Dalam setidaknya sepuluh tahun terakhir, nama Juan Cuadrado, Medhi Benatia, Antonio Candreva, Alex Meret, Piotr Zielinski, sampai Bruno Fernandes, juga merupakan pemain yang pernah berkembang bersama Udinese.
Untuk keuntungan yang didapat dari merawat pemain, dalam sepuluh tahun terakhir menurut situs Planet Football, Udinese telah berhasil mendapatkan sebesar 242 juta pounds atau lebih dari 4,3 triliun rupiah.
Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, filosofi klub tidak berubah, bahkan ketika manajer dan direktur sepak bola berbeda datang dan pergi. Udinese adalah korban dari jalan suksesnya sendiri.Â
Ketika ada pemain, pelatih, bahkan eksekutif, pergi ke tempat yang dianggap lebih baik, mereka tetap meninggalkan keuntungan besar bagi klub. Ada uang yang dibayarkan, dan akan kembali dikelola menjadi sesuatu yang jauh lebih besar.
Berinovasi dengan Cara Lain
Tidak hanya mampu membangun reputasi terbaik dengan para bintang muda, Udinese juga sukses membangun citra positif dengan sejumlah inovasi, termasuk membangun stadionnya sendiri.Â
Udinese telah mengubah perspektifnya dan memulai model bisnis baru dari stadion. Setelah berhasil mendapatkan jaminan kepemilikan stadion dari pemerintah setempat, dan "menjualnya" ke Dacia, produsen mobil asal Rumania pada tahun 2016 silam, Udinese mencoba membangun suasana baru di markas mereka.
Klub terus berusaha untuk meningkatkan ketertarikan para penggemar terhadap stadion. Maka dari itu, mereka menjamin pemandangan yang bagus dari tribun, dan atap yang menutupi seluruh stadion. Kemudian mereka juga menyediakan makanan dan minuman yang berkualitas.
Dengan dukungan Dacia, Udinese telah menjadikan stadion mereka lebih dari sekadar tempat menonton sepak bola. Â
"Kami berkumpul dengan Dacia sebelum peresmian stadion dan kami berdua memutuskan bahwa kami ingin memiliki stadion yang inovatif dan hemat biaya. Di Italia, stadion dianggap sebagai tempat pertandingan dan kami tidak menginginkan itu,"