tumis. Saya sempat berkata di kota brokoli tergolong sayuran yang mahal, namun Ibu T hanya tertawa dan berkata kalau ia cukup memetiknya di kebun saja.
Ada juga seniman yang tinggal di Kampung Pasir Angling. Adalah Bapak N yang sempat menunjukkan kepiawaiannya memainkan kecapi sunda. Lagu-lagunya ia tulis sendiri, dengan lirik berbahasa Sunda pula. Rekamannya dapat dilihat di bawah ini:
Objek Wisata