Sehingga, RB Leipzig siap menampungnya. Lalu, setelah sang pemain merasa masanya telah habis, mereka bisa bergabung dengan New York Red Bull untuk menghabiskan sisa karirnya.
Akan tetapi siklus tersebut juga tidak selalu memunculkan nama New York Red Bull sebagai pemberhentian terakhir. Terkadang ada pula pemain muda berbakat asal Amerika yang kemudian digaet oleh klub terbaik Eropa yang dinaungi oleh Red Bull.
Adalah Tyler Adams, pemuda asal Amerika yang baru berusia 23 tahun, sukses berkembang di klub sekelas RB Leipzig.
Dari sistem MCO itu pula, muncul nama Naby Keita, yang awalnya berkembang bersama RB Salzburg lantas menjadi kian populer bersama nama RB Leipzig.
Jasa pencari bakat yang kemudian tidak semata-mata disingkirkan oleh sistem perekrutan pemain klub yang dinaungi Red Bull, juga sukses mengumpulkan bintang seperti Sadio Mane, Erling Haaland, Timo Werner, Valentino Lazaro, Lukas Klostermann, Stefan Lainer, sampai Joshua Kimmich, yang memberi keuntungan sangat besar bagi klub dari hasil penjualan mereka.
Plus Minus Kehadiran Red Bull di Sepak Bola
Dengan kehadiran Red Bull di dunia sepak bola, terdapat plus minus yang layak digarisbawahi. Dari nilai plus itu sendiri, terdapat beberapa manfaat yang kemudian didapat oleh klub yang dinaungi oleh perusahaan minuman kaleng tersebut.
Dengan dana melimpah, Red Bull tak sulit untuk mengembangkan fasilitas dan memberi biaya yang tak sedikit untuk menambah kualitas klub yang dinaungi.Â
Melalui cara tersebut, pemain-pemain berbakat yang kemudian berhasil dikumpulkan mampu menyabet trofi yang diinginkan. RB Salzburg sudah jadi contoh nyata. Mereka berhasil menjadi jawara sembilan musim beruntun di kompetisi Bundesliga Austria.
Kemudian ada RB Leipzig yang kita tahu berhasil merangsek naik dari divisi lima ke kompetisi Bundesliga Jerman dalam kurun waktu yang kurang dari delapan tahun.Â
Tak hanya tampil di kompetisi tertinggi, RB Leipzig juga berhasil memberi kompetisi baru bagi klub semacam Borussia Dortmund hingga FC Bayern yang memang sudah mendominasi.