Baggio adalah sosok berbeda. Dia dianggap sebagai pemain yang lebih dari sekadar capaian gol belaka. Para penggemar menganggap, Baggio selalu memberi penampilan terbaik nan maksimal dalam keadaan apapun.
Salah satu momen terbaiknya bersama Fiorentina adalah mungkin ketika dia melakukan comeback dari cedera panjang dan berhasil mencetak gol ke gawang Napoli hingga memaksa laga berakhir imbang dengan skor 1-1. Dari hasil tersebut, Baggio berhasil menyelamatkan klub kesayangan dari jurang degradasi.
Dari kisah yang disaksikan oleh para penggemar, tentu mereka benar-benar menganggap Baggio sebagai sosok yang lagi-lagi layak dicintai.
Akan tetapi, rasa cinta yang begitu mendalam seketika berbalik menjadi duka tak terlupakan. Baggio, tiga hari setelah dia gagal membawa Fiorentina mengalahkan Juventus di laga final Piala UEFA musim 1989/90, tiba-tiba muncul di laman media lengkap dengan narasi yang menyebut bila Juventus berhasil menebus jasanya senilai 10 juta euro. Angka yang ketika itu sukses menjadikannya sebagai pemain termahal sepanjang sejarah.
Ulah Manajemen dan Bukti Kecintaan Baggio Kepada La Viola
Namun ternyata, setelah ditelusuri, transfer Baggio mencatut nama manajemen klub sebagai pihak yang patut disalahkan. Baggio, usai diresmikan sebagai pemain tim Zebra dan seketika membuat kegaduhan yang begitu luar biasa diantara garis pertikaian Fiorentina dan Juventus, langsung memberi klarifikasi bahwa transfer ini bukan kehendaknya.
Dia dipaksa pergi karena klub tengah mengalami krisis dan tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk bisa keluar dari lubang kehancuran.
"Kalian semua harus tahu, aku dipaksa menerima transfer ini!" ujar Baggio.
Para penggemar yang percaya dengan ucapan Baggio disaat mereka semua memang meyakini hal ini, langsung melakukan protes besar-besaran kepada manajemen Fiorentina. Mereka semua tidak terima bila pemain andalan yang baru berusia 23 tahun ketika itu dijual ke klub yang dianggap sebagai musuh bebuyutan.
Buah dari kerusuhan yang ditimbulkan penggemar Fiorentina atas transfer Baggio, jalanan kota Firenze saat itu dikabarkan mencekam. Mereka melakukan aksi anarkis seperti melempar batu sampai merusak fasilitas stadion. Tak ketinggalan pula aksi pelemparan bom molotov hingga membuat setidaknya 50 orang terluka akibat rentetan kerusuhan tersebut.
Bersama Juventus sendiri, Baggio bertahan selama lima musim. Namun yang perlu diingat, sang pemain tidak benar-benar menaruh hatinya kepada Juventus. Pikirannya hanya terdapat nama Fiorentina dengan sebuah aksi penolakan tendangan penalti melawan klub yang membesarkan namanya menjadi bukti nyata dari seorang Baggio.
Dalam sebuah laga melawan Fiorentina pada 6 April 1991, Baggio menolak untuk menjadi eksekutor tendangan penalti yang diberikan kepada Juventus. Dia berdalih bahwa sang kiper lawan sudah memahami arah tendangannya. Menariknya, Gigi de Agostini yang kemudian bertindak sebagai algojo malah gagal menuntaskan tugasnya dengan baik hingga membuat Juve kalah dengan skor tipis 0-1.