Mohon tunggu...
Garin Nanda
Garin Nanda Mohon Tunggu... Freelancer - @garinnanda_

Mengemas sebuah cerita jadi lebih bermakna.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Sampdoria, Italia, dan Eropa

4 April 2023   14:42 Diperbarui: 6 April 2023   14:33 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roberto Mancini (sumber gambar: transfermarkt)

Berbicara tentang sepakbola Italia memang sarat akan romansa mengagumkan. Pesona para aktor lapangan, kemolekan klub-klub raksasa, sampai pada peran pelatih yang banyak dibicarakan hingga sekarang, jadi bumbu menyenangkan untuk kian menambah betapa agungnya wajah kompetisi Negeri Pizza.

Tak berlebihan memang bila menyebut Italia sebagai singgasana sepakbola pada masanya. Anggapan tentang kompetisi itu masih lebih berharga dibanding panggung Eropa, jadi bukti bahwa Italia memang tujuan seluruh insan sepakbola. AC Milan, Juventus, Inter Milan, sampai duo Roma, dan bahkan Fiorentina, pernah membuat kompetisi di sana indah akan sajian berkelas.

Tim-tim yang pernah curi perhatian itu memang pantas diingat. Jangan lupakan pula klub asal Genoa yang pernah mencuri piala dari tim raksasa lainnya. Adalah Sampdoria, klub gabungan antara Sampierdarenese dan Andrea Doria pada 1946, menjadi satu yang mengharumkan nama Genoa, selain klub Genoa itu sendiri pada masa awal dibentuknya kompetisi Serie A.

Sampdoria sejak berdirinya klub jarang sekali tampil sebagai tim yang tebar ancaman. Hingga pada akhirnya, sosok bernama Paolo Mantovani datang menginvestasikan banyak uang di klub berjuluk il Doria. Pebisnis minyak asal kota Roma yang merupakan penggemar Lazio membeli Sampdoria pada 1979 yang ketika itu masih terjerembab di kompetisi Serie B.

Dengan sentuhan dinginnya, trajektori prestasi klub terus alami peningkatan. Janji manis yang dikibarkan sejak awal kedatangan, bermuara pada rentetan piala yang tak terlupakan nilainya.  

Bangkit Bersama Mantovani

Paolo Mantovani yang datang dengan sambutan meriah langsung membuktikan bahwa dia benar-benar serius membangun Sampdoria. Mantovani yang memang piawai merencanakan suatu hal lebih dahulu membentuk manajemen yang dianggap vital. Penunjukan Claudio Nassi sebagai direktur olahraga pun jadi buktinya, dimana tiga tahun berselang pria itu berhasil mencapai target yang diberikan Mantovani dengan mengembalikan Sampdoria ke kompetisi Serie A.

Setelah il Samp promosi, Nassi kemudian dibebastugaskan dan diganti oleh Paul Boreas untuk duduk di kursi manajemen selanjutnya.

Dari kacamata pemain, sosok seperti Roberto Mancini, Liam Brady, sampai Trevor Francis berhasil didatangkan. Tak sampai lima tahun, atau tepat pada musim 1984/85, Sampdoria berhasil mendapat trofi bergengsi Piala Italia. Sosok Eugenio Bersellini saat itu jadi yang memberi instruksi kepada para pemain dari pinggir lapangan.

Materi pemain selain yang sebelumnya disebutkan, terdapat pula nama hebat lainnya semacam Evaristo Beccalossi, Graeme Souness, Luca Pellegrini, Pietro Vierchowod, dan tentunya Gianluca Vialli yang jadi tandem mematikan Roberto Mancini.

Sayang seribu sayang, prestasi Sampdoria di musim 1985/86 mengalami penurunan. Mereka yang pada musim sebelumnya bercokol di posisi ke-empat, kini hanya mampu menempati posisi sebelas. Praktis, hal tersebut membuat Mantovani gusar. Dia tak ingin berlama-lama berkubang dalam lumpur penyesalan, hingga berujung pada penunjukan pelatih Vujadin Boskov musim 1986/87.

Perkasa Bersama Vujadin Boskov

Bersama Vujadin Boskov, Sampdoria jadi tim yang kian hebat. Pelatih yang telah menghembuskan napas terakhirnya di usia 82 tahun itu memang tak bisa dipandang sebelah mata. Di dalam riwayat pekerjaannya, terdapat nama Feyenoord, Real Zaragoza, sampai Real Madrid yang sempat membuat namanya tak asing di telinga para penggemar.

Perjalanan Boskov bersama Sampdoria sudah tercium wanginya ketika dua Piala Italia musim 1987/88 dan 1988/89 berhasil direngkuh secara beruntun. Kemudian, Sampdoria yang juga terus jadi tim paling diwaspadai di Serie A mampu tampilkan aksi sempurna di gelaran Eropa.

Pada musim 1988/89, Sampdoria memang kandas atas perlawanan FC Barcelona di partai final. Namun pada musim berikutnya yakni 1989/90, mereka yang kembali melaju ke partai final berhasil kandaskan perlawanan utusan Belgia, RSC Anderlecht, untuk meraih status juara. Dua gol Vialli saat itu jadi penentu gelar Eropa pertama dan satu-satunya sepanjang sejarah klub.

Puncak dari kebahagiaan Boskov bersama Sampdoria lalu berujung pada musim 1990/91, ketika gelar juara Serie A berhasil mendarat di kota kebanggaan.

Saat itu, Boskov tak butuh banyak dana untuk memperkuat tim yang dibesutnya. Paling hanya ada penambahan nama Oleksiy Mykhaylychenko yang didatangkan dari Dynamo Kyiv.

Seperti pada musim-musim sebelumnya, Boskov jadi sosok yang membuat Sampdoria terus tebar ancaman ke raksasa Italia. Apa yang telah ditunjukkan Sampdoria bersama Boskov jelas bukan perkara remeh. Pasalnya saat itu, tim-tim Italia tengah dihuni oleh pemain kelas dunia. Ada Diego Maradona, Rudi Voeller, Marco van Basten, Roberto Baggio, serta Lothar Matthaus yang menghuni deretan klub langganan juara.

Untuk bisa konsisten duduk di tangga pertama pun dibutuhkan perjuangan yang teramat keras. Buktinya Sampdoria baru bisa nangkring di tangga teratas pada giornata 7. Namun pada paruh musim, langkah mereka sempat tersendat ketika Lecce dan Torino datang sebagai tim yang curi tiga poin. Hasilnya, posisi ke-lima pun harus rela didapat.

Keterpurukan Sampdoria yang ketika itu ditinggal Vialli karena cedera pun mulai mereda, usai sang pemain andalan kembali pada Februari. Mulai dari Roma sampai Milan dan Juventus berhasil dikalahkan. Belum lagi Napoli yang juga merasakan kedigdayaan Sampdoria di bawah arahan Vujadin Boskov. Yang paling mengesankan tentu ketika mereka berhasil mengalahkan Inter Milan pada 5 Mei 1991.

Kemenangan itu berarti besar buat Sampdoria yang pada akhirnya sukses pastikan gelar juara pada 10 Mei 1991 di laga melawan Lecce. Kemenangan 3-0 yang salah satu golnya dicetak Vialli membuat sang pemain merengkuh status sebagai top skor dengan koleksi 19 gol.

Penantian gelar Serie A yang sebelumnya tak pernah didapat membuat seluruh penggemar masuk ke dalam lapangan. 20 kemenangan, 11 kali imbang, dan cuma mendapat tiga kekalahan jadi catatan mengesankan yang menghiasi musim bersejarah Sampdoria. Mereka duduk di Puncak Klasemen dengan mengungguli duo Milan yang saat itu juga punya skuad mentereng.

Kesuksesan meraih scudetto ketika itu lalu membuat Sampdoria mewakili Italia di kancah Eropa. Liga Champions, jadi kompetisi yang sedikit meremehkan nama Sampdoria. Mereka tak jadi unggulan dan diprediksi tak akan mampu melangkah jauh.

Namun segala anggapan itu berhasil ditumpas oleh Sampdoria. Boskov yang sudah kadung jadi dewa bagi penggemar Sampdoria menunjukkan kelasnya dengan membawa klub mengangkangi rival di grup A macam Red Star Belgrade, Anderlecht, dan Panathinaikos dengan koleksi 8 poin.

Lalu sampailah Sampdoria ke partai final dimana FC Barcelona sudah menanti sebagai lawan. Nahas, el Barca yang memang sedang tampil ciamik di tangan Johan Cruyff berhasil mencuri kemenangan lewat gol Ronald Koeman. Meski kalah, perjalanan Sampdoria di ajang Liga Champions Eropa ketika itu sama sekali tak bisa diremehkan.

Namun seiring berjalannya waktu, kekalahan atas Barcelona di panggung Eropa malah menjadi penanda berakhirnya era kejayaan mereka. Terlebih ketika itu il Samp ditinggal Mantovani yang memejamkan mata untuk selama-lamanya pada tahun 1993 karena kanker paru.

Perlahan, bintang yang dulu sempat bersinar di Sampdoria juga mulai memilih jalan berbeda. Dari Pagliuca yang membela Inter sampai Vialli yang berseragam Juve, membuat Boskov juga ikut pergi dengan membela Roma.

Sejak saat itu bahkan hingga sekarang, Sampdoria tak pernah lagi tunjukan kelas sebagai tim menakutkan. Malah perjalanan mereka cenderung suram hingga jurang degradasi kerap menjadi kawan.  

Dalam dua puluh tahun terakhir, Sampdoria tak pernah mencapai posisi tiga besar. Kedudukan terbaik mereka terjadi pada musim 2009/10 ketika posisi empat berada dalam genggaman. Sisanya, angka-angka yang tak terlalu memuaskan menjadi sebuah hal yang mudah didapat. Bahkan pada musim 2011/12 mereka harus tampil di kompetisi Serie B usai sebelumnya tempati posisi ke-16.

Pada musim 2021/22 lalu saja, Sampdoria hanya menduduki peringkat ke 15, hasil dari 10 kemenangan, 6 hasil imbang, dan 22 kali kalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun