Sayang seribu sayang, prestasi Sampdoria di musim 1985/86 mengalami penurunan. Mereka yang pada musim sebelumnya bercokol di posisi ke-empat, kini hanya mampu menempati posisi sebelas. Praktis, hal tersebut membuat Mantovani gusar. Dia tak ingin berlama-lama berkubang dalam lumpur penyesalan, hingga berujung pada penunjukan pelatih Vujadin Boskov musim 1986/87.
Perkasa Bersama Vujadin Boskov
Bersama Vujadin Boskov, Sampdoria jadi tim yang kian hebat. Pelatih yang telah menghembuskan napas terakhirnya di usia 82 tahun itu memang tak bisa dipandang sebelah mata. Di dalam riwayat pekerjaannya, terdapat nama Feyenoord, Real Zaragoza, sampai Real Madrid yang sempat membuat namanya tak asing di telinga para penggemar.
Perjalanan Boskov bersama Sampdoria sudah tercium wanginya ketika dua Piala Italia musim 1987/88 dan 1988/89 berhasil direngkuh secara beruntun. Kemudian, Sampdoria yang juga terus jadi tim paling diwaspadai di Serie A mampu tampilkan aksi sempurna di gelaran Eropa.
Pada musim 1988/89, Sampdoria memang kandas atas perlawanan FC Barcelona di partai final. Namun pada musim berikutnya yakni 1989/90, mereka yang kembali melaju ke partai final berhasil kandaskan perlawanan utusan Belgia, RSC Anderlecht, untuk meraih status juara. Dua gol Vialli saat itu jadi penentu gelar Eropa pertama dan satu-satunya sepanjang sejarah klub.
Puncak dari kebahagiaan Boskov bersama Sampdoria lalu berujung pada musim 1990/91, ketika gelar juara Serie A berhasil mendarat di kota kebanggaan.
Saat itu, Boskov tak butuh banyak dana untuk memperkuat tim yang dibesutnya. Paling hanya ada penambahan nama Oleksiy Mykhaylychenko yang didatangkan dari Dynamo Kyiv.
Seperti pada musim-musim sebelumnya, Boskov jadi sosok yang membuat Sampdoria terus tebar ancaman ke raksasa Italia. Apa yang telah ditunjukkan Sampdoria bersama Boskov jelas bukan perkara remeh. Pasalnya saat itu, tim-tim Italia tengah dihuni oleh pemain kelas dunia. Ada Diego Maradona, Rudi Voeller, Marco van Basten, Roberto Baggio, serta Lothar Matthaus yang menghuni deretan klub langganan juara.
Untuk bisa konsisten duduk di tangga pertama pun dibutuhkan perjuangan yang teramat keras. Buktinya Sampdoria baru bisa nangkring di tangga teratas pada giornata 7. Namun pada paruh musim, langkah mereka sempat tersendat ketika Lecce dan Torino datang sebagai tim yang curi tiga poin. Hasilnya, posisi ke-lima pun harus rela didapat.
Keterpurukan Sampdoria yang ketika itu ditinggal Vialli karena cedera pun mulai mereda, usai sang pemain andalan kembali pada Februari. Mulai dari Roma sampai Milan dan Juventus berhasil dikalahkan. Belum lagi Napoli yang juga merasakan kedigdayaan Sampdoria di bawah arahan Vujadin Boskov. Yang paling mengesankan tentu ketika mereka berhasil mengalahkan Inter Milan pada 5 Mei 1991.
Kemenangan itu berarti besar buat Sampdoria yang pada akhirnya sukses pastikan gelar juara pada 10 Mei 1991 di laga melawan Lecce. Kemenangan 3-0 yang salah satu golnya dicetak Vialli membuat sang pemain merengkuh status sebagai top skor dengan koleksi 19 gol.